Singaraja (Antaranews Bali) - Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, Bali, bersama Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) berusaha melestarikan padi beras merah khas Buleleng dengan melakukan penelitian dan pengembangan padi beras merah di Desa Munduk dan Gobleg, Kecamatan Banjar.

"Selain tetap ditanam masyarakat setempat, kami bekerja sama dengan Batan untuk meneliti dan menyempurnakan benih beras merah khas Buleleng," kata Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Buleleng, I Gede Suadnyana, di Singaraja, Buleleng, Bali, Jumat.

Ia mengatakan penelitian benih beras merah itu dilakukan secara serius agar padi itu bisa menjadi benih beras merah yang tetap berkualitas, sekaligus umur tanam dan masa panennya menjadi lebih singkat dari sebelumnya.

"Jika waktu yang dibutuhkan dari menanam hingga panen itu menjadi lebih singkat, maka komoditas beras merah khas Buleleng ini dapat dikembangkan pada sejumlah subak lain di luar Munduk dan Gobleg," katanya.

Hingga kini, luas tanaman padi beras merah masih tersisa 40 hektare di Desa Munduk dan Gobleg. Padi beras merah dari dua desa itu memiliki aroma dan rasa yang khas, namun tidak banyak petani yang mau mengembangkannya, padahal nilai jual beras itu lebih tinggi dari beras biasa.

"Padi jenis itu tidak banyak dikembangkan karena masa tanam hingga panennya cukup panjang, yakni memerlukan waktu enam bulan," katanya.

Untuk itu, penelitian benih itu diharapkan akan menemukan cara yang baik agar usia padi itu bisa menjadi lebih singkat. Jika semula petani hanya dapat menanam sekali dalam setahun, nanti bisa ditanam sebanyak dua kali atau lebih dalam setahun tanpa mengurangi keunggulan varietas padi.

"Penelitian benih oleh Batan itu sudah berjalan sejak setahun yang lalu. Jika penelitian benih oleh Batan ini berhasil, maka kami dari Dinas Pertanian akan segera membentuk demplot-demplot padi beras merah pada sejumlah subak di Buleleng," katanya.

Secara terpisah, seorang warga Munduk, Putu Ardana, mengatakan budidaya padi beras merah di Desa Munduk tetap bertahan karena padi beras merah masih digunakan sebagai sarana dalam upacara adat di desa itu. Meski begitu, produksi beras merah di desa itu juga dipasarkan dengan harga yang cukup tinggi.

Proses pemeliharaan dan proses panen padi beras merah itu masih sangat tradisional. Misalnya panen masih menggunakan alat-alat pemotong padi zaman dulu yang disebut "anggapan" tanpa menggunakan mesin. Setelah dipanen pun, tanaman padi tidak langsung dirontokkan seperti proses panen padi secara umum. Tetapi segenggam padi dikumpulkan dan diikat dan disimpan di lumbung.

"Padi baru boleh diproses menjadi beras setelah dilakukan upacara ngusaba nini, ucapara sebagai bentuk dari rasa syukur kepada Dewi Kesuburan," katanya. (WDY)

Pewarta: Made Adnyana

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018