Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo ingin transaksi-transaksi online yang terjadi di Indonesia dikenai pajak demi menambah penerimaan negara.
"Memang yang sedang menjadi perhatian di sini adalah bagaimana kita bisa menarik manfaat bagi negara ini dari berbagai transaksi online yang terjadi di Indonesia," ujar Bambang kepada wartawan di Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan bahwa Indonesia telah membiarkan triliunan rupiah dari transaksi-transaksi online, sebagian besar dibawa ke luar negeri tanpa negara bisa menarik pajaknya.
"Sebenarnya kita belum bisa menjangkau, tapi dalam waktu dekat kita sedang membahasnya bersama pemerintah agar triliunan rupiah dari transaksi-transaksi online yang terjadi di sini bisa kita kenai pajaknya," kata Ketua DPR tersebut.
Dia juga menambahkan bahwa hal tersebut menjadi perhatian DPR untuk membuat regulasi yang lebih terukur untuk menarik pajak dari berbagai transaksi online di Indonesia.
"Apapun yang ditransaksikan di negara kita harus ada ongkosnya, seperti yang diberlakukan di negara-negara lain," kata Bambang.
Seperti diketahui bersama di sektor e-commerce, ajang pesta belanja online terbesar yakni Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 2018 pada 12 Desember lalu, diperkirakan berhasil meraup transaksi Rp6,8 triliun.
Angka ini naik Rp2,1 triliun dari nilai transaksi tahun lalu. Dari total Rp6,8 triliun, produk lokal berhasil menyumbangkan 46 persen dari nilai transaksi tersebut, yakni Rp3,1 triliun.
Data ini didapat dari hasil riset yang dilakukan Nielsen sehari setelah Harbolnas berlangsung 13 Desember 2018, di 31 kota di Indonesia.
Sedangkan terkait pinjaman online yang disalurkan oleh perusahaan-perusahaan fintech, menurut Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), total akumulasi penyaluran dana pinjaman online pada tahun 2018 mencapai Rp22 triliun.
Berdasarkan data OJK, hingga akhir Januari 2019 penyaluran pinjaman fintech lending senilai Rp25,59 triliun dari 99 penyedia layanan telah yang bergerak di bidang produktif, multiguna-konsumtif, dan syariah. Dari sisi kreditur, sudah ada sekitar 267 ribu entitas yang memberikan pinjaman kepada lebih dari lima juta masyarakat dengan lebih dari 17 transaksi.
Baca juga: Apindo: transaksi online mayoritas tidak bayar pajak
Baca juga: Google akan terus dikejar kewajiban pajak
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Memang yang sedang menjadi perhatian di sini adalah bagaimana kita bisa menarik manfaat bagi negara ini dari berbagai transaksi online yang terjadi di Indonesia," ujar Bambang kepada wartawan di Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan bahwa Indonesia telah membiarkan triliunan rupiah dari transaksi-transaksi online, sebagian besar dibawa ke luar negeri tanpa negara bisa menarik pajaknya.
"Sebenarnya kita belum bisa menjangkau, tapi dalam waktu dekat kita sedang membahasnya bersama pemerintah agar triliunan rupiah dari transaksi-transaksi online yang terjadi di sini bisa kita kenai pajaknya," kata Ketua DPR tersebut.
Dia juga menambahkan bahwa hal tersebut menjadi perhatian DPR untuk membuat regulasi yang lebih terukur untuk menarik pajak dari berbagai transaksi online di Indonesia.
"Apapun yang ditransaksikan di negara kita harus ada ongkosnya, seperti yang diberlakukan di negara-negara lain," kata Bambang.
Seperti diketahui bersama di sektor e-commerce, ajang pesta belanja online terbesar yakni Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 2018 pada 12 Desember lalu, diperkirakan berhasil meraup transaksi Rp6,8 triliun.
Angka ini naik Rp2,1 triliun dari nilai transaksi tahun lalu. Dari total Rp6,8 triliun, produk lokal berhasil menyumbangkan 46 persen dari nilai transaksi tersebut, yakni Rp3,1 triliun.
Data ini didapat dari hasil riset yang dilakukan Nielsen sehari setelah Harbolnas berlangsung 13 Desember 2018, di 31 kota di Indonesia.
Sedangkan terkait pinjaman online yang disalurkan oleh perusahaan-perusahaan fintech, menurut Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), total akumulasi penyaluran dana pinjaman online pada tahun 2018 mencapai Rp22 triliun.
Berdasarkan data OJK, hingga akhir Januari 2019 penyaluran pinjaman fintech lending senilai Rp25,59 triliun dari 99 penyedia layanan telah yang bergerak di bidang produktif, multiguna-konsumtif, dan syariah. Dari sisi kreditur, sudah ada sekitar 267 ribu entitas yang memberikan pinjaman kepada lebih dari lima juta masyarakat dengan lebih dari 17 transaksi.
Baca juga: Apindo: transaksi online mayoritas tidak bayar pajak
Baca juga: Google akan terus dikejar kewajiban pajak
(AL)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019