Negara (Antara Bali) - Butuh dana sedikitnya Rp5 miliar untuk menghidupkan kembali pengolahan air laut menjadi air minum "Megumi" yang diproduksi oleh Perusahaan Daerah Jembrana.
Direktur Perusda Jembrana I Wayan Wasa di Negara, Jumat, mengatakan, kebutuhan dana Rp5 miliar itu sesuai hasil kajian Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (Unud) Bali.
FE Unud itu juga menyarankan pengelolaan dilakukan oleh perusda. "Alasannya, ada aturan yang melarang pemerintah untuk menangani langsung usaha yang berorientasi profit," katanya.
Meskipun mendapatkan rekomendasi untuk mengelola pabrik yang berdiri di Desa Perancak, Kecamatan Negara itu, pihak Perusda merasa keberatan.
"Berdasarkan kajian pasar yang kami lakukan, 'image' produk sangat berat bersaing di pasaran," kata Wasa.
Ia justru merasa khawatir perusahaan tersebut tidak dapat berjalan efektif, kalau suntikan modal sebesar Rp5 miliar itu dibebankan pada APBD setempat.
Menurut Wasa, banyak masalah yang membelit Megumi, baik dari aspek teknis maupun dampak sosial. "Karena itu kami tegaskan perusda tidak bisa mengelola aset tersebut," katanya.
Namun di lain pihak, Bupati dan Wakil Bupati Jembrana menyerahkan pengelolaan dan produksi Megumi kepada perusda.
Bupati mendorong Perusda Jembrana menggandeng pihak ketiga atau investor untuk mengelola aset Megumi, baik berupa gedung perkantoran dan pabrik maupun mesin produksi yang kondisinya sudah rusak.
"Kalau ada investor yang berminat, kami sanggup melakukan kajian lagi, apakah produksinya tetap menggunakan air laut atau air tawar. Jadi prosesnya masih panjang," kata Wasa.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
Direktur Perusda Jembrana I Wayan Wasa di Negara, Jumat, mengatakan, kebutuhan dana Rp5 miliar itu sesuai hasil kajian Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (Unud) Bali.
FE Unud itu juga menyarankan pengelolaan dilakukan oleh perusda. "Alasannya, ada aturan yang melarang pemerintah untuk menangani langsung usaha yang berorientasi profit," katanya.
Meskipun mendapatkan rekomendasi untuk mengelola pabrik yang berdiri di Desa Perancak, Kecamatan Negara itu, pihak Perusda merasa keberatan.
"Berdasarkan kajian pasar yang kami lakukan, 'image' produk sangat berat bersaing di pasaran," kata Wasa.
Ia justru merasa khawatir perusahaan tersebut tidak dapat berjalan efektif, kalau suntikan modal sebesar Rp5 miliar itu dibebankan pada APBD setempat.
Menurut Wasa, banyak masalah yang membelit Megumi, baik dari aspek teknis maupun dampak sosial. "Karena itu kami tegaskan perusda tidak bisa mengelola aset tersebut," katanya.
Namun di lain pihak, Bupati dan Wakil Bupati Jembrana menyerahkan pengelolaan dan produksi Megumi kepada perusda.
Bupati mendorong Perusda Jembrana menggandeng pihak ketiga atau investor untuk mengelola aset Megumi, baik berupa gedung perkantoran dan pabrik maupun mesin produksi yang kondisinya sudah rusak.
"Kalau ada investor yang berminat, kami sanggup melakukan kajian lagi, apakah produksinya tetap menggunakan air laut atau air tawar. Jadi prosesnya masih panjang," kata Wasa.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011