Denpasar (Antaranews Bali) - Jaksa Penuntut Umum Kejari Denpasar, menuntut hukuman enam bulan dengan masa percobaan satu tahun terhadap Profesor Dr I Ketut Widnya, karena melakukan tindak pemalsuan surat.
Jaksa Penuntut Umum Putu Gede Darmawan di PN Denpasar, Selasa itu menyatakan terdakwa yang bertugas di Direktorat Jenderal Bimas Hindu Kementerian Agama bersalah melanggar Pasal 263 Ayat 1 KUHP.
"Terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat sehingga dituntut hukuman enam bulan dengan masa percobaan satu tahun," kata JPU dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto itu.
Menurut jaksa, tidak ada hal yang memberatkan untuk terdakwa, karena terdakwa mulanya bermaksud baik mengakhiri kericuhan di Desa Adat Serangan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa kooperatif selama persidangan dan terdakwa adalah guru besar yang ilmunya masih dibutuhkan dalam dunia pendidikan.
Kasus ini mencuat bermula saat saksi Made Mudana Wiguna yang menjabat sebagai Jro Gede Bendesa Pekraman Serangan 2008-2013 habis masa jabatannya. Namun, berdasarkan Parum IV Desa Pakraman Serangan tertanggal 27 Mei 2013 Nomor 01/KPTS-SD/V/2013PW, Made Mudana Wiguna kembali dikukuhkan sebagai Jro Gede Bendesa Pekraman Serangan periode 2013-2018.
Selanjutnya, terdakwa selaku Ketua Kerta Desa Pekraman Serangan yang masih aktif, pada 24 Februari 2014 bertempat di rumahnya di Kabupaten Gianyar, membuat surat tentang laporan pemilihan Bendesa Pekaraman Serangan yang ditujukan kepada Majelis Madya Desa Pekraman dan Majelis Adat Desa Pekraman.
Isi surat tersebut antara lain semua anggota banjar Desa Pekraman Serangan setuju dilaksanakan pemilihan Bendesa Pekraman Serangan dilakukan secara langsung sesuai dengan "Pawos 11 awig-awig" Desa Pekraman, Serangan.
Namun faktanya, dari enam banjar yang ada di Desa Pekraman Serangan, hanya empat di antaranya yakni, Banjar Kaja, Banjar Kawan, Banjar Dukuh dan Banjar Peken tidak setuju atau menolak dilakukan pemilihan Bendesa Pekraman.
Dengan adanya surat yang dibuat terdakwa per tanggal 24 Februari 2014 tersebut dijadikan pedoman untuk melakukan pemilihan Bendesa Pekraman Serangan pada 9 Mei 2014 dan I Made Sedana terpilih sebagai Bendesa Pekraman Serangan.
Atas perbuatan terdakwa yang nemeribitkan surat, yang diantaranya berisikan bahwa semua anggota banjar Desa Pekraman Serangan setuju dilaksanakan pemilihan Bendesa Pekraman Serangan dilakukan secara langsung, padahal ada empat banjar yang menolak itu mengakibatkan Made Mudana Wiguna kehilangan jabatanya.
Berdasarkan Perum IV Desa Pekraman Serangan Nomor 01/KPTS-SD/V/2013PW , sudah jelas bahwa Made Mudana Wiguna Mudana adalah Bendesa Pekraman Serangan 2013-2018.
Kemudian, tiga orang Kelian Banjar dihadirkan sebagai saksi di PN Denpasar. Di muka sidang ketiga saksi masing-masing Nyoman Netra (Klian Banjar Kawan), Nyoman Asa (Klian Banjar Dukuh) dan Made Reti (Klian Banjar Peken).
Para saksi ini mengatakan, pihaknya tidak pernah menyatakan pesetujuan untuk dilakukan pemilihan Bendesa Pekraman Serangan sebagaimana yang tercantum dalam surat yang dibuat terdakwa pda 24 Februart 2014.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Jaksa Penuntut Umum Putu Gede Darmawan di PN Denpasar, Selasa itu menyatakan terdakwa yang bertugas di Direktorat Jenderal Bimas Hindu Kementerian Agama bersalah melanggar Pasal 263 Ayat 1 KUHP.
"Terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat sehingga dituntut hukuman enam bulan dengan masa percobaan satu tahun," kata JPU dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto itu.
Menurut jaksa, tidak ada hal yang memberatkan untuk terdakwa, karena terdakwa mulanya bermaksud baik mengakhiri kericuhan di Desa Adat Serangan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa kooperatif selama persidangan dan terdakwa adalah guru besar yang ilmunya masih dibutuhkan dalam dunia pendidikan.
Kasus ini mencuat bermula saat saksi Made Mudana Wiguna yang menjabat sebagai Jro Gede Bendesa Pekraman Serangan 2008-2013 habis masa jabatannya. Namun, berdasarkan Parum IV Desa Pakraman Serangan tertanggal 27 Mei 2013 Nomor 01/KPTS-SD/V/2013PW, Made Mudana Wiguna kembali dikukuhkan sebagai Jro Gede Bendesa Pekraman Serangan periode 2013-2018.
Selanjutnya, terdakwa selaku Ketua Kerta Desa Pekraman Serangan yang masih aktif, pada 24 Februari 2014 bertempat di rumahnya di Kabupaten Gianyar, membuat surat tentang laporan pemilihan Bendesa Pekaraman Serangan yang ditujukan kepada Majelis Madya Desa Pekraman dan Majelis Adat Desa Pekraman.
Isi surat tersebut antara lain semua anggota banjar Desa Pekraman Serangan setuju dilaksanakan pemilihan Bendesa Pekraman Serangan dilakukan secara langsung sesuai dengan "Pawos 11 awig-awig" Desa Pekraman, Serangan.
Namun faktanya, dari enam banjar yang ada di Desa Pekraman Serangan, hanya empat di antaranya yakni, Banjar Kaja, Banjar Kawan, Banjar Dukuh dan Banjar Peken tidak setuju atau menolak dilakukan pemilihan Bendesa Pekraman.
Dengan adanya surat yang dibuat terdakwa per tanggal 24 Februari 2014 tersebut dijadikan pedoman untuk melakukan pemilihan Bendesa Pekraman Serangan pada 9 Mei 2014 dan I Made Sedana terpilih sebagai Bendesa Pekraman Serangan.
Atas perbuatan terdakwa yang nemeribitkan surat, yang diantaranya berisikan bahwa semua anggota banjar Desa Pekraman Serangan setuju dilaksanakan pemilihan Bendesa Pekraman Serangan dilakukan secara langsung, padahal ada empat banjar yang menolak itu mengakibatkan Made Mudana Wiguna kehilangan jabatanya.
Berdasarkan Perum IV Desa Pekraman Serangan Nomor 01/KPTS-SD/V/2013PW , sudah jelas bahwa Made Mudana Wiguna Mudana adalah Bendesa Pekraman Serangan 2013-2018.
Kemudian, tiga orang Kelian Banjar dihadirkan sebagai saksi di PN Denpasar. Di muka sidang ketiga saksi masing-masing Nyoman Netra (Klian Banjar Kawan), Nyoman Asa (Klian Banjar Dukuh) dan Made Reti (Klian Banjar Peken).
Para saksi ini mengatakan, pihaknya tidak pernah menyatakan pesetujuan untuk dilakukan pemilihan Bendesa Pekraman Serangan sebagaimana yang tercantum dalam surat yang dibuat terdakwa pda 24 Februart 2014.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018