Denpasar (Antaranews Bali) - Dinas Kebudayaan Provinsi Bali merancang program materi parade gong kebyar anak-anak dalam Pesta Kesenian Bali 2019 akan dipadukan dengan unsur "meplalianan" atau permainan tradisional.
       
"Dipadukan dengan meplalianan ini supaya garapan gong kebyar anak-anak menjadi lebih inovatif. Kalau pada Pesta Kesenian Bali (PKB) tahun-tahun sebelumnya, biasanya dipadukan dengan fragmentari," kata Kepala Bidang Kesenian dan Tenaga Kebudayaan Disbud Bali Ni Wayan Sulastriani disela-sela kegiatan 'Workshop Garapan Meplalianan sebagai Materi Parade Gong Kebyar Anak-Anak dalam PKB 2019', di Denpasar, Selasa.
       
Menurut Sulastriani, garapan "meplalianan" tersebut pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan "dolanan" yang telah ditampilkan dalam Pesta Kesenian Bali tahun-tahun sebelumnya, namun kini dikemas masuk Parade Gong Kebyar Anak-Anak.
       
"Lewat kegiatan workshop ini kami ingin memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan mendasar, supaya para penggarap tidak salah menuangkan dalam garapan untuk Pesta Kesenian Bali yang akan dimulai pada 15 Juni mendatang," ujarnya.
       
Sedangkan pelaksanaan PKB tahun ini akan mengangkat tema "Bayu Premana, Memuliakan Sumber Daya Angin" yang dapat dimaknai bagaimana khususnya masyarakat Bali dapat menghormati, menghargai, dan memuliakan angin dalam kehidupan.
       
Sementara itu, budayawan Dewa Putu Beratha, sebagai narasumber dalam workshop tersebut mengatakan penggunaan istilah "meplalianan" dalam PKB tahun ini mengacu pada UU No 5 Tahun 2014 tentang Pemajuan Kebudayaan. Kalau tahun-tahun sebelumnya digunakan istilah "dolanan" yang merupakan bahasa Jawa.
       
"Dengan mengganti menjadi istilah 'meplalianan' selain untuk menguatkan kearifan lokal Bali sesuai UU Kebudayaan, sekaligus sesuai komitmen Pak Gubernur mengenai perlindungan bahasa Bali," ucapnya.
     
Mantan Kepala Dinas Kebudayaan Bali itu menambahkan, meskipun "meplalianan" dimasukkan dalam Gong Kebyar, tetap fokusnya pada permainan tradisional dengan "gending rarenya".
     
"Kalau pada dolanan dalam PKB tahun-tahun sebelumnya, justru kami melihat yang menonjol unsur dialog yang seringkali keluar dari dunia anak-anak. Kali ini, tetap ada dialog, tetapi kami tekankan yang sifatnya mendukung dan seperlunya saja," ucapnya.
       
Unsur tari, tabuh, dan busana yang tidak bisa dilepaskan untuk garapan permainan tradisional, menurut Dewa Beratha agar disederhanakan dan maksimal waktu penampilan 20 menit. 
       
Ia mengharapkan supaya dalam PKB tahun ini garapan "meplalianan" yang ditampilkan memang yang menjadi khas masing-masing kabupaten/kota. "Kami juga memberikan ruang kreativitas bagi para penggarap untuk menciptakan permainan tradisional dan gending-gending yang baru. Dengan demikian konsep pelestarian, penggalian dan ruang kreativitas tetap ada," ujarnya.
       
Sedangkan maestro permainan tradisional Made Taro mengatakan ciri khas permainan tradisional Bali yang tidak boleh dikesampingkan yakni ada gending, tabuh, vokal dan busana tradisional.
       
"Permainan tradisional Bali mengandung unsur keindahan, rekreasi, dan juga pendidikan karekater seperti kejujuran, disiplin, percaya diri, pendidikan demokrasi, ada kesepakatan dan imajinasi juga berkembang," ucapnya.
       
Made Taro mendata setidaknya ada 200 permainan tradisional di Bali, namun yang masih dikenal anak-anak Bali hanya sedikit seperti permainan Meong-Meongan, Tajog, Juru Pencar dan Macepetan.
       
Meskipun saat ini dihadapkan pada kecanggihan teknologi informasi dan permainan-permainan modern, Made Taro optimistis jika digarap dengan sentuhan teknologi juga bisa menarik simpati generasi milenial. 

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019