Denpasar (Antaranews Bali) - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali, menghukum terdakwa Muhamad Yamin Yanuar (19) dan Komang Yudhi Hendrawan (20) masing-masing delapan tahun penjara, karena terbukti melakukan pemerkosaan terhadap bocah berinisial Melati (15).
 
"Kedua terdakwa bersalah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1," kata Ketua Majelis Hakim Ida Ayu Nyoman Adnya Dewi di Denpasar, Senin.

Dalam sidang itu, hakim juga menjerat kedua terdakwa untuk membayar denda masing-masing 1 miliar, subsider tiga bulan kurungan penjara. Vonis hakim tersebut, lebih ringan dari tuntutan Jaksa dalam sidang sebelumnya, yang menuntut kedua terdakwa selama sepuluh tahun penjara dan denda Rp1 miliar, subsider enam bulan kurungan.

Hakim menilai perbuata terdakwa terbukti menyetubuhi Melati pada 6 Februari 2018, Pukul 17.00 Wita di rumah teman kedua terdakwa Irfan Alex Saputra (sebagai saksi), yang berlaku di Kawasan Sesetan, Denpasar Selatan.

Aksi bejat kedua terdakwa melakukan pemerkosaan terhadap korban bersama tiga rekannya yang disidangkan dalam berkas terpisah.

Penggelapan sertifikat
Sementara itu, majelis hakim di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, juga menyidangkan terdakwa Iwan Darmadi Wangsa (62), yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum menguasai sertifikat hak milik (SHM) tanah milik korban I Wayan Sudina (almarhum) atau "penggelapan" sertifikat yang mengakibatkan ahli warisnya mengalami kerugian Rp20 miliar.

"Perbuatan terdakwa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang satu unit sertifikat hak milik Nomor 841 Desa Lukluk atas sebidang tanah milik Wayan Sudina (almarhum) atau ahli warisnya Tri Wahyuni Sudina (istri Wayan Sudina)," kata Jaksa Penuntut Umum I Dewa Gede Anom, di PN Denpasar.

Perbuatan terdakwa berawal dari adanya transaksi jual beli antara terdakwa selaku pemilik tanah seluas 4.250 meter persegi kepada Wayan Sudiana yang selaku pembeli tanah dengan harga Rp7 miliar pada 8 Juli 2014.

Antara terdakwa dan korban (Sudina) sudah dibuatkan akta perjanjian jual beli Nomor 114 Tahun 2014, pada 17 Juli 2014 dari atas nama Iwan Darmadi kepada I Wayan Sudina, sehingga terbitlah sertifikat hak milik Nomor 841/Desa Lukluk atas nama Wayan Sudina.

Singkat cerita, berselang beberapa lama kemudian, terdakwa menyampaikan kepada Wayan Sudina (korban) bahwa ada calon pembeli tanah korban dengan harga tinggi, sehingga terdakwa meminjam kembali sertifikat tanah itu untuk meyakinkan kepada calon pembeli itu. Namun, dalam pelaksanaannya hingga 8 Januari 2016 tidak ada kepastian dari terdakwa kepada korban atau ahli waris (Tri Wahyuni Sudina) apakah tanah milik Wayan Sudina sudah laku terjual atau tidak. (*)

Pewarta: I Made Surya Wirantara Putra

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018