Tabanan (Antaranews Bali) - Ratusan umat Hindu yang tinggal di wilayah Banjar Bongan Gede, Desa Bongan, Kabupaten Tabanan, Bali, merayakan Hari Raya Kuningan dengan menggelar tradisi Mesuryak.
"Tradisi Mesuryak ini merupakan tradisi yang turun temurun digelar oleh warga Desa Bongan Gede Tabanan dan digelar secara rutin setiap Hari Raya Kuningan," ujar Kelian Adat (Kepala Lingkungan) Banjar Bongan Gede, I Nyoman Parwata, di banjar setempat, Sabtu.
Nyoman Parwata menjelaskan, dalam tradisi tersebut, ratusan masyarakat yang didominasi oleh pemuda desa saling berebut uang yang dilempar oleh warga lain di halaman rumah atau di sepanjang ruas jalan Banjar Bongan Gede.?
"Makna dari tradisi ini adalah untuk memberi bekal sekaligus sebagai ungkapan salam perpisahan secara simbolis dengan roh para leluhur sebelum kembali ke alamnya," katanya.
Pada zaman dahulu, Mesuryak menggunakan simbolis bekal kepada roh leluhur dengan menggunakan uang kepeng kuno.
"Namun karena sekarang zamannya sudah berbeda, warga kami membagikan uang dalam bentuk uang kertas dengan berbagai nominal dan mata uang," kata Nyoman Parwata.?
Ia menambahkan, sekitar 90 persen warga di kawasan tersebut mengikuti tradisi Mesuryak dengan membagikan uang. Menurutnya, seluruh uang yang dibagikan diberikan secara ikhlas oleh warga atau disebut dengan dana punia.
"Meskipun tradisi Mesuryak terus dilakukan secara rutin, namun tradisi ini tidak memberi pengaruh secara ekonomi dan warga yang memberikan dana punia tidak ada yang jatuh miskin," ujarnya.?
Sebelum membagikan uang kepada warga dalam tradisi Mesuryak. Pemilik rumah terlebih dahulu melakukan persembahyangan di Pura Keluarga dan Pura Desa dengan dipimpin oleh sejumlah pemuka agama.
Setelah itu, warga pemberi uang secara bergiliran saling melempar uang kertas pecahan Rp2 ribu hingga Rp100 ribu di depan pintu rumah mereka.
Tidak hanya uang dalam mata uang rupiah, sejumlah warga juga tampak melemparkan uang dengan mata uang dolar Amerika.
Ketika uang dilemparkan, para pemuda desa yang sebelumnya telah bersiap langsung berebut uang tersebut. Tidak jarang para pemuda tersebut terjatuh akibat saling dorong ketika berebut.
Wisnu Arta Wijaya, pemuda yang ikut berebut uang mengaku, meskipun harus saling dorong dan bahkan terkadang berbenturan dengan pemuda yang lain, dirinya mengaku sama sekali tidak emosi.
"Tradisi Mesuryak ini justru dapat semakin mempererat rasa persaudaraan kami. Saling dorong itu sudah biasa, tidak sakit dan tidak ada yang marah, malah saya dan teman-teman bisa saling bercanda," ujarnya.
Setiap kali mengikuti tradisi Mesuryak, Wisnu mengaku dirinya bisa mendapatkan uang hingga sejumlah Rp400 ribu.
"Saya ikut tradisi Mesuryak ini sudah puluhan kali. Bukan jumlah uangnya yang saya cari, tapi rasa kebersamaan bersama teman-teman yang paling penting," ujar Wisnu. (ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Tradisi Mesuryak ini merupakan tradisi yang turun temurun digelar oleh warga Desa Bongan Gede Tabanan dan digelar secara rutin setiap Hari Raya Kuningan," ujar Kelian Adat (Kepala Lingkungan) Banjar Bongan Gede, I Nyoman Parwata, di banjar setempat, Sabtu.
Nyoman Parwata menjelaskan, dalam tradisi tersebut, ratusan masyarakat yang didominasi oleh pemuda desa saling berebut uang yang dilempar oleh warga lain di halaman rumah atau di sepanjang ruas jalan Banjar Bongan Gede.?
"Makna dari tradisi ini adalah untuk memberi bekal sekaligus sebagai ungkapan salam perpisahan secara simbolis dengan roh para leluhur sebelum kembali ke alamnya," katanya.
Pada zaman dahulu, Mesuryak menggunakan simbolis bekal kepada roh leluhur dengan menggunakan uang kepeng kuno.
"Namun karena sekarang zamannya sudah berbeda, warga kami membagikan uang dalam bentuk uang kertas dengan berbagai nominal dan mata uang," kata Nyoman Parwata.?
Ia menambahkan, sekitar 90 persen warga di kawasan tersebut mengikuti tradisi Mesuryak dengan membagikan uang. Menurutnya, seluruh uang yang dibagikan diberikan secara ikhlas oleh warga atau disebut dengan dana punia.
"Meskipun tradisi Mesuryak terus dilakukan secara rutin, namun tradisi ini tidak memberi pengaruh secara ekonomi dan warga yang memberikan dana punia tidak ada yang jatuh miskin," ujarnya.?
Sebelum membagikan uang kepada warga dalam tradisi Mesuryak. Pemilik rumah terlebih dahulu melakukan persembahyangan di Pura Keluarga dan Pura Desa dengan dipimpin oleh sejumlah pemuka agama.
Setelah itu, warga pemberi uang secara bergiliran saling melempar uang kertas pecahan Rp2 ribu hingga Rp100 ribu di depan pintu rumah mereka.
Tidak hanya uang dalam mata uang rupiah, sejumlah warga juga tampak melemparkan uang dengan mata uang dolar Amerika.
Ketika uang dilemparkan, para pemuda desa yang sebelumnya telah bersiap langsung berebut uang tersebut. Tidak jarang para pemuda tersebut terjatuh akibat saling dorong ketika berebut.
Wisnu Arta Wijaya, pemuda yang ikut berebut uang mengaku, meskipun harus saling dorong dan bahkan terkadang berbenturan dengan pemuda yang lain, dirinya mengaku sama sekali tidak emosi.
"Tradisi Mesuryak ini justru dapat semakin mempererat rasa persaudaraan kami. Saling dorong itu sudah biasa, tidak sakit dan tidak ada yang marah, malah saya dan teman-teman bisa saling bercanda," ujarnya.
Setiap kali mengikuti tradisi Mesuryak, Wisnu mengaku dirinya bisa mendapatkan uang hingga sejumlah Rp400 ribu.
"Saya ikut tradisi Mesuryak ini sudah puluhan kali. Bukan jumlah uangnya yang saya cari, tapi rasa kebersamaan bersama teman-teman yang paling penting," ujar Wisnu. (ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018