Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meresmikan proyek percontohan (pilot project) Pengolahan Sampah Proses Thermal PLTSa Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat, Senin, yang hampir seluruhnya memanfaatkan komponen lokal.
"Sampah ini menurut saya masalah yang harus kita selesaikan. Kita gunakan teknologi dalam negeri. 'Pilot project' ini hampir seluruhnya menggunakan Tingkat Komponen dalam negeri (TKDN)," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Selasa.
Peresmian itu juga dilakukan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza, dan Asisten Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup pemprov DKI Jakarta Yusmada Faizal.
Selain itu juga dihadiri oleh Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Bidang Kemaritiman, Dirjen Pengolahan Sampah dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Walikota Bekasi, Walikota Tangerang Selatan, dan Para Pejabat Eselon 1 BPPT.
Luhut menuturkan, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang diberi nama PLTS Merah-Putih ini adalah upaya pemecahan masalah sampah perkotaan di Indonesia.
PLTSa ini memiliki kapasitas pengolahan sampah sebesar 100 ton/hari. PLTSa ini dapat menghasilkan listrik sebanyak 750 kWh menggunakan sampah yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi.
"Kalau kita tidak mulai, kapan kita mau maju. Ini penting, kita bikin saja. Nanti kalo ini (PLTSa) sudah jadi 100 ton/hari, (selanjutnya) kita bikin untuk kota-kota seperti Labuan Bajo, Balige, Pontianak, kota-kota yang produksi sampahnya sekitar 100-200 ton/hari," ungkapnya.
Luhut juga menambahkan teknologi PLTSa ini dapat dimasukan dalam "e-katalog" milik pemerintah untuk mempercepat proses pengadaan bagi kota-kota yang ingin mengaplikasikan PLTSa.
Menurut dia, jika dapat diterapkan pada kota-kota lain di Indonesia, maka permasalahan penyediaan lahan untuk pembuangan sampah akan teratasi.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan PLTSa Merah-Putih menggunakan teknologi thermal yang terbukti dan telah banyak dipakai untuk proyek "waste to energy" di dunia.
Teknologi thermal tersebut juga ramah lingkungan karena dilengkapi dengan pengendali polusi. Selain itu, PLTSa ini ekonomis dan cocok digunakan untuk karakter sampah di Indonesia yang umumnya tercampur karena kurangnya kesadaran untuk memilah sampah sebelum dibuang. Karakter sampah di Indonesia juga mengandung bahan organik yang tinggi, memiliki kelembapan yang tinggi, dengan nilai kalori yang rendah.
Lebih jauh lagi, teknologi dan alat yang digunakan mengandung TKDN yang tinggi.
"Ini merupakan hasil kajian BPPT dan dibangun dengan mitra lokal. Sebagian besar peralatan merupakan produksi dalam negeri sehingga kami dengan bangga menamakannya PLTSa Merah-Putih," ungkap Riza.
Sementara itu, Menristekdikti M. Nasir menyinggung bahwa yang terpenting adalah pengelolaan sampah bukan listriknya, melainkan upaya membuat kota lebih bersih.
"Jangan sampai berpikir untuk menghasilkan energi, tapi berpikir bagaimana Jakarta bersih, Bekasi bersih, itu yang penting. Kita jangan menghitung berapa 'cost' per kWh-nya," pungkas Menristekdikti.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Sampah ini menurut saya masalah yang harus kita selesaikan. Kita gunakan teknologi dalam negeri. 'Pilot project' ini hampir seluruhnya menggunakan Tingkat Komponen dalam negeri (TKDN)," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Selasa.
Peresmian itu juga dilakukan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza, dan Asisten Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup pemprov DKI Jakarta Yusmada Faizal.
Selain itu juga dihadiri oleh Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Bidang Kemaritiman, Dirjen Pengolahan Sampah dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Walikota Bekasi, Walikota Tangerang Selatan, dan Para Pejabat Eselon 1 BPPT.
Luhut menuturkan, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang diberi nama PLTS Merah-Putih ini adalah upaya pemecahan masalah sampah perkotaan di Indonesia.
PLTSa ini memiliki kapasitas pengolahan sampah sebesar 100 ton/hari. PLTSa ini dapat menghasilkan listrik sebanyak 750 kWh menggunakan sampah yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi.
"Kalau kita tidak mulai, kapan kita mau maju. Ini penting, kita bikin saja. Nanti kalo ini (PLTSa) sudah jadi 100 ton/hari, (selanjutnya) kita bikin untuk kota-kota seperti Labuan Bajo, Balige, Pontianak, kota-kota yang produksi sampahnya sekitar 100-200 ton/hari," ungkapnya.
Luhut juga menambahkan teknologi PLTSa ini dapat dimasukan dalam "e-katalog" milik pemerintah untuk mempercepat proses pengadaan bagi kota-kota yang ingin mengaplikasikan PLTSa.
Menurut dia, jika dapat diterapkan pada kota-kota lain di Indonesia, maka permasalahan penyediaan lahan untuk pembuangan sampah akan teratasi.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan PLTSa Merah-Putih menggunakan teknologi thermal yang terbukti dan telah banyak dipakai untuk proyek "waste to energy" di dunia.
Teknologi thermal tersebut juga ramah lingkungan karena dilengkapi dengan pengendali polusi. Selain itu, PLTSa ini ekonomis dan cocok digunakan untuk karakter sampah di Indonesia yang umumnya tercampur karena kurangnya kesadaran untuk memilah sampah sebelum dibuang. Karakter sampah di Indonesia juga mengandung bahan organik yang tinggi, memiliki kelembapan yang tinggi, dengan nilai kalori yang rendah.
Lebih jauh lagi, teknologi dan alat yang digunakan mengandung TKDN yang tinggi.
"Ini merupakan hasil kajian BPPT dan dibangun dengan mitra lokal. Sebagian besar peralatan merupakan produksi dalam negeri sehingga kami dengan bangga menamakannya PLTSa Merah-Putih," ungkap Riza.
Sementara itu, Menristekdikti M. Nasir menyinggung bahwa yang terpenting adalah pengelolaan sampah bukan listriknya, melainkan upaya membuat kota lebih bersih.
"Jangan sampai berpikir untuk menghasilkan energi, tapi berpikir bagaimana Jakarta bersih, Bekasi bersih, itu yang penting. Kita jangan menghitung berapa 'cost' per kWh-nya," pungkas Menristekdikti.
(AL)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019