Sejumlah dosen dan mahasiswa Institut Seni Indonesia Denpasar mengajari anak-anak autistik di Rumah Belajar Autis Sarwahita, Denpasar, untuk melukis di atas baju kaos, yang diharapkan dapat melatih motorik halus dan kecerdasan sosial anak.

"Seni lukis berbasis media baju kaos belum pernah dilakukan. Seni lukis, seperti juga berbagai jenis keterampilan yang diajarkan itu, sangat penting perannya, karena dapat melatih motorik halus dan kecerdasan sosial anak," kata akademisi ISI Denpasar Ni Luh Desa Indiana Sari MSn, di sela-sela acara Pembukaan Program Kemitraan Masyarakat di Rumah Belajar Autis Sarwahita, Denpasar, Kamis.

Indiana bersama mahasiswa dari Program Studi Seni Rupa Murni ISI Denpasar melaksanakan kegiatan tersebut merupakan rangkaian dari Program Kemitraan Masyarakat yang didanai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti.

Program yang akan berlangsung selama empat bulan ini, dalam acara pembukaannya dimulai dengan praktik menggambar garis dan bentuk-bentuk geometrik.

Menurut Indiana, beragam keterampilan yang telah diajarkan di Rumah Belajar Autis Sarwahita diantara menyulam, main musik, membuat kue, prakarya dan melukis.

Indiana mengemukakan sejumlah kegiatan yang akan dilaksanakan dalam program kemitraan masyarakat tersebut yakni melatih anak dan guru-guru tentang dasar-dasar seni lukis (warna dan teknik), bentuk-bentuk visual gambar (latihan gambar objek) dan seni lukis ekspresi bermedia kaos.

Pemilihan media kaos dimaksudkan untuk memberi nilai tambah pada hasil akhir, yakni selain bisa dimiliki, juga bisa dipakai oleh peserta didik dan guru-guru. Proses pembelajaran dan keterampilan seni lukis ini akan diakhiri dengan pameran yang ditujukan kepada khalayak luas.

"Pameran selain untuk apresiasi juga diharapkan memiliki dampak ekonomi, karena karya seni lukis pada baju kaos nantinya dapat dijual. Upaya ini dimaksudkan sebagai ruang sosialisasi kepada masyarakat, bahwa anak autistik dapat tumbuh mandiri dan kreatif," ujar Indiana.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang juga akademisi ISI Denpasar Dr Wayan Kun Adnyana mengatakan kegiatan pengabdian masyarakat ini sangat memiliki arti penting, karena selama ini anak autistik seringkali diisolasi oleh lingkungan tempat mereka tumbuh.

"Boleh jadi hal tersebut disebabkan faktor ketidaktahuan lingkungan dan masyarakat bahwa anak berspektrum autistik dapat tumbuh mandiri," katanya.

Sementara itu, Ketua Yayasan Peduli Autis Bali Inayah Wiyartathi menandaskan, terkait pembelajaran seni lukis, di RBAS belum mempunyai guru atau pelatih berbasis keilmuan seni rupa.

Untuk itu Program Kemitraan Masyarakat yang dilakukan dosen dan mahasiswa ISI Denpasar ini sangat penting dan memiliki makna strategis. Tidak saja ini sebagai bentuk kepedulian, melainkan juga berfungsi efektik bagi penumbuhan motorik dan sosial anak. Apalagi hasil karyanya nanti akan dipamerkan untuk umum.

Rumah Belajar Autis Sarwahita (RBAS), Denpasar, Bali telah berdiri sejak 2004, serta melakukan kegiatan pembelajaran dan pelatihan keterampilan untuk anak autistik berusia 3-17 tahun. Beberapa anak-anak lulusan RBAS bahkan telah ada yang sampai masuk perguruan tinggi negeri, dan juga sekolah kejuruan.
 

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019