Jakarta (Antaranews Bali) - Hasil evaluasi Kementerian ESDM terhadap penerimaan negara di subsektor minyak dan gas Bumi yang menunjukkan torehan angka positif pada semester pertama 2018, menjadi salah satu dasar bagi pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM.

Hal ini juga ditegaskan Menteri ESDM, Ignasius Jonan, dalam bincang dengan media di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (4/9). "Pemerintah tidak merencanakan kenaikan harga BBM dalam waktu dekat," ujarnya, menanggapi "hoax" kenaikan BBM yang beredar pada media sosial pada Selasa (4/9).

Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, "Untuk semester pertama 2018 angka penerimaan negara dari migas ini mencapai 6,57 miliar dolar AS, tahun lalu pada periode yang sama angkanya 4,68 miliar dolar AS. Nilainya naik 1,89 miliar dolar AS atau sekitar Rp 28 triliun."

Di sisi lain, kata dia, subsidi BBM jenis solar yang digelontorkan Pemerintah tahun ini ditambah Rp 1.500 per liter, dari sebelumnya Rp 500 di 2017 menjadi Rp 2.000 per liter di 2018.

"Realisasi penyaluran solar pada semester I 2018 ini sebesar 7,2 juta kl (kiloliter), dikalikan tambahan subsidi Rp 1.500 menjadi sekitar Rp 10,8 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan peningkatan penerimaan negara yang kita punya di semester 1 ini (Rp 28 triliun)," kata dia.

"Bahkan Rp 28 triliun tersebut sudah bisa menutup beban tambahan subsidi sampai akhir tahun 2018, dimana kuota solar total mencapai 14,5 KL," katanya.

Ia optimis, tren neraca migas yang menunjukkan sinyal positif di semester pertama 2018 ini juga masih akan berlanjut di semester kedua 2018. "Melihat ini semua apakah perlu (harga) BBM naik? Saya pikir tidak," kata dia.

Selain itu, dalam rangka menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo untuk mengendalikan impor dan memperkuat devisa, Kementerian ESDM juga telah menetapkan kebijakan strategis mulai dari penataan ulang proyek ketenagalistrikan, penerapan perluasan mandatori B20, meningkatkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri), hingga kebijakan hasil ekspor sumber daya alam untuk penguatan devisa nasional.

"Kami harap semua pihak dapat mendukung kebijakan Pemerintah demi melindungi bangsa dan rakyat Indonesia," kata dia.


Dolar Rp14.880
Dalam waktu yang hampir bersamaan, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi bergerak terapresiasi sebesar 48 poin menjadi Rp14.880 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.928 per dolar AS, meski dikabarkan sudah menembus lebih dari Rp15.000.

Ekonom Samuel Sekuritas, Ahmad Mikail, di Jakarta, Kamis, mengatakan mata uang dolar AS bergerak melemah terhadap beberapa mata uang dunia seperti euro dan poundsterling menyusul pernyataan Presiden The Fed St. Louis James Bullard bahwa The Fed harus menghentikan kenaikan tingkat suku bunga.

"Risiko perang dagang dan data ekonomi yang belum cukup kuat menjadi salah satu alasan bagi pejabat The Fed itu untuk menghentikan kenaikan suku bunga," paparnya.

Di tengah situasi itu, lanjut dia, mata uang rupiah diuntungkan. Namun, masih adanya risiko yang tinggi bagi mata uang negara-negara berkembang akibat krisis keuangan yang terjadi Argentina, Turki, dan Afrika Selatan dapat menahan apresiasi rupiah.

Analis Valbury Asia Futures, Lukman Leong mengatakan pelaku pasar uang masih dibayangi sentimen negatif eksternal sehingga pergerakan positif rupiah diperkirakan masih cenderung terbatas.

"Prospek jangka pendek, mata uang negara berkembang masih negatif karena sentimen perang dagang," katanya.

Ia mengharapkan prospek makro ekonomi Indonesia yang masih kuat dapat mendorong investor kembali masuk untuk mengakumulasi aset berdenominasi rupiah. (WDY)

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018