Surabaya (Antaranews Bali) - Kepala Staf Kepresidenan yang juga Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Moeldoko, menjelaskan tentang polemik impor beras yang terkesan ada perseteruan antara Bulog dan Kementerian Perdagangan, sehingga ia mengimbau kebijakan impor beras tak perlu diributkan.
"Kaki saya satu di HKTI, satu di pemerintah. Saya harus berani menjelaskan, khususnya kepada petani, kalau kebutuhan nasional memang masih diperlukan, kita harus impor agar harga beras bisa terjaga dengan baik," katanya kepada wartawan di Surabaya, Jawa Timur, Kamis malam.
Dia menjelaskan perlu tidaknya impor beras memang selalu disesuaikan dengan ketersediaan kondisi riil di Perum Bulog. "Kondisinya bisa dihitung dari jumlah panen setiap bulannya," ujarnya.
Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) itu menggambarkan saat ini panen selalu terjadi secara merata di seluruh Indonesia hampir tiap bulan.
"Sudah terjadi perubahan pola. Kalau dulu ada panen raya, sehingga kalau dibuat kurva tergambar naik turun. Sekarang kurvanya relatif sama karena karena hampir setiap bulan selalu panen," katanya, menggambarkan.
Pertanyaannya, dari hasil panen yang terjadi merata di seluruh Indonesia hampir setiap bulan itu, apakah ketersediaannya cukup untuk kebutuhan nasional? Menurut dia, jawabannya adalah tergantung dari jumlah cadangan yang tersedia.
"Kalau cadangannya turun berarti memang harus impor karena kebutuhan nasional kita cukup besar," ucapnya.
Moeldoko lebih lanjut berpendapat perdebatan yang terjadi saat ini antara Dirut Bulog Budi Waseso dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita terkait kebijakan impor beras ini tidak perlu diributkan lebih panjang lagi karena masing-masing punya kepentingan.
Dia mencontohkan petani punya kepentingan agar tidak perlu dilakukan impor beras. Di sisi lain, kalau impor beras tidak dilakukan, harga di pasaran jadi meningkat dan itu menjadi dilema karena merupakan konsumsi utama bagi masyarakat Indonesia.
"Di sinilah peran pemerintah adalah harus menjaga keseimbangan. Karena kalau harga beras melambung angka kemiskinan di Indonesia bisa menjadi bertambah," ucapnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Kaki saya satu di HKTI, satu di pemerintah. Saya harus berani menjelaskan, khususnya kepada petani, kalau kebutuhan nasional memang masih diperlukan, kita harus impor agar harga beras bisa terjaga dengan baik," katanya kepada wartawan di Surabaya, Jawa Timur, Kamis malam.
Dia menjelaskan perlu tidaknya impor beras memang selalu disesuaikan dengan ketersediaan kondisi riil di Perum Bulog. "Kondisinya bisa dihitung dari jumlah panen setiap bulannya," ujarnya.
Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) itu menggambarkan saat ini panen selalu terjadi secara merata di seluruh Indonesia hampir tiap bulan.
"Sudah terjadi perubahan pola. Kalau dulu ada panen raya, sehingga kalau dibuat kurva tergambar naik turun. Sekarang kurvanya relatif sama karena karena hampir setiap bulan selalu panen," katanya, menggambarkan.
Pertanyaannya, dari hasil panen yang terjadi merata di seluruh Indonesia hampir setiap bulan itu, apakah ketersediaannya cukup untuk kebutuhan nasional? Menurut dia, jawabannya adalah tergantung dari jumlah cadangan yang tersedia.
"Kalau cadangannya turun berarti memang harus impor karena kebutuhan nasional kita cukup besar," ucapnya.
Moeldoko lebih lanjut berpendapat perdebatan yang terjadi saat ini antara Dirut Bulog Budi Waseso dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita terkait kebijakan impor beras ini tidak perlu diributkan lebih panjang lagi karena masing-masing punya kepentingan.
Dia mencontohkan petani punya kepentingan agar tidak perlu dilakukan impor beras. Di sisi lain, kalau impor beras tidak dilakukan, harga di pasaran jadi meningkat dan itu menjadi dilema karena merupakan konsumsi utama bagi masyarakat Indonesia.
"Di sinilah peran pemerintah adalah harus menjaga keseimbangan. Karena kalau harga beras melambung angka kemiskinan di Indonesia bisa menjadi bertambah," ucapnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018