Nusa Dua (Antaranews Bali) - Bank Indonesia mengoptimalkan pemanfaatan "big data" dalam melakukan perumusan kebijakan yang diharapkan mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
"Dengan memanfaatkan `big data` kami bisa lebih cepat, akurat dan tepat untuk prediktif atau daya prediksi," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto usai membuka seminar internasional terkait "big data" di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Menurut dia, sekitar 30 persen bank sentral di dunia memanfaatkan "big data" termasuk Bank Indonesia karena memudahkan bank sentral dalam melakukan perumusan kebijakan.
Perumusan kebijakan itu di antaranya analisis moneter, makroprudensial dan stabilitas sistem keuangan serta menciptakan kebutuhan informasi dan riset baru.
Erwin menyebutkan beberapa manfaat lain yang diperoleh bank sentral dalam pemanfaatan "big data" di antaranya adanya indikator baru yang lebih cepat dan lebih sering dan pemetaan keterkaitan antarpelaku keuangan melalui analisis jaringan untuk memitigasi risiko sistemik sistem kenangan.
Selain itu adanya indikator terkait perilaku ekonomi melalui analisis dan pembelajaran data transaksional dan data tidak terstruktur seperti pemberitaan dan media sosial.
"Kami juga bisa memantau ekspektasi dan persepsi publik atas kebijakan BI secara lebih akurat," katanya.
Meski demikian tantangan utama pemanfaatan "big data" di bank sentral di antaranya eksplorasi data besar itu memerlukan proses yang kompleks, belum adanya tata kelola yang jelas serta waktu, biaya dan sumber daya manusia yang terbatas dalam pengembangannya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI Yati Kurniati mengatakan pihaknya telah menginisiasi pemanfaatan "big data" itu pada Oktober 2014 karena dapat memperkuat proses perumusan kebijakan di BI.
BI, kata dia, telah melaksanakan sejumlah proyek percontohan pemanfaatan "big data" yang menghasilkan indikator baru yang dapat mendukung proses perumusan kebijakan bank sentral.
Indikator itu, lanjut dia, di antaranya lowongan pekerjaan, pasar properti, identifikasi struktur keterkaitan pelaku dalam sistem pembayaran dan persepsi masyarakat.
"Hasil analisis secara periodik kami sampaikan dan paparkan misalnya kepada pelaku `ecommerce` atau properti, sehingga mereka juga bisa berbagi pengalaman dan pengetahuan untuk menentukan langkah selanjutnya," ucapnya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Dengan memanfaatkan `big data` kami bisa lebih cepat, akurat dan tepat untuk prediktif atau daya prediksi," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto usai membuka seminar internasional terkait "big data" di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Menurut dia, sekitar 30 persen bank sentral di dunia memanfaatkan "big data" termasuk Bank Indonesia karena memudahkan bank sentral dalam melakukan perumusan kebijakan.
Perumusan kebijakan itu di antaranya analisis moneter, makroprudensial dan stabilitas sistem keuangan serta menciptakan kebutuhan informasi dan riset baru.
Erwin menyebutkan beberapa manfaat lain yang diperoleh bank sentral dalam pemanfaatan "big data" di antaranya adanya indikator baru yang lebih cepat dan lebih sering dan pemetaan keterkaitan antarpelaku keuangan melalui analisis jaringan untuk memitigasi risiko sistemik sistem kenangan.
Selain itu adanya indikator terkait perilaku ekonomi melalui analisis dan pembelajaran data transaksional dan data tidak terstruktur seperti pemberitaan dan media sosial.
"Kami juga bisa memantau ekspektasi dan persepsi publik atas kebijakan BI secara lebih akurat," katanya.
Meski demikian tantangan utama pemanfaatan "big data" di bank sentral di antaranya eksplorasi data besar itu memerlukan proses yang kompleks, belum adanya tata kelola yang jelas serta waktu, biaya dan sumber daya manusia yang terbatas dalam pengembangannya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI Yati Kurniati mengatakan pihaknya telah menginisiasi pemanfaatan "big data" itu pada Oktober 2014 karena dapat memperkuat proses perumusan kebijakan di BI.
BI, kata dia, telah melaksanakan sejumlah proyek percontohan pemanfaatan "big data" yang menghasilkan indikator baru yang dapat mendukung proses perumusan kebijakan bank sentral.
Indikator itu, lanjut dia, di antaranya lowongan pekerjaan, pasar properti, identifikasi struktur keterkaitan pelaku dalam sistem pembayaran dan persepsi masyarakat.
"Hasil analisis secara periodik kami sampaikan dan paparkan misalnya kepada pelaku `ecommerce` atau properti, sehingga mereka juga bisa berbagi pengalaman dan pengetahuan untuk menentukan langkah selanjutnya," ucapnya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018