Jakarta (Antaranews Bali) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan tsunami di kawasan pantai barat Provinsi Banten dan pantai selatan Provinsi Lampung diduga dipicu aktivitas atau eurpsi vulkanik Gunung Anak Krakatau.
   
"Tidak ada gejala seismisitas tektonik yang memicu tsunami sehingga setelah tadi berkoordinasi dengan Badan Geologi bahwa diduga akibat erupsi tersebut, baik kemungkinan bisa langsung atau secara tidak langsung memicu terjadinya tsunami," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam jumpa pers di Kantor BMKG, Jakarta pada Minggu dini hari.
   
Menurut dia, terjadi aktivitas vulkanik berupa erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda pada sekitar pukul 21.03 WIB yang dipantau oleh Badan geologi.
   
Sementara itu, kondisi gelombang di Selat Sunda pada 21-25 Desember 2018 juga sedang mengalami gelombang tinggi karena bulan purnama.
   
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BKMG RAhmat Triyono menjelaskan bahwa gelombang tsunami masuk ke daratan sekitar pukul 21:30 WIB.

"Walaupun tsunaminya hanya kecil, tetapi karena bersamaan ada gelombang tinggi membuat gelombang tsunami masuk hingga ke daratan karena memang kaitanya pada durasi," demikian Rahmat menjelaskan daya gelombang tsunami yang meningkat karena bersamaan dengan gelombang pasang bulan purnama.
   
Namun demikian, tim dari BMKG dan Badan Geologi akan memverifikasi bukti penyebab tsunami di kawasan itu pada Minggu pagi.
   
Menurut laman Indonesia Tsunami Early Warning System BMKG, definisi tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan impulsif pada laut.
   
Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba dalam arah vertikal atau arah horizontal, demikian BMKG mengutip Pond dan Pickard serta Tanioka and Satake.
   
Oleh karena itu, aktivitas tektonik maupun aktivitas vulkanik di lautan dapat menyebabkan terjadinya gelombang tsunami. 

(AL)

Pewarta: Bayu Prasetyo

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018