London (Antaranews Bali) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly menandatangani perjanjian bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance - MLA) dengan Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter di Bernerhof Bern, Swiss, Senin (4/2) yang dapat memudahkan pengembalian uang dan harta hasil kejahatan di Indonesia setelah terbukti di pengadilan.
Perjanjian diteken setelah melalui dua kali putaran perundingan, yakni di Bali dan di Bern, Swiss.
Pensosbud KBRI Bern kepada Antara London, mengatakan perjanjian yang terdiri atas 39 pasal ini antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.
Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.
Menteri Yasonna menyatakan perjanjian MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud).
"Perjanjian ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya," ujar Menkumham.
Atas usulan Indonesia, perjanjian yang ditandatangani tersebut menganut prinsip retroaktif. Prinsip tersebut memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. Hal ini sangat penting guna menjangkau kejahatan yang dilakukan sebelum perjanjian ini.
Dubes Indonesia di Bern Muliaman D. Hadad mendampingi Menkumham pada penandatanganan tersebut menyatakan perjanjian MLA RI-Swiss merupakan capaian kerja sama bantuan timbal balik pidana yang luar biasa.
Dikatakannya penandatanganan MLA menggenapi keberhasilan kerja sama bilateral RI-Swiss di bidang ekonomi, sosial dan budaya, yang selama ini telah terjalin dengan baik.
Penandatanganan perjanjian MLA ini sejalan dengan program Nawacita, dan arahan Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan, di antaranya pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia tahun 2018 di mana Presiden menekankan pentingnya perjanjian ini sebagai platform kerja sama hukum, khususnya dalam upaya pemerintah melakukan pemberantasan korupsi dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi.
Perjanjian MLA RI-Swiss merupakan perjanjian MLA yang ke-10 yang ditandatangani Pemerintah RI (Asean, Australia, Hong Kong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA, dan Iran), dan bagi Swiss adalah perjanjian MLA yang ke-14 dengan negara non-Eropa.
Baca juga: KPK sambut positif MLA Indonesia dengan Swiss
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Perjanjian diteken setelah melalui dua kali putaran perundingan, yakni di Bali dan di Bern, Swiss.
Pensosbud KBRI Bern kepada Antara London, mengatakan perjanjian yang terdiri atas 39 pasal ini antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.
Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.
Menteri Yasonna menyatakan perjanjian MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud).
"Perjanjian ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya," ujar Menkumham.
Atas usulan Indonesia, perjanjian yang ditandatangani tersebut menganut prinsip retroaktif. Prinsip tersebut memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. Hal ini sangat penting guna menjangkau kejahatan yang dilakukan sebelum perjanjian ini.
Dubes Indonesia di Bern Muliaman D. Hadad mendampingi Menkumham pada penandatanganan tersebut menyatakan perjanjian MLA RI-Swiss merupakan capaian kerja sama bantuan timbal balik pidana yang luar biasa.
Dikatakannya penandatanganan MLA menggenapi keberhasilan kerja sama bilateral RI-Swiss di bidang ekonomi, sosial dan budaya, yang selama ini telah terjalin dengan baik.
Penandatanganan perjanjian MLA ini sejalan dengan program Nawacita, dan arahan Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan, di antaranya pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia tahun 2018 di mana Presiden menekankan pentingnya perjanjian ini sebagai platform kerja sama hukum, khususnya dalam upaya pemerintah melakukan pemberantasan korupsi dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi.
Perjanjian MLA RI-Swiss merupakan perjanjian MLA yang ke-10 yang ditandatangani Pemerintah RI (Asean, Australia, Hong Kong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA, dan Iran), dan bagi Swiss adalah perjanjian MLA yang ke-14 dengan negara non-Eropa.
Baca juga: KPK sambut positif MLA Indonesia dengan Swiss
(AL)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019