Surabaya (Antara Bali) - Dewan Pariwisata Indonesia (Depari) Cabang Jawa Timur optimistis keberadaan tenaga kerja Indonesia (TKI) bisa menjadi duta pariwisata, karena potensi mereka sangat besar untuk dioptimalkan.

"Sampai sekarang, jumlah TKI asal Jawa Timur yang bekerja di luar negeri sangat besar. Bahkan, angkanya mendominasi dibandingkan dari daerah lain," Ketua Depari Jatim, Yusak Anshori, dalam "Journalist Discussion" Meningkatkan Kunjungan Wisatawan melalui Informasi Destinasi Wisata di Surabaya, Senin.

Menurut dia, potensi jumlah TKI Jatim yang dapat dioptimalkan di Hong Kong ada sekitar 215.000 orang. Lalu, Korea dari 700.000 orang TKI di sana mayoritas berasal dari Jatim.

"Bahkan, terbesar di Malaysia ada sekitar 6-7 juta orang TKI dan di Taiwan ada sekitar 1,1 juta orang TKI," ujarnya.

Ia menyarankan, besaran TKI tersebut dapat dioptimalkan dengan menitipkan sejumlah alat promosi objek wisata Jatim seperti brosur dan majalah kepada seluruh pahlawan devisa tersebut.

"Mereka bisa dibekali dua buah majalah atau beberapa brosur yang dapat dipublikasikan ke negara tujuannya," ucapnya, menambahkan.

Apalagi, tambah dia, objek wisata di Jatim memiliki banyak kelebihan dibandingkan ke Yogyakarta maupun Bali mengingat ke masing-masing daerah tersebut hanya mendapatkan kenikmatan berpelesir dengan karakter satu wilayah.

"Kalau ke Yogyakarta hanya menikmati objek dan tradisi kota tersebut dan wisatawan yang ke Bali wisatawan hanya dapat Bali, sedangkan ke Jatim lengkap bisa dapat Bali dan Yogyakarta," paparnya.

Di provinsi ini, ulas dia, seluruh wisatawan yang ingin mengunjungi Jatim dapat berdatangan ke Mojokerto atau Blitar yang bisa melihat candi dan budaya masyarakat Tengger yang mirip pura Hindu di Bali.

"Beda Jatim dengan tempat lain, di sini ada karapan sapi," tuturnya.

Namun, lanjut dia, terkait banyaknya media promosi di Indonesia termasuk Jatim selama ini memiliki empat kelemahan antara lain kualitas bahasa, gambar, bahan, dan jumlah yang dibatasi.

Pada umumnya, bahasa yang dipakai di media promosi bukan ditulis oleh pakar atau hanya diterjemahkan orang Indonesia yang pernah tinggal lama di luar negeri.

"Padahal, apa yang diterjemahkan belum tentu dipahami warga negara asing. Untuk jumlah brosur, biasanya sedikit atau terbatas sedangkan kebutuhan pasar pariwisata lebih besar," katanya.(*)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011