Negara (Antara Bali) - Ketua Komisi B DPRD Jembrana Nyoman S Kusumayasa Selasa, mengatakan, pihaknya menolak tambahan dana Rp5 miliar sesuai hasil kajian FE Universitas Udayana Bali dalam menghidupkan kembali pabrik Megumi.

Kusumayasa menilai, daripada dipergunakan untuk menghidupkan pabrik pengolahan air laut menjadi air minum tersebut, lebih baik dana itu diinvestasikan untuk membuat pengolahan air yang baru.

"Daripada berspekulasi untuk Megumi lebih baik untuk membuat pabrik air mineral tapi dengan bahan baku air tawar," katanya.

Karena itu Kusumayasa menegaskan, jika eksekutif menuruti hasil kajian FE Unud tersebut, khusus untuk tambahan dana pihaknya akan menolaknya.

Jikapun masih berkaitan dengan Megumi, ia lebih sepakat untuk memodifikasi mesin pabrik tersebut agar bisa digunakan untuk mengolah air tawar menjadi air minum.

"Sebenarnya mesin Megumi itu kan untuk kondisi darurat seperti bencana alam untuk mencukupi kebutuhan air tawar. Bukannya dipergunakan untuk industri," ujarnya.  

 Di sisi lain, Kusumayasa juga mengakui, masalah pabrik Megumi yang  dalam pendiriannya dibiayai oleh APBD Jembrana saat ini cukup dilematis.

"Dibiarkan mesin dan bangunan pabriknya akan rusak padahal nilainya miliaran rupiah. Kalaupun dijual apakah ada yang mau?" katanya.

Belajar dari Megumi ini, ia berharap ke depan pemerintah tidak hanya mengeluarkan program yang inovatif tanpa memikirkan kelanjutannya.

"Kalau program inovatif seperti Megumi ini, pada akhirnya hanya menjadi beban bagi daerah," imbuhnya.

Sementara untuk mesin pabrik kompos dan juga Hotel Jimbarwana yang juga masuk dalam kajian FE Unud, Kusumayasa menilai, dua aset tersebut masih bisa dijalankan.

Untuk pabrik kompos ia menyarankan agar dilakukan beberapa penyesuaian pada mesinnya untuk bisa berproduksi maksimal.

Sementara untuk Hotel Jimbarwana, menurutnya, sampai saat ini bisa berjalan dan mampu mandiri.(**)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011