Denpasar (Antaranews Bali) - Pejabat Eksekutif Tertinggi (Chief Executive Officer/CEO) Oceana, Andrew Sharplass mendorong semua negara di dunia untuk menjaga lingkungan laut, termasuk juga aktivitas penangkapan ikan.
"Kami berharap semua masyarakat dunia peduli dengan lingkungan laut. Sebab laut sumber semua kehidupan, salah satunya dalam memenuhi kebutuhan ikan bagi warga," kata Andrew Sharplass dalam diskusi kelautan, serangkaian "Our Ocean Conference 2018" di Nusa Dua, Bali, Minggu.
Andrew mengatakan pihaknya dalam mengembangkan dan meluncurkan "Global Fishing Watch" adalah sebuah "platform online" yang memungkinkan masyarakat menyaksikan penangkapan ikan komersial berskala global untuk pertama kalinya secara gratis dengan menjalin kemitraan bersama SkyTruth dan Google.
"Penggunaan Fishing Watch juga telah dilakukan di Indonesia. Saat ini negara Peru juga menerapkan sistem tersebut dalam upaya mengawasi dan melihat penangkapan ikan secara benar dilakukan para pengusaha penangkapan ikan, termasuk masyarakat itu sendiri," ujarnya.
Ia mengatakan dengan penerapan sistem tersebut, maka otoritas yang menangani kelautan dapat secara langsung mengawasi atau mengontrol terjadinya penangkapan ikan yang dilakukan perusahaan bersangkutan.
"Dengan menggunakan sistem 'Global Fishing Watch', maka keberadaan ikan tangkapan bisa diprediksi. Termasuk juga para perusahaan penangkap ikan menggunakan peralatan secara benar, termasuk menyeleksi ikan-ikan yang akan ditangkap tersebut," ujarnya.
Dengan sistem tersebut, kata Andrew, maka pergerakan ikan dapat dipantau pada perairan laut. Dan komitmen yang dibangun dalam Ocean adalah melakukan kampanye kepada masyarakat dunia agar menjaga lingkungan laut, yang dilakukan mulai dari masyarakat pengunungan dan perkotaan.
"Saat ini pencemaran laut berasal dari daratan. Salah satunya penggunaan kemasan plastik, sehingga sampah tersebut nantinya akan terbuang ke tempat akhir adalah laut," ucapnya.
Hal senada juga dikatakan Chief Policy Officer Oceana, Jacqueline Savitz, bahwa yang terjadi dilaut adalah tumpukan sampah plastik yang mengotori habitat laut di dunia.
"Karena semua sampah plastik sangat sulit terurai, bahkan memerlukan waktu 500 tahun hingga 1000 tahun. Ini yang terjadi sekarang di lautan. Karena itu kami mengajak perusahaan plastik untuk bersama-sama mencarikan solusi terkait limbah sampah plastik ini agar tidak sampai mencemari lingkungan laut," ujarnya.
Maka dari itu, kata dia, maka dalam kegiatan "Our Ocean Conference" kali ini melibatkan dari berbagai kalangan, pejabat pemerintah, swasta, akademisi dan penggiat lingkungan.
"Tujuan terpenting adalah komitmen untuk mencarikan jalan keluar agar sampah plastik dapat diatasi, salah satunya mendaur ulang sehingga menekan angka pencemaran dari berbahan plastik itu," katanya.
Video oleh Pande Yudha
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Kami berharap semua masyarakat dunia peduli dengan lingkungan laut. Sebab laut sumber semua kehidupan, salah satunya dalam memenuhi kebutuhan ikan bagi warga," kata Andrew Sharplass dalam diskusi kelautan, serangkaian "Our Ocean Conference 2018" di Nusa Dua, Bali, Minggu.
Andrew mengatakan pihaknya dalam mengembangkan dan meluncurkan "Global Fishing Watch" adalah sebuah "platform online" yang memungkinkan masyarakat menyaksikan penangkapan ikan komersial berskala global untuk pertama kalinya secara gratis dengan menjalin kemitraan bersama SkyTruth dan Google.
"Penggunaan Fishing Watch juga telah dilakukan di Indonesia. Saat ini negara Peru juga menerapkan sistem tersebut dalam upaya mengawasi dan melihat penangkapan ikan secara benar dilakukan para pengusaha penangkapan ikan, termasuk masyarakat itu sendiri," ujarnya.
Ia mengatakan dengan penerapan sistem tersebut, maka otoritas yang menangani kelautan dapat secara langsung mengawasi atau mengontrol terjadinya penangkapan ikan yang dilakukan perusahaan bersangkutan.
"Dengan menggunakan sistem 'Global Fishing Watch', maka keberadaan ikan tangkapan bisa diprediksi. Termasuk juga para perusahaan penangkap ikan menggunakan peralatan secara benar, termasuk menyeleksi ikan-ikan yang akan ditangkap tersebut," ujarnya.
Dengan sistem tersebut, kata Andrew, maka pergerakan ikan dapat dipantau pada perairan laut. Dan komitmen yang dibangun dalam Ocean adalah melakukan kampanye kepada masyarakat dunia agar menjaga lingkungan laut, yang dilakukan mulai dari masyarakat pengunungan dan perkotaan.
"Saat ini pencemaran laut berasal dari daratan. Salah satunya penggunaan kemasan plastik, sehingga sampah tersebut nantinya akan terbuang ke tempat akhir adalah laut," ucapnya.
Hal senada juga dikatakan Chief Policy Officer Oceana, Jacqueline Savitz, bahwa yang terjadi dilaut adalah tumpukan sampah plastik yang mengotori habitat laut di dunia.
"Karena semua sampah plastik sangat sulit terurai, bahkan memerlukan waktu 500 tahun hingga 1000 tahun. Ini yang terjadi sekarang di lautan. Karena itu kami mengajak perusahaan plastik untuk bersama-sama mencarikan solusi terkait limbah sampah plastik ini agar tidak sampai mencemari lingkungan laut," ujarnya.
Maka dari itu, kata dia, maka dalam kegiatan "Our Ocean Conference" kali ini melibatkan dari berbagai kalangan, pejabat pemerintah, swasta, akademisi dan penggiat lingkungan.
"Tujuan terpenting adalah komitmen untuk mencarikan jalan keluar agar sampah plastik dapat diatasi, salah satunya mendaur ulang sehingga menekan angka pencemaran dari berbahan plastik itu," katanya.
Video oleh Pande Yudha
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018