Gianyar (Antaranews Bali) - Tim dari Institut Seni Indonesia Denpasar berhasil merekonstruksi Joged Pingitan yang pada zaman dahulu biasa ditarikan di Pura Taman Limut, Pengosekan, Kabupaten Gianyar, namun sempat mengalami kendala regenerasi penari dan penabuh.

"Rekonstruksi sebagai upaya sistematis dalam menghidupkan kembali kesenian langka, memang secara konsisten kami lakukan. Secara kelembagaan, setiap tahun dalam dua skema, yaitu seni rupa dan seni pertunjukan," kata Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha disela-sela pementasan hasi rekonstruksi Joged Pingitan yang bersamaan dengan ritual piodalan di pura tersebut, di Gianyar, Kamis malam.

Menurut Prof Arya, rekonstruksi kesenian juga menjadi kegiatan unggulan ISI Denpasar dalam bidang pengabdian masyarakat, yang tiap tahun digulirkan untuk dua kabupaten.

"Rekonstruksi juga sudah dilakukan sejak ISI Denpasar berdiri dan intensif terprogram dalam 10 tahun terakhir," ujar guru besar bidang seni dan budaya itu.

Terkait  rekonstruksi Joged Pingitan di Pura Taman Limut, Pengosekan, Ubud, Gianyar memerlukan waktu sekitar tiga bulan oleh tim rekonstruksi Lembaga Penelitian, Pengabdian, dan Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) ISI Denpasar, sehingga berhasil menghidupkan kembali tiga tema yaitu "bapang, lasem, dan calonarang".

Sementara itu, Koordinator Pusat Pengabdian Masyarakat LP2MPP ISI Denpasar Dr I Ketut Muka menambahkan, untuk tahun 2018, rekontruksi seni pertunjukan tersebut diharapkan dapat mengidupkan kembali Joged Pingitan, yang telah lama kehilangan regenerasi, baik penari dan penabuh.

Pihaknya menggandeng dua narasumber lokal, yakni Nyoman Warsa dan Dewa Putra, bersama empat instruktur (dosen karawitan dan tari), yakni I Nyoman Windha MFA, I Ketut Parta MSi, Ni Nyoman Kasih MSn, dan I Gusti Ngurah Sueka MSi. Rekonstruksi telah dimulai sejak 11 Mei 2018 lalu, dilakukan dengan 17 kali pertemuan.

"Mereka melakukan riset pendahuluan, kemudian merekonstruksi tiga tema Joged Pingitan khas Pengosekan, yakni bapang, lasem, dan calonarang. Rekonstruksi ini melibatkan 19 penabuh, dan 15 penari," ujar Doktor Kajian Budaya tersebut.

Masyarakat "pangempon" Pura Taman Limut pun sangat antusias mengikuti proses rekonstruksi, yang setiap pertemuan dilakukan selama tiga jam, dua kali dalam seminggu.

Ketua LP2MPP ISI Denpasar, Dr I Wayan Kun Adnyana mengatakan pemilihan rekonstruksi Joged Pingitan, dilakukan untuk menjaga taksu langgam Joged sakral yang berhubungan dengan kegiatan ritual suci.

"Joged Pingitan Pura Taman Limut, keberadaannya sangat berhubungan dengan rangkaian piodalan pura setempat. Cuma kelangsungannya terkendala regenerasi penari dan penabuh," katanya.

Oleh karena itu, LP2MPP ISI Denpasar melalui pusat pengabdian, berinisiatif untuk menghidupkan kembali pakem Joged yang sebelumnya pernah ada, dengan menggali sumber-sumber lisan para narasumber.

Pementasan hasil rekonstruksi dilakukan serangkaian "piodalan" pura yang jatuh pada Buda (Rabu) Wage Menail pada 22 Agustus 2018.

"Pada konteks makro perkembangan Joged, rekonstruksi ini sebagai sandingan dan jawaban bahwa Joged tidak selamanya sekuler dan cenderung diremehkan sebagai pertunjukan seronok," katanya.

Sementara itu, Kelian Pura Taman Limut, Pengosekan I Nyoman Narda berterimakasih kepada LP2MPP ISI Denpasar atas terselenggaranya kegiatan rekonstruksi Joged Pingitan ini.

Pihaknya berkomitmen akan menjaga kelestarian seni pertunjukan sakral ini untuk menjadi bagian utuh dari rangkaian kegiatan ritual di Pura Taman, Limut.

Selain rekonstruksi seni pertunjukan Joged Pingitan, LP2MPP ISI Denpasar juga melakukan rekonstruksi bidang seni rupa, yang berupa rekonstruksi seni lukis dulang. Rekonstruksi seni rupa ini dilangsungkan di Desa Kedui, Tembuku, Bangli, yang juga dilangsungkan selama tiga bulan.*

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018