Denpasar (Antaranews Bali) - Komunitas seni dari SMAN 1 Sukawati (Suksma) Kabupaten Gianyar dan komunitas seni dari SMAN 1 (Smansa) Denpasar menampilkan garapan seni yang apik dan menghibur penonton dalam ajang Bali Mandara Nawanatya III.
"Ini sebuah garapan yang ditujukan untuk mengenang kisah perjalanan budaya dan tradisi, anak muda harus tahu ini," kata I Wayan Gede Aditya Pratita selaku pembina garapan SMA 1 Sukawati dalam Gelar Seni Akhir Pekan Bali Mandara Nawanatya III, di Taman Budaya, Denpasar, dalam keterangan pers yang diterima, Senin.
Garapan megah nan kaya tradisi yang dipersembahkan SMAN 1 Sukawati ini bertajuk "Nguripining Yana" yang bermakna menghidupkan perjalanan kesenian khususnya di daerah Sukawati, Gianyar. Berupa fragmentari, SMAN 1 Sukawati memberi pesan dan mengajak masyarakat untuk melek dengan sejarah kebudayaan Bali.
"Kami menggarap ini melihat sejarah dulu, bisa dibilang riset dulu baru menerjemahkannya dalam sebuah garapan fragmentari," kata I Wayan Gede Aditya Pratita sebagai pembina garapan SUKSMA (SMAN 1 Sukawati).
Ide ini pun sejatinya bermula dari adanya sebuah rasa penasaran. "Kesenian ini semua bermula darimana? Tidak mungkin kan muncul begitu saja, jadi saya dan teman-teman penggarap lainnya memutuskan untuk mengangkat ini," ujarnya.
Fragmentari yang dipentaskan pada malam hari tepat pukul 19.30 Wita ini pun berlangsung di Kalangan Madya Mandala Taman Budaya, Denpasar. Diawali dengan kisah sejarah perkembangan seni di Sukawati yang tak terlepas dari jasa putra kedua Baginda Raja Sri Dewa Agung Anom Wirya Maharisikan yakni Sang Pangeran Sukawati Ida I Dewa Agung Made Karna.
Ia mewariskan seni kesenian seperti legong, jauk, dan barong di desa Sukawati. Dalam sebuah karya Sang Pangeran Sukawati, beliau mendalami laku bratha semadi di Pura Payogan Siwa Agung Desa Ketewel.
Kemunculan bidadari pada karya tersebut membuat lahirnya tari jauk dan diikuti dengan barong yang kini telah dikembangkan di seluruh pelosok Sukawati. Garapan ini terlihat sangat kompleks, semua unsur menyatu dengan padu hingga membentuk fragmentari yang padat dan kental akan tradisi khas Sukawati.
Beralih dari bumi seni Sukawati, Gianyar seusai SMAN 1 Sukawati pera penonton yang hadir pun turut dihibur dengan garapan Joged Melampahan dari SMAN 1 Denpasar. Layaknya joged bumbung pada umunya, SMAN 1 Denpasar berusaha menyajikan joged bumbung yang sesuai dengan pakem-pakem joged.
"Kami tampilkan kesenian joged bumbung untuk memperkenalkan bahwa joged itu mestinya begini dengan pakemnya yang sudah ada," ujar Putu Ayu Swandewi sebagai salah satu pembimbing garapan SMAN 1 Denpasar.
Keseruan tampak manakala para penari dari SMANSA (SMAN 1 Denpasar) mencari para pengibing. Raut wajah keceriaan dan kebahagiaan tak dapat disembunyikan para pengibing yang bersedia mendampingi para penari joged yang menari dengan cantik dan apik.
Konsepsi seni yang bermula dari sebuah sejarah mutlak untuk dipahami generasi masa kini. "Joged ini kan juga tari pergaulan yang bermula dari kisah para petani yang membuat joged sebagai rasa syukur," ujar Swandewi.
Sambil menyelam minum air, baik siswa-siswi SUKSMA maupun SMANSA dapat mempelajari sejarah sekaligus melestarikan budaya melalui garapan sarat makna tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Ini sebuah garapan yang ditujukan untuk mengenang kisah perjalanan budaya dan tradisi, anak muda harus tahu ini," kata I Wayan Gede Aditya Pratita selaku pembina garapan SMA 1 Sukawati dalam Gelar Seni Akhir Pekan Bali Mandara Nawanatya III, di Taman Budaya, Denpasar, dalam keterangan pers yang diterima, Senin.
Garapan megah nan kaya tradisi yang dipersembahkan SMAN 1 Sukawati ini bertajuk "Nguripining Yana" yang bermakna menghidupkan perjalanan kesenian khususnya di daerah Sukawati, Gianyar. Berupa fragmentari, SMAN 1 Sukawati memberi pesan dan mengajak masyarakat untuk melek dengan sejarah kebudayaan Bali.
"Kami menggarap ini melihat sejarah dulu, bisa dibilang riset dulu baru menerjemahkannya dalam sebuah garapan fragmentari," kata I Wayan Gede Aditya Pratita sebagai pembina garapan SUKSMA (SMAN 1 Sukawati).
Ide ini pun sejatinya bermula dari adanya sebuah rasa penasaran. "Kesenian ini semua bermula darimana? Tidak mungkin kan muncul begitu saja, jadi saya dan teman-teman penggarap lainnya memutuskan untuk mengangkat ini," ujarnya.
Fragmentari yang dipentaskan pada malam hari tepat pukul 19.30 Wita ini pun berlangsung di Kalangan Madya Mandala Taman Budaya, Denpasar. Diawali dengan kisah sejarah perkembangan seni di Sukawati yang tak terlepas dari jasa putra kedua Baginda Raja Sri Dewa Agung Anom Wirya Maharisikan yakni Sang Pangeran Sukawati Ida I Dewa Agung Made Karna.
Ia mewariskan seni kesenian seperti legong, jauk, dan barong di desa Sukawati. Dalam sebuah karya Sang Pangeran Sukawati, beliau mendalami laku bratha semadi di Pura Payogan Siwa Agung Desa Ketewel.
Kemunculan bidadari pada karya tersebut membuat lahirnya tari jauk dan diikuti dengan barong yang kini telah dikembangkan di seluruh pelosok Sukawati. Garapan ini terlihat sangat kompleks, semua unsur menyatu dengan padu hingga membentuk fragmentari yang padat dan kental akan tradisi khas Sukawati.
Beralih dari bumi seni Sukawati, Gianyar seusai SMAN 1 Sukawati pera penonton yang hadir pun turut dihibur dengan garapan Joged Melampahan dari SMAN 1 Denpasar. Layaknya joged bumbung pada umunya, SMAN 1 Denpasar berusaha menyajikan joged bumbung yang sesuai dengan pakem-pakem joged.
"Kami tampilkan kesenian joged bumbung untuk memperkenalkan bahwa joged itu mestinya begini dengan pakemnya yang sudah ada," ujar Putu Ayu Swandewi sebagai salah satu pembimbing garapan SMAN 1 Denpasar.
Keseruan tampak manakala para penari dari SMANSA (SMAN 1 Denpasar) mencari para pengibing. Raut wajah keceriaan dan kebahagiaan tak dapat disembunyikan para pengibing yang bersedia mendampingi para penari joged yang menari dengan cantik dan apik.
Konsepsi seni yang bermula dari sebuah sejarah mutlak untuk dipahami generasi masa kini. "Joged ini kan juga tari pergaulan yang bermula dari kisah para petani yang membuat joged sebagai rasa syukur," ujar Swandewi.
Sambil menyelam minum air, baik siswa-siswi SUKSMA maupun SMANSA dapat mempelajari sejarah sekaligus melestarikan budaya melalui garapan sarat makna tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018