Denpasar (Antaranews Bali) - Kegiatan upacara "Chau Tu" dan "Yen Kung" di Vihara Satya Dharma, Kota Denpasar, Bali yang biasanya dihadiri ribuan umat akan dipimpin YM Passang Rinpoche dari Tibet, pada 10 November 2018.

Ketua Panitia Acara "Chau Tu" dan "Yen Kung", Anny Go di Denpasar, Rabu, mengatakan kegiatan tersebut merupakan upacara pelimpahan jasa, sebagai perwujudan cinta kasih kepada para leluhur, orang tua, dan almarhum keluarga yang sudah meninggal.

Kegiatan bertajuk "Dhamma Talk, Chau Tu dan Yen Kung" ini dipimpin guru besar Umat Buddha, YM (Yang Mulia) Passang Rinpoche. Kegiatan itu digelar oleh "Flourishing Buddhist Centre (FBC)" bekerja sama dengan Vihara Satya Dharma Denpasar. 

"Target awal kami 1000 orang peserta, namun kami perkirakan warga yang akan hadir dalam kegiatan upacara ini antara 2000 hingga 3000 orang peserta," ujar Anny.

Anny menjelaskan juga sosok guru besar Umat Buddha YM Passang Rinpoche. Dia lahir pada tahun Kambing Bumi 1979 di Desa Gangtsar, daerah Kandze, Provinsi Sichuan. Sesaat setelah itu, Khandro Tare Lhamo, Makor Khandro dan Dzogchen Yogi Acho Rinpoche dan beberapa guru besar lainnya mendatangi dan mengenali sebagai reinkarnasi dari Dzongchen Yogi Yeshe tendzin Rinpoche. 

"Rinpoche" secara literal berarti yanga bernilai tinggi atau yang mulia, dan dapat berarti juga permata yang berharga. Dalam Buddhisme Tibetan, istilah ini umumnya merujuk kepada para guru yang sangat terhormat atau mulia, kepada mereka yang dikenali sebagai reinkarnasi dari para guru agung.

Kabar kelahiran dan berita luar biasa ini disimpan oleh para guru besar dan keluarga Rinpoche agar kehidupan masa kecil merela tidak terganggu oleh pengaruh dan kondisi dari lingkungan. Karena jika saat itu lingkungan Rinpoche tahu maka akan banyak sekali umat yang datang untuk meminta berkah sesuai tradisi di daerah sana. Mereka semua menjaga agar pertumbuhan dan perkembangan Rinpoche tidak di pengaruhi oleh para umat awam.

Pada umur enam tahun, keempat guru besar dan lama menjemput Passang Rinpoche untuk tinggal di Vihara Gongtar Monastery (kini berjumlah 400 san Bikkhu dan Bikkhuni) dan memulai semua ajaran Buddha Dharma dasar kepada Passang Rinpoche.

Sesudah beberapa hari di tempat asing tersebut Rinpoche kecil mulai sangat merindukan orang tua dan keluarganya. Setiap hari Rinpoche kecil menangis dan minta pulang, akan tetapi para guru tersebut mulai membujuk dengan cara halus sampai dengan hukuman agar Rinpoche mengerti bahwa ia bukan milik keluarganya lagi akan tetapi merupakan milik vihara.

Ketika guru besar tersebut memberi hukuman kepada beliau, Rinpoche masih sangat ingat bahwa para guru akan bersujud, minta maaf dan dengan wajah yang sangat terluka, dengan meninggikan suara dan mengambil ranting kecil untuk menakuti Rinpoche agar jangan menangis dan memulai hari-hari dengan belajar melafalkan mantra dengan cara lisan dan tulisan. Rinpoche mengatakan selama dua tahun berada di vihara para guru besar tersebut mengajarkan tentang disiplin, mandiri, tanggung jawab dan tugas-tugas seorang Rinpoche.

Rinpoche mengatakan selama dua tahun berada di vihara para guru besar tersebut mengajarkan tentang disiplin, mandiri, tanggung-jawab dan tugas-tugas seorang Rinpoche ketika itu beliau sudah harus mulai sebagai kepala vihara dan memimpin upacara vihara. Beliau di haruskan duduk diam, tidak boleh tertidur dan mendengar ketika upacara di vihara, Rinpoche diharuskan duduk di kursi paling depan dan paling tinggi, banyak sekali lama akan memberikannya gula-gula, akan tetapi saat itu beliau masih sangat kecil dan sangat tidak suka kalau ada upacara.

Pada umur 6 tahun, Rinpoche mengambil sila dan janji Upasaka. Pada usia 8 tahun rinpoche di antar ke institut Buddhist Sertar Larung Five Discipline (sekolah Buddhist terbesar di dunia) dan mengambil ordinasi kebhikkhu-an dari Neten Gador Rinpoche dan memilih Raja Dharma (Fak Wang) Khenchen Jigme Puntsok Rinpoche sebagai guru utamanya.

Sejak lahir rinpoche sudah menunjukan banyak tanda-tanda yang luar biasa, tidak seperti anak-anak lainnya, usahanya dalam belajar, menulis dan menghafal hanya membutuhkan usaha yang sangat sedikit, terbukti pada umur 13 tahun rinpoche memenangkan debat yang di ikutin oleh 400 murid lain dalam vihara yang lebih senior dalam faktor usia. Pada tahun 2003 dia meninggalkan vihara yang telah dia tinggali selama 16 tahun untuk mulai membabarkan dharma. Di awali dengan berkunjung ke negara Nepal-India-Singapore-Malaysia-China dan Indonesia.

Selama 16 tahun belajar di institut, ia mempelajari tripitaka (Sutta,Vinaya dan Abhidharma). Mendalami lima sutra (Madhyamaka, Prajna Paramita, Logik, Vinaya dan abhidhamma), empat kelas dalam tantra (Kriya Tantra, Charya Tantra, Yoga Tantra dan Anuttara Yoga Tantra), dan intisari ajaran Dzongchen (great perfection) juga mempelajari lima bidang studi yaitu "grammar, logic, engineering, medicine dan buddhism" di bawah ajaran para Khenpo dan para guru besar lainnya.

Pada tahun 2003 terjadi gejolak politik dan tekanan dari pemerintah untuk mempersempit ajaran Buddhis di sekolah tersebut, karena adanya ketidakpercayaan dan curiga pemerintah terhadap Institut Sertar Larung, karena perkembangan universitas tersebut dalam sepuluh tahun terakhir sangat luar biasa, dari murid yang berjumlah 3000 orang berkembang mendekati 20.000 Bikkhu dan Bikkhuni (sekarang sudah 40.000), dari sebuah vihara kecil menjadi sebuah sekolah Buddhis terbesar di dunia yang terdiri dari para Bikkhu dan Biksuni.

Saat itu tahun 2003 atas pesan gurunya, Rinpoche meninggalkan Serta Larung untuk pergi berjiarah menuju India, ke situs-situs Buddha, dan mulai menyebarkan Buddha Dharma.

Setelah sempat ke India, Singapura, dan Malaysia, YM Passang Rinpoche akhirnya tiba pertama kali di Indonesia, yakni Kota Jakarta. Dalam tradisi Sertar Larung, sejak seorang anak dilahirkan maka akan diramalkan kehidupan mereka selama menjalani kehidupan sepanjang hidupanya. Apa saja prestasi dan mungkin masalah-masalah berat yang akan dihadapi.

Karena seorang Rinpoche, maka ramalan kehidupannya sejak tiga ratus tahun lalu sudah ditulis dan dibukukan. Bahwa di kehidupan ini Rinpoche akan tinggal dan mempunyai karma yang paling kuat dengan negara yang ada hubungannya dengan Burung Garuda. Waktu itu beliau sama sekali tidak tahu bahwa negara Indonesia berlambang Burung Garuda.

Tiga tahun lalu Passang Rinpoche pernah sekali bersama muridnya dari Indonesia menuju ke negara Malaysia untuk melakukan acara puja. Di sana melihat di sampul paspor mereka ada gambar Burung Garuda yang merupakan lambang Negara Indonesia. Saat itu tersadar kembali akan buku ramalan yang mengatakan bahwa beliau mempunyai karma yang sangat erat dengan Burung Garuda.

Rinpoche melakukan banyak perjalanan serta mengunjungi berbagai tempat dan daerah untuk membabarkan Dharma bagi murid-muridnya dan untuk semua makhluk. Banyak sekali dari ajaran Passang Rinpoche yang menitikberatkan pada praktik dan ajaran Bodhicitta. Bodhicitta berakar sangat kuat dalam diri Rinpoche sejak masa remajanya.

Suatu ketika sewaktu Rinpoche masih berumur 17 tahun. Saat itu dia kebetulan berada di luar vihara dan sedang bermain, tiba-tiba dia melihat seorang pelayan sebuah rumah makan sedang memotong ayam untuk dihidangkan bagi para tamunya. Dengan rasa terkejut yang sangat luar biasa, saat itu juga Rinpoche merasakan kesakitan dan penderitaan yang dirasakan oleh hewan tersebut.

Sejak saat itu Rinpoche bersumpah untuk tidak mengkonsumsi daging dan memilih menjadi vegetarian seumur hidupnya. Rinpoche berikrar akan menahan lapar sampai mati daripada memilih membunuh makhluk hidup. Semoga semua ajaran Passang Rinpoche bisa membebaskan penderitaan dari semua makhluk dan dapat memberikan kebahagiaan tertinggi untuk semua makhluk.
 

Pewarta: Komang Suparta

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018