Nusa Dua (Antaranews Bali) - Menko Kemaritiman Luhut B Pandjaitan meminta pemangku kepentingan (stakeholders) dan praktisi atau aktivis lingkungan mengatasi masalah lingkungan dengan jangan saling menyalahkan, namun lebih baik mencari jalan keluar bersama-sama.

"Setelah selama ini tidak terlalu diperhatikan, pemerintah sekarang berkomitmen untuk membenahi permasalahan yang ada, terutama di sektor lingkungan," katanya dalam keterangan tertulis dari Biro Informasi dan Hukum Kemenko Kemaritiman yang diterima Antara di Denpasar, Selasa.

Disela-sela rangkaian 'Our Ocean Conference' (OOC) di Nusa Dua, Bali, Menko Luhut melakukan serangkaian pertemuannya dengan para pemangku kepentingan lingkungan hidup dari berbagai negara sejak Senin (29/10) siang.

"Bukan hanya sawit yang kami benahi, tetapi juga mangrove yang hampir hilang 50 persen-nya, kami juga sedang menangani perbaikan persoalan rumput laut dan kehutanan. Jadi, daripada saling menyalahkan lebih baik mencari jalan keluar agar lingkungan hidup tetap terjaga," kata Menko Luhut.

Menko Luhut menjelaskan bahwa program ini dipelopori oleh Presiden Joko Widodo.  "Presiden sangat mendukung program replanting peremajaan kelapa sawit petani mandiri. Sekarang, penekanan kami adalah para petani mandiri. Kami juga memberi bantuan bibit unggul kepada petani sehingga panen mereka bisa meningkat pada kisaran 9-10 ton. Yang paling penting tidak ada lagi izin baru yang akan dikeluarkan pemerintah," katanya.

Dalam pertemuan dengan Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB (UNEP) Erik Solheim  dan Presiden WWF Internasional Pavan Sukhdev, Solheim menyampaikan apresiasi kepada Indonesia yang telah banyak melakukan pemulihan masalah-masalah lingkungan hidup seperti mangrove, sawit, hutan, dan sebagainya.

"Selamat kepada Indonesia yang telah memelopori gobal program untuk kelapa sawit dan atas leadership Indonesia dalam mengatasi berbagai persoalan lingkungan. Kami akan selalu siap membantu pemerintah Indonesia dalam menjaga keseimbangan lingkungan," kata Solheim.

Pada kesempatan itu, Sukhdev menyatakan terima kasih atas dukungan Indonesia dalam permasalahan kelapa sawit. Sukhdev juga membahas populasi orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) di wilayah Batang Toru, Sumatera Utara, orangutan yang jumlahnya kini tidak lebih dari 800 ekor.

"Kami mengkhawatirkan nasib mereka karena di area itu sedang dibangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan mereka bisa saja masuk ke wilayah pemukiman penduduk. Maka kami usul agar para orangutan ini direlokasi," ujar Sukdhev.

Solheim mengusulkan agar Indonesia membuat model seperti di Rwanda yang menyelamatkan populasi gorila nya dengan menjadikannya sebagai program wisata, sehingga masyarakat mendapat manfaat dan lapangan kerja dan para orangutan bisa diselamatkan. Energi matahari juga menjadi pembahasan dalam pertemuan ini sebagai energi alternatif.
 
Sampah jadi energi
Energi alternatif juga menjadi topik pada pertemuan Menko Luhut dengan WWF Indonesia dan Carlos Monreal pemilik perusahaan Plastic Energy Limited, Menko Luhut menyaksikan perjanjian antara kedua belah pihak dalam pengumpulan sampah dan pengolahan sampah menjadi sumber energi.

Kedua pihak bekerja untuk meningkatkan pengelolaan limbah dan mengurangi sampah laut di perairan Indonesia yang mengubah 100.000 ton sampah plastik setiap tahun dari berakhir di TPA dan lautan Indonesia pada tahun 2015.

"Kami adalah satu-satunya operator di dunia yang telah berhasil mengonversi sampah plastik  domestik  pada skala komersial dengan menggunakan proses daur ulang Thermal Anaerobic Technology (TAC). Proses ini menggunakan teknologi jejak karbon rendah yang dipatenkan yang menghasilkan bahan bakar atau minyak alternatif," kata Monreal.

Menurut Monreal, pabrik modularnya di Spanyol dapat menghasilkan sekitar 850 liter "output" untuk setiap ton plastik. Selain itu, pihaknya juga melakukan kerja sama dengan WWF Indonesia untuk mengumpulkan sampah, mengedukasi masyarakat, dan menyosialisasikan sistem ini.

Menko Luhut menyarankan untuk memulai program ini di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya untuk memastikan ketersediaan bahan bakunya yaitu sampah plastik.

Citarum dan Laut Bersih
Sementara itu, Wakil Menteri Urusan Lingkungan Hidup Global Kementerian Lingkungan Hidup Jepang Yasuo Takahashi saat menemui Menko Luhut menyampaikan proposal pembicaraan pada pertemuan ASEAN+3 (Jepang, Cina, Korea Selatan) tentang gerakan memerangi sampah plastik.

"Kami mengusulkan agar para anggota meningkatkan pengelolaan sampah plastik, melakukan gerakan masif untuk promosi, riset dan yang paling penting adalah memperkuat kerjasama regional dan internasional," ujar Takahashi.

Takahashi juga mengabarkan bahwa ia telah mengutus salah satu staf nya berkantor di Kementerian KLHK untuk memberikan asistensi di proyek pembersihan sungai Citarum. Ia mengatakan mendukung ide diturunkannya personel TNI dalam kegiatan ini untuk mendisiplinkan para pelaku industri di sepanjang sungai tersebut.

"Tetapi cara itu hanya sementara, yang terpenting adalah bagaimana mendisiplinkan mereka, dan mendorong mereka untuk membangun IPAL sehingga tidak lagi mencemari sungai," kata Menko Luhut.

Takahashi mengatakan dengan pengalaman memulihkan sungai di kota Kawasaki di Jepang, ia berharap negaranya bisa membantu pemerintah memulihkan sungai Citarum.

Selain sungai, Menko Luhut juga membahas kebersihan laut dan terumbu karang saat bertemu dengan Direktur Mars Inc, Frank Mars, yang merupakan pimpinan dari salah satu perusahaan cokelat terbesar di dunia.

Mars yang juga aktivis pemulihan terumbu karang menyambut baik upaya pemerintah dalam berbagai aksi penyelamatan laut. Pada pertemuan itu, ia mengusulkan agar di kawasan resor yang mengandalkan pantai sebagai daya tarik utamanya, pemerintah bisa meminta hotel-hotel di wilayah itu untuk membersikan laut di hadapannya.

"Hotel-hotel disini menjual matahari, pantai, ikan, dan sebagainya, jadi kalau ini semua tidak ada, maka orang tidak akan datang lagi kesini. Pantai jadi kotor, tidak bisa diving lagi. Biaya yang dikeluarkan untuk membenahi kerusakan satu hektare terumbu karang yang rusak, sekitar 100-200 ribu USD. Ini tidak terlalu berat untuk mereka (para investor) sehingga perbaikan terumbu karang bisa dilakukan dengan cepat," ujar Mars.

Menurutnya, adalah bagaimana pemerintah bisa menciptakan peraturan yang bisa dipahami oleh para investor ini untuk keuntungan jangka panjang.

"Ide yang bagus, pemerintah akan menyiapkan peraturannya untuk bisa diimplementasikan, jika memungkinkan kita bisa mulai dari kawasan resor baru di Mandalika," kata Menko Luhut. (ed)

Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018