Denpasar (Antaranews Bali) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan erupsi Gunung Agung terjadi akibat akumulasi gas vulkanik meski sebelumnya tidak teramati peningkatan intensitas kegempaan yang 
signifikan.
     
"Pada saat erupsi, teramati sinar api di area puncak kawah namun ketinggian kolom abu tidak teramati karena tertutup kabut,"kata Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana dihubungi dari Denpasar, Minggu. 
     
Devy menambahkan rentetan gempa bumi tektonik di sekitar Pulau Lombok beberapa waktu lalu mempengaruhi aktivitas Gunung Agung karena getarannya berperan dalam pelepasan gas-gas vulkanik yang dimanifestasikan di permukaan dalam bentuk hembusan. 
   
"Pada kondisi ini, akumulasi gas di kedalaman menjadi terganggu sehingga potensi erupsi justru berkurang. Selama periode 'aftershocks' Gempa Lombok, Gunung Agung pun tidak mengalami erupsi," kata Devy dalam keterangannya. 
     
Namun seiring dengan berkurangnya gempa tektonik, akumulasi gas-gas vulkanik di Gunung Agung menjadi memungkinkan dan dalam satu bulan terakhir, gempa yang terekam didominasi gempa hembusan, tektonik, dan beberapa vulkanik dangkal dan vulkanik dalam.
     
Berdasarkan analisis data Gunung Agung secara menyeluruh, potensi untuk terjadinya erupsi yang lebih besar masih relatif kecil dan erupsi yang mungkin terjadi saat ini dapat berupa lontaran material batu atau lava pijar, hujan abu maupun hembusan gas-gas vulkanik.
     
Sebelumnya pada Minggu (30/12) pukul 04.09 Wita Gunung Agung kembali erupsi setelah beberapa bulan menunjukkan kondisi yang tenang.
     
Erupsi yang terekam di seismogram itu memiliki amplitudo maksimum 22 mm dengan durasi sekitar 3 menit 8 detik.
     
Berdasarkan informasi satelit, abu vulkanik bergerak ke arah tenggara dengan ketinggian abu vulkanik mencapai 5.500 meter di atas permukaan laut. 
     
Hujan abu tipis dilaporkan terjadi di wilayah Kabupaten Karangasem di sektor tenggara Gunung Agung, seperti di Kota Amlapura dan di Desa Seraya Barat, Desa Seraya Tengah, dan Desa Tenggalinggah. Saat ini PVMBG masih menetapkan gunung api itu dalam status siaga atau level III.
     
Untuk itu, PVMBG mengimbau masyarakat di sekitar Gunung Agung dan pendaki atau wisatawan agar tidak berada atau tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di zona perkiraan bahaya yaitu seluruh area di dalam radius 4 km dari kawah puncak gunung. 
     
Zona perkiraan bahaya itu, kata dia, bersifaf dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung Agung yang paling aktual atau terbaru.
     
Selain itu, masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di sekitar aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung agar mewaspadai potensi ancaman bahaya sekunder berupa aliran lahar hujan.
     
Aliran lahar hujan itu dapat terjadi terutama pada musim hujan jika material erupsi masih terpapar di area puncak dan area landaan aliran lahar hujan mengikuti aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung.

Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018