Denpasar (Antaranews Bali) - Perhimpunan Bank Swasta Nasional (Perbanas) Bali menyatakan perbankan perlu mewaspadai melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS khususnya bagi bank yang menyalurkan kredit dalam bentuk valuta asing.
"Ini akan berpengaruh kepada bank devisa yang menyalurkan kredit dalam dolar AS karena sumber pembayarannya dalam bentuk rupiah," kata Ketua Perbanas Bali Bambang Sugiharto di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, situasi itu akan menambah beban bagi debitur karena pelemahan rupiah memengaruhi harga komoditas yang bahan bakunya impor.
Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bali Ida Bagus Kade Perdana yang mengatakan kemampuan membayar para debitur terutama pada para pelaku usaha dan industri menjadi terkoreksi mengingat selama ini bahan bakunya didapat dari luar negeri.
"Itu perlu diwaspadai karena rentan meningkatkan kredit bermasalah," ucap Perdana yang membidangi finansial dan moneter di Kadin Bali itu.
Mantan Direktur Utama Bank Sinar Harapan Bali itu mengharapkan agar Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan membuat terobosan kebijakan agar kondisi tidak menguntungkan itu bisa diminimalisasi.
"Kami berharap nilai tukar rupiah stabil, stabilitas sistem keuangan dan inflasi tetap terjaga rendah serta pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik dari tahun sebelumnya," ujar Perdana.
Meski nilai tukar rupiah melemah sedangkan dolar AS menguat, Perdana melanjutkan, sektor pariwisata dan ekspor malah mendapatkan "angin segar".
Dengan begitu, menjadikan wisatawan mancanegara bisa lebih banyak menikmati atraksi dan pilihan wisata lainnya di Indonesia.
Secara umum diharapkan perbankan tidak terpengaruh melemahnya nilai tukar rupiah itu apalagi sebagian besar transaksi dalam negeri harus menggunakan rupiah sesuai Undang-Undang tentang Mata Uang.
Sejak beberapa hari terakhir nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS melemah dan sempat melewati Rp13.700 per dolar AS.
Melemahnya nilai tukar rupiah terjadi karena bank sentral Amerika Serikat, the Fed berencana menaikkan suku bunga pada Maret ini. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Ini akan berpengaruh kepada bank devisa yang menyalurkan kredit dalam dolar AS karena sumber pembayarannya dalam bentuk rupiah," kata Ketua Perbanas Bali Bambang Sugiharto di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, situasi itu akan menambah beban bagi debitur karena pelemahan rupiah memengaruhi harga komoditas yang bahan bakunya impor.
Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bali Ida Bagus Kade Perdana yang mengatakan kemampuan membayar para debitur terutama pada para pelaku usaha dan industri menjadi terkoreksi mengingat selama ini bahan bakunya didapat dari luar negeri.
"Itu perlu diwaspadai karena rentan meningkatkan kredit bermasalah," ucap Perdana yang membidangi finansial dan moneter di Kadin Bali itu.
Mantan Direktur Utama Bank Sinar Harapan Bali itu mengharapkan agar Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan membuat terobosan kebijakan agar kondisi tidak menguntungkan itu bisa diminimalisasi.
"Kami berharap nilai tukar rupiah stabil, stabilitas sistem keuangan dan inflasi tetap terjaga rendah serta pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik dari tahun sebelumnya," ujar Perdana.
Meski nilai tukar rupiah melemah sedangkan dolar AS menguat, Perdana melanjutkan, sektor pariwisata dan ekspor malah mendapatkan "angin segar".
Dengan begitu, menjadikan wisatawan mancanegara bisa lebih banyak menikmati atraksi dan pilihan wisata lainnya di Indonesia.
Secara umum diharapkan perbankan tidak terpengaruh melemahnya nilai tukar rupiah itu apalagi sebagian besar transaksi dalam negeri harus menggunakan rupiah sesuai Undang-Undang tentang Mata Uang.
Sejak beberapa hari terakhir nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS melemah dan sempat melewati Rp13.700 per dolar AS.
Melemahnya nilai tukar rupiah terjadi karena bank sentral Amerika Serikat, the Fed berencana menaikkan suku bunga pada Maret ini. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018