Denpasar (Antaranews Bali) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menegaskan bahwa masih rendahnya dana riset di Indonesia karena masih bertumpu pada APBN. 

Dalam keterangannya di Denpasar, Rabu, ia menyebutkan dana riset Indonesia saat ini 76 persen bersumber dari APBN dan sisanya dari swasta atau industri. Hal tersebut berkebalikan dengan negara-negara seperti di Singapura atau Korea selatan yang dana risetnya lebih banyak bersumber dari industri.

"Singapura negara tetangga kita, 80 persen didanai oleh industri atau swasta, hanya 20 persen didanai oleh pemerintah. Di Korea Selatan dari pemerintah hanya 16 persen, dari industri 84 persen. Kita berapa, 76 persen, ini terbalik," kata Nasir.

Oleh karena itu pemerintah akan mendorong agar industri lebih berkontribusi untuk pendanaan riset di Indonesia. "Ini kita dorong nanti akan kami koordinasi dengan Menteri Perindustrian untuk mendorong riset dari industri itu bisa tergabung dengan Kemenristekdikti dan lembaga riset yang ada di Indonesia supaya jumlah anggaran riset bertambah," kata Nasir.   

Menanggapi cuitan pendiri Bukalapak Achmad Zaky bahwa anggaran riset di Indonesia masih rendah, Nasir menilai pernyataan CEO Bukalapak tersebut adalah hal yang biasa, namun dana riset Indonesia sudah meningkat sejak tahun 2015 yang sebesar 0,08 persen dari PDB menjadi 0,25 persen dari PDB pada 2017. Idealnya, dana riset suatu negara ialah 1 persen sari Produk Domestik Bruto.       

Meski dana riset sudah naik 0,17 persen di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, Nasir mengatakan jumlah tersebut masih belum ideal. Ia menyebut dana riset negara tetangga seperti Malaysia sudah mencapai angka 1 persen dari PDB, Singapura mencapai 2,8 persen, dan Korea Selatan yang bahkan mencapai 3,8 persen dari PDB.  

Nasir mengungkapkan saat ini pemerintah tengah mempersiapkan regulasi yang bertujuan melakukan percepatan dalam pengembangan riset di Indonesia.(ed)

Pewarta: Aditya Ramadhan

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019