Denpasar (Antaranews Bali) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali mengingatkan pelaku usaha dan masyarakat daerah setempat terkait kewajiban penggunaan Rupiah untuk mendorong nilai tukar mata uang NKRI itu kembali menguat terhadap dolar AS.
"Kewajiban itu sudah diatur dalam Undang-Undang Mata Uang," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Causa Iman Karana di Denpasar, Jumat.
Dalam aturan itu, seluruh transaksi yang dilakukan di dalam negeri diterapkan dalam mata uang Rupiah sebagai salah satu simbol kedaulatan negara.
Menurut dia, penggunaan mata uang asing khususnya dolar AS yang cukup besar dalam setiap transaksi dalam negeri akan memberikan tekanan pada nilai Rupiah.
Bank sentral itu, lanjut dia, berupaya menggalakkan sosialisasi dan edukasi penggunaan uang rupiah dalam setiap transaksi dalam negeri baik kepada kalangan mahasiswa, pemerintahan, pelaku usaha dan masyarakat umum.
Sementara itu Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dalam pernyataan yang diunggah pada laman BI Kamis (26/4) menyebutkan melemahnya mata uang disebabkan oleh penguatan mata uang dolar AS terhadap hampir semua mata uang dunia termasuk Rupiah.
Penguatan tersebut, kata dia, karena dampak dari berlanjutnya kenaikan suku bunga obligasi di AS hingga mencapai 3,03 persen sebagai yang tertinggi sejak tahun 2013.
Selain itu, depresiasi rupiah juga terkait faktor musiman permintan valas yang meningkat pada triwulan II antara lain untuk keperluan pembayaran utang luar negeri dan pembiayaan impor dan dividen.
Fundamental ekonomi Indonesia, lanjut dia, saat ini berada dalam kondisi yang kuat yakni inflasi masih sesuai dengan kisaran 3,5 plus 1 persen dan defisit transaksi berjalan lebih rendah dari batas aman tiga persen pendapatan domestik bruto.
Selain itu momentum pertumbuhan ekonomi berlanjut diikuti oleh struktur pertumbuhan yang lebih baik, dan stabilitas sistem keuangan yang tetap kuat.
Hingga Kamis (26/4) rupiah terdepresiasi sebesar minus 0,88 persen. Meski demikian, depresiasi rupiah itu, kata dia, masih lebih rendah dibandingkan dengan mata uang negara Asia lain di antaranya Thailand, Malaysia, Singapura, Korea Selatan dan India.
"Memperhatikan perkembangan tersebut, Bank Indonesia telah melakukan langkah-langkah stabilisasi baik di pasar valas maupun pasar surat berharga negara untuk meminimalkan depresiasi yang terlalu cepat dan berlebihan," katanya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Kewajiban itu sudah diatur dalam Undang-Undang Mata Uang," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Causa Iman Karana di Denpasar, Jumat.
Dalam aturan itu, seluruh transaksi yang dilakukan di dalam negeri diterapkan dalam mata uang Rupiah sebagai salah satu simbol kedaulatan negara.
Menurut dia, penggunaan mata uang asing khususnya dolar AS yang cukup besar dalam setiap transaksi dalam negeri akan memberikan tekanan pada nilai Rupiah.
Bank sentral itu, lanjut dia, berupaya menggalakkan sosialisasi dan edukasi penggunaan uang rupiah dalam setiap transaksi dalam negeri baik kepada kalangan mahasiswa, pemerintahan, pelaku usaha dan masyarakat umum.
Sementara itu Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dalam pernyataan yang diunggah pada laman BI Kamis (26/4) menyebutkan melemahnya mata uang disebabkan oleh penguatan mata uang dolar AS terhadap hampir semua mata uang dunia termasuk Rupiah.
Penguatan tersebut, kata dia, karena dampak dari berlanjutnya kenaikan suku bunga obligasi di AS hingga mencapai 3,03 persen sebagai yang tertinggi sejak tahun 2013.
Selain itu, depresiasi rupiah juga terkait faktor musiman permintan valas yang meningkat pada triwulan II antara lain untuk keperluan pembayaran utang luar negeri dan pembiayaan impor dan dividen.
Fundamental ekonomi Indonesia, lanjut dia, saat ini berada dalam kondisi yang kuat yakni inflasi masih sesuai dengan kisaran 3,5 plus 1 persen dan defisit transaksi berjalan lebih rendah dari batas aman tiga persen pendapatan domestik bruto.
Selain itu momentum pertumbuhan ekonomi berlanjut diikuti oleh struktur pertumbuhan yang lebih baik, dan stabilitas sistem keuangan yang tetap kuat.
Hingga Kamis (26/4) rupiah terdepresiasi sebesar minus 0,88 persen. Meski demikian, depresiasi rupiah itu, kata dia, masih lebih rendah dibandingkan dengan mata uang negara Asia lain di antaranya Thailand, Malaysia, Singapura, Korea Selatan dan India.
"Memperhatikan perkembangan tersebut, Bank Indonesia telah melakukan langkah-langkah stabilisasi baik di pasar valas maupun pasar surat berharga negara untuk meminimalkan depresiasi yang terlalu cepat dan berlebihan," katanya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018