Denpasar (Antaranews Bali) - Sekolah Tinggi Manajemen Informatika (STMIK) Primakara Denpasar, Bali, menyelenggarakan "Focus Group Discussion (diskusi fokus kelompok) Pentahelix Pengembangan Ekonomi Kreatif".

Ketua Yayasan Primakara Denpasar I Made Artana disela acara tersebut di Denpasar, Jumat, mengatakan diskusi fokus kelompok tersebut mengambil tema "Meningkatkan Peran Kewirausahaan Generasi Muda dalam Era Digital (Digital Enterpreneurship/Digital E-Tourism).

Ia mengatakan hasil dari FGD tersebut diharapkan semua pemangku kepentingan satu visi dan misi untuk mengembangkan ekosistem ekonomi digital, khususnya digital atau e-tourism di Bali dan menggarap berbagai peluang dan potensinya. Salah satunya diharapkan terbentuk Bali E-Tourism Forum.

"Kami harapkan dari FGD ini bisa lahir dukungan membentuk `Bali E-Tourism Forum`. Satukan langkah, jalin kerja sama lintas pemangku kepentingan membuat solusi digital untuk pariwisata Bali. Kalau ini dirasa bagus semoga bisa diwujudkan," ujar Artana yang didampingi Ketua STMIK Primakara Denpasar I Gusti Made Bagus Wiradharma.

Ia mengatakan FGD tersebut merumuskan solusi permasalahan, tantangan dan peluang pengembangan ekonomi digital, khususnya di sektor pariwisata (e-tourism) serta menguatkan ekosistem ekonomi digital di Bali.

FGD dihadiri semua unsur Pentahelix, baik dari pemerintah yakni Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Dinas Pariwisata Provinsi Bali dan Kota Denpasar, perguruan tinggi, yakni STMIK Primakara, komunitas kreatif seperti pelaku startup digital/e-tourism di Bali, media massa dan juga kalangan bisnis serta pihak terkait lainnya. Pada kesempatan tersebut juga hadir anggota Komisi X DPR-RI Putu Supadma Rudana.

Artana menambahkan, pelaku ekonomi pariwisata resah dengan gelombang ekonomi digital. Sebab selain dampak positif dan negatifnya juga banyak.

Ia menjelaskan, ada dua masalah besar pariwisata Bali kaitannya dengan ekonomi digital. Pertama, solusi teknologi di bidang pariwisata dominan datang dari luar negeri, baik software maupun aplikasi digital. Kedua, penjualan kamar-kamar hotel-hotel di Bali terlalu tergantung pada "Online Travel Agent/OTA" (agen perjalanan wisata berjaringan).

"Sekarang banyak membangun hotel, lalu berserah diri pada OTA seperti Traveloka, Booking.com, Agoda. Ini jadi kendala. Sebab saluran pemasaran lain tidak dikelola dengan baik," ujar Artana.

Untuk itu solusi digital "tourism atau e-tourism" perlu dirumuskan agar peluangnya dapat digarap startup lokal. Sebab sejauh ini peluang tersebut, misalnya di OTA direbut pelaku ekonomi digital luar Bali bahkan internasional.

"Potensi di Bali besar dengan adanya startup lokal. Saya yakin kita mampu jika diberi ruang, difasilitasi, diangkat, dipupuk dan sering digaungkan serta dipublikasikan. Jadi kami bisa tumbuh bersama dengan sinergi berbagai pihak," ucapnya. (WDY)

Pewarta: I Komang Suparta

Editor : Ni Luh Rhismawati


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018