Denpasar (Antaranews Bali) - Garapan SMAN 1 Ubud dan SMAN 1 Kuta Utara terasa magis dan sarat akan makna dalam Gelar Seni Akhir Pekan Bali Mandara Nawanatya III karena sama-sama mengangkat rasa bakti kepada Sang Pencipta lewat alur berkarya seni di Taman Budaya Denpasar.

Keterangan pers dari SMAN 1 Ubud yang diterima Antara di Denpasar, Minggu, menyebutkan pementasan yang berlangsung pada Jumat malam sejak pukul 19.30 Wita di Kalangan Madya Mandala Taman Budaya, Denpasar ini diawali oleh penampilan dari SMAN 1 Ubud. Membawakan garapan bertajuk Mutru Langit, penonton yang hadir terbawa akan suasana khas negeri Sakura yang berpadu dengan kebudayaan Bali.

Menurut penuturan penata tari garapan SMAN 1 Ubud AA Gede Tugus Hadi Iswara Am bahwa "Mutru Langit" sendiri memang terinspirasi dari tradisi khas Jepang.  "Mutru Langit menggunakan alur dari obon atau bon odori dimana itu dikenal sebagai peringatan untuk leluhur di Jepang jadi kita membuat secara balinese, alur Jepang rasa Bali-lah," kata Gus Hadi.

Mengolaborasikan tradisi dari negeri Sakura dengan pulau dewata Bali nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Para penari SMAN 1 Ubud yang sudah akrab dengan tarian Bali harus beradaptasi dengan kebudayaan berupa pakem tarian khas Jepang.

"Butuh waktu lama bagi para penari untuk belajar, tapi mereka tetap semangat dan antusias mempelajari kebudayaan yang menurut mereka baru ini," ujar Gus Hadi.

Dalam menggarap, Gus Hadi tidak sendiri, I Wayan Diana Putra yang berperan sebagai komposer garapan dan I Putu Rudi Artana sebagai pembina tabuh.

Banyak simbol yang digunakan SMAN 1 Ubud guna memperlihatkan sisi pemujaan ala Jepang. Seperti dibuatnya lampion berwarna merah besar sebagai simbol matahari yang disakralkan masyarakat Jepang.

Tak hanya itu, penghormatan masyarakat terhadap alam, sesama manusia, dan Sang Pencipta layaknya ajaran Tri Hita Karana di Bali yang telah menjadi bagian dari kearifan lokal Bali. Dengan adanya akulturasi dalam garapan ini, sebagai pembina Gus Hadi berharap agar anak didiknya dapat memperkaya diri dengan tak hanya bekal budaya Bali, namun budaya negeri lain pun turut menjadi sarana pembekalan budaya.

Sementara itu, SMAN 1 Kuta Utara (Sakura) tampil dengan garapan bertajuk "Chandani Abimantrana" yang memiliki arti Berkah Para Dewi.

Gusti Sindunata, pembina garapan SMAN 1 Kuta Utara menuturkan simbolis wujud rasa syukur terhadap apa yang diberikan Sang Pencipta diterjemahkan melalui karya ini.

"Tuhan telah memberi banyak, baik dari hasil bumi maupun khazanah kebudayaan sebab itulah sebagai wujud syukur garapan ini tercetus," kata Sindu.

Di tengah era globalisasi, dengan adanya garapan ini Sindu ingin mengingatkan bahwa umat manusia harus selalu mengingat Tuhan baik dalam suka maupun duka. "Kalau senang jangan terlalu senang, kalau sedih jangan terlalu sedih semua itu ada alasannya," ucap Sindu . 

Berbeda dengan SMAN 1 Ubud, Sakura (SMAN 1 Kuta Utara) memiliki nuansa yang amat kental akan budaya Bali. Maklum saja, tradisi lokal memang ditekankan Sindu guna menangkis budaya Barat yang kian barbar di tengah masyarakat Bali.

Para Dewi tampak sangat cantik dan lembut dalam menarikan tariannya. Membahas tentang sujud bhakti memang tak ada habisnya, semua hal dapat tercipta apabila dilandasi dengan keyakinan dan keikhlasan. Selalu ingat akan anugrah yang maha kuasa adalah kunci ajegnya dunia. (ed)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018