Kementerian Komunikasi dan Informatika (kemkominfo) meluncurkan Chatbot Anti Hoaks, yakni layanan berupa program komputer yang dirancang untuk menjawab pertanyaan publik tentang informasi yang kebenarannya diragukan.

Chatbot Anti Hoaks dikembangkan Kominfo bersama Prosa, perusahaan rintisan pengembang natural language processing.

Chatbot ini terhubung dengan aplikasi pesan instan Telegram melalui akun @chatbotantihoaks.

"Bisa tanya berdasarkan kata kunci atau copy artikelnya,",kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel A Pangerapan dalam peluncuran layanan aplikasi Chatbot Anti Hoaks di Jakarta, Jumat.

Klarifikasi hoaks yang nanti dijawab melalui chatbot berasal dari pangkalan data mesin AIS Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Layanan chatbot ini nantinya juga bisa dipakai melalui aplikasi Whatsapp dan Line, namun Kominfo belum bisa memastikan kapan persisnya.

"Harapannya dalam waktu cepat, kalau bisa satu sampai dua minggu terwujud karena ini tinggal koordinasi teknis saja," ujar dia.

Layanan chatbot ini ditujukan khususnya untuk pengguna Internet yang lebih sering mendapatkan informasi melalui layanan pesan singkat yang sumbernya berasal dari penerusan pesan (forward message).

CEO Prosa, Teguh Eko Budiarto, menambahkan perusahaan rintisan itu juga sedang mengembangkan layanan untuk verifikasi kebenaran foto, sehingga tidak terbatas pada teks.

"Inginnya tahun ini," kata dia.

Sebelumnya, Kominfo sudah bekerjasama dengan Whatsapp untuk membatasi jumlah penerusan pesan (forward message) dari 20 kali menjadi lima kali, salah satu bagian dalam upaya memerangi hoaks.

Selain itu, Kominfo juga terus mengoptimalkan mesin AIS yang bekerja 24 jam dalam tujuh hari, serta didukung oleh 100 anggota tim verifikator.

Tim AIS Kemkominfo dibentuk oleh Menteri Kominfo Rudiantara pada Januari 2018 untuk melakukan pengaisan, verifikasi dan validasi terhadap seluruh konten internet yang beredar di cyber space Indonesia, baik konten hoaks, terorisme dan radikalisme, pornografi, perjudian, maupun konten negatif lainnya.

Hoaks Pilpres
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memprediksi tren hoaks akan terus meningkat hingga pemilihan presiden dan wakil presiden, pada 17 April.

"Paling banyak prsentasenya politik, berkaitan dengan pilpres. Itu yang terus mengkhawatirkan saya," kata Rudiantara di Padang (11/4).

Menkominfo mengatakan peningkatan hoaks terjadi mulai Desember 2018 dengan temuan sebanyak 75 isu atau naik tiga kali lipat dibanding temuan pada Agustus 2018.

Hoaks kembali meningkat pada Februari 2019 menjadi 353 dan Maret 2019 menjadi 453 atau 18 kali lipat sejak Agustus 2018.

Kemenkominfo, lanjut Rudiantar, sudah menangani hoaks secara sistematis berupa gerakan literasi, identifikasi, hingga penindakan. Hanya saja, penanganan hoaks melalui literasi tidak efektif menjelang masa pilpres yang hanya bersisa enam hari.

"Kemenkominfo mengidentifikasi hoaks setiap hari, hoaks of the day, agar masyarakat sadar ada hoaks. Orang juga bisa mengakses kominfo lewat jaringan stophoaks.id," kata Rudiantara tentang tindakan identifikasi hoaks sepekan sebelum Pemilu 2019.

Tindakan terakhir adalah dengan menutup akun media sosial yang terbukti menyebarkan hoaks.

Rudiantara berharap seluruh masyarakat dapat menikmati pesta demokrasi yang akan berlangsung pada enam hari mendatang tanpa mengadu domba, menebar hasutan, dan sebagainya. Masyarakat, lanjut Rudiantara, tidak perlu takut menggunakan hak suara mereka.

"Aparat akan mengamankan. Tidak usah khawatir pada tanggal 17 April nanti. Karena ini pesta demokrasi, selayaknya pesta, fun, silaturahmi, makan enak. Itu inti pesta politik," ujar Rudiantara.

Pewarta: Nanien Yuniar

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019