Denpasar (Antaranews Bali) - Senator Gede Pasek Suardika mengharapkan Bawaslu bertindak adil dalam menangani dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Gubernur Bali Wayan Koster seperti halnya penanganan kasus Kepala Desa Sinduwati, Kabupaten Karangasem, I Nengah Rumana.
"Bawaslu harusnya hadir untuk adil dan netral kepada siapa saja dalam menegakkan undang-undang. Saya memahami betul kegalauan Kepala Desa Sinduwati ini. Kalau memang kasusnya Pak Koster dihentikan, yang ini (Kades Sinduwati-red) agar dihentikan juga," kata Pasek Suardika disela-sela menerima pengaduan dari Perbekel (Kades) Sinduwati I Nengah Rumana, di Kantor DPD RI Perwakilan Bali, di Denpasar, Selasa.
Menurut mantan Ketua Komisi III DPR-RI itu, semestinya dengan ada bukti rekaman terkait dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Gubernur Bali Wayan Koster, kasusnya bisa diproses.
Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Wayan Koster sempat menyampaikan ajakan memilih Capres-Cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin pada acara "Milenial Road Safety Festival" yang digelar Polda Bali di Lapangan Puputan Margarana, Renon, Denpasar pada Minggu (17/2).
"Kalau kepala desa bisa dihukum, yang jabatan gubernur tidak dihukum, ini 'kan tidak bagus. Kalau bebaskan, bebaskan saja semua biar wajah hukum kita tidak terlalu kelihatan timpang," ucap Pasek Suardika.
Perbekel Sinduwati I Nengah Rumana, ujar Pasek, sebelumnya bisa diproses Bawaslu dengan rekaman yang sepenggal, sedangkan untuk kasus dugaan pelanggaran yang dilakukan Gubernur Bali sudah ada rekaman utuh yang beredar.
"Intinya kalau ini dihukum, itu harus dihukum, kalau ini bebas, itu bebas. Karena hukum itu harus dipandang adil di atas dan di bawah. Jangan malah Kades sudah divonis dan hukum bersalah, jaksa malah banding lagi seperti tidak puas. Hal seperti ini dilihat oleh rakyat tidak bagus," ujarnya.
Sementara itu, Perbekel Sinduwati, Karangasem, Nengah Rumana mengadukan perlakuan yang terkesan tidak adil yang menimpanya dalam dugaan kasus kampanye yang dituduhkan kepadanya.
Akibat kasus tersebut, selain tugas-tugasnya selalu kepala desa menjadi terganggu, ia kini juga diancam hukuman satu bulan penjara dengan masa percobaan 6 bulan.
"Padahal saya tidak ada melakukan kampanye saat hadir di sela-sela warga Kampung Sindu," ujar Rumana.
Dia menceritakan saat itu pada 28 Desember 2018, ia diundang datang oleh warga ke kampung karena ada masalah terkait bantuan CSR oleh salah seorang caleg. Warga saat itu resah karena ada informasi simpang siur terkait nilai CSR yang beda yakni ada sebesar Rp30 juta dan Rp50 juta. Namun setelah diklarifikasi ternyata Rp38 juta.
Saat itu ada warga yang menanyakan kepadanya apa pilihannya nanti. "Saya saat itu secara spontan cuma menjawab kalau pilihan pribadi saya lebih kepada teman," kata Rumana.
Rumana dalam kesempatan tersebut mengaku tak ada melakukan kampanye maupun mengajak untuk memilih figur atau partai tertentu. Namun pernyataannya itu justru kemudian dilaporkan ke Bawaslu dan Sentra Gakkumdu yang kemudian memprosesnya hingga ia diadili.
"Saat ini, jaksa mengajukan banding terhadap putusan hukuman satu bulan dengan masa percobaan enam bulan itu," ujar Rumana.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Bawaslu harusnya hadir untuk adil dan netral kepada siapa saja dalam menegakkan undang-undang. Saya memahami betul kegalauan Kepala Desa Sinduwati ini. Kalau memang kasusnya Pak Koster dihentikan, yang ini (Kades Sinduwati-red) agar dihentikan juga," kata Pasek Suardika disela-sela menerima pengaduan dari Perbekel (Kades) Sinduwati I Nengah Rumana, di Kantor DPD RI Perwakilan Bali, di Denpasar, Selasa.
Menurut mantan Ketua Komisi III DPR-RI itu, semestinya dengan ada bukti rekaman terkait dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Gubernur Bali Wayan Koster, kasusnya bisa diproses.
Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Wayan Koster sempat menyampaikan ajakan memilih Capres-Cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin pada acara "Milenial Road Safety Festival" yang digelar Polda Bali di Lapangan Puputan Margarana, Renon, Denpasar pada Minggu (17/2).
"Kalau kepala desa bisa dihukum, yang jabatan gubernur tidak dihukum, ini 'kan tidak bagus. Kalau bebaskan, bebaskan saja semua biar wajah hukum kita tidak terlalu kelihatan timpang," ucap Pasek Suardika.
Perbekel Sinduwati I Nengah Rumana, ujar Pasek, sebelumnya bisa diproses Bawaslu dengan rekaman yang sepenggal, sedangkan untuk kasus dugaan pelanggaran yang dilakukan Gubernur Bali sudah ada rekaman utuh yang beredar.
"Intinya kalau ini dihukum, itu harus dihukum, kalau ini bebas, itu bebas. Karena hukum itu harus dipandang adil di atas dan di bawah. Jangan malah Kades sudah divonis dan hukum bersalah, jaksa malah banding lagi seperti tidak puas. Hal seperti ini dilihat oleh rakyat tidak bagus," ujarnya.
Sementara itu, Perbekel Sinduwati, Karangasem, Nengah Rumana mengadukan perlakuan yang terkesan tidak adil yang menimpanya dalam dugaan kasus kampanye yang dituduhkan kepadanya.
Akibat kasus tersebut, selain tugas-tugasnya selalu kepala desa menjadi terganggu, ia kini juga diancam hukuman satu bulan penjara dengan masa percobaan 6 bulan.
"Padahal saya tidak ada melakukan kampanye saat hadir di sela-sela warga Kampung Sindu," ujar Rumana.
Dia menceritakan saat itu pada 28 Desember 2018, ia diundang datang oleh warga ke kampung karena ada masalah terkait bantuan CSR oleh salah seorang caleg. Warga saat itu resah karena ada informasi simpang siur terkait nilai CSR yang beda yakni ada sebesar Rp30 juta dan Rp50 juta. Namun setelah diklarifikasi ternyata Rp38 juta.
Saat itu ada warga yang menanyakan kepadanya apa pilihannya nanti. "Saya saat itu secara spontan cuma menjawab kalau pilihan pribadi saya lebih kepada teman," kata Rumana.
Rumana dalam kesempatan tersebut mengaku tak ada melakukan kampanye maupun mengajak untuk memilih figur atau partai tertentu. Namun pernyataannya itu justru kemudian dilaporkan ke Bawaslu dan Sentra Gakkumdu yang kemudian memprosesnya hingga ia diadili.
"Saat ini, jaksa mengajukan banding terhadap putusan hukuman satu bulan dengan masa percobaan enam bulan itu," ujar Rumana.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019