Bangli (Antaranews Bali) - Jajaran Pemerintah Kabupaten Bangli menyatakan siap untuk menjadi agen penyelamatan kesenian Joged Bumbung yang belakangan ini kian marak diselewengkan dengan penambahan gerakan terkesan erotis dan porno.

"Edaran Gubernur Bali tentang Joged Bumbung juga telah ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Bupati Bangli, dan dalam waktu dekat kami bersama jajaran segera akan memulai langkah untuk pelaporan (reporting) di YouTube terhadap tayangan `joged jaruh` atau Joged Bumbung yang dibawakan seronok tersebut," kata Kepala Bidang Kesenian Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangli I Nyoman Wiradana, di Bangli, Kamis.

Selanjutnya, dia beserta jajaran aparatur sipil negara di Pemkab Bangli akan menyebarkan informasi cara-cara untuk meretas tayangan "joged jaruh" secara online (dalam jaringan) kepada lingkungan terdekat, termasuk pada kalangan generasi muda.

"Apalagi pimpinan sekaa-sekaa (sanggar) joged kali ini telah mendapatkan pembinaan langsung dari tim provinsi, hal ini nantinya akan lebih dimantapkan sosialisasinya kepada para seniman," ucap Wiradana pada acara Pembinaan dan Pemantauan Joged dari Tim Dinas Kebudayaan Provinsi Bali itu.

Menurut dia, untuk "perang" melawan joged jaruh diperlukan kerja dan gerakan bersama berbagai komponen, di antaranya dengan melibatkan jajaran desa pakraman (desa adat), perbekel (kepala desa), seniman, masyarakat dan sebagainya supaya lebih efektif.

"Sebaiknya pendekatan humanis yang dikedepankan, tetapi jika sudah keterlaluan dan tidak bisa dibina lagi, mau tidak mau harus diberikan tindakan hukum. Di Bangli, ada sekitar 17 sekaa joged, yang terbanyak ada di Kecamatan Bangli, disusul kemudian di Susut dan Kintamani," katanya.

Wayan Badan, Ketua Sekaa Joged Kerti Ayu dari daerah Yeh Mampeh, Kabupaten Bangli, mengatakan pihaknya sempat memberhentikan hingga lima penari Joged Bumbung karena penari itu terindikasi merupakan orang yang sama, yang membawakan tari "joged jaruh" di YouTube.

"Jangan sampai Bali ini dirusak oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab, yang dapat merusak budaya dan kesenian Bali," ucapnya.

Sementara itu budayawan Prof Dr I Made Bandem mengingatkan jangan sampai karena upaya meretas "joged jaruh, lantas menghilangkan ciri khas tari Joged Bumbung di masing-masing daerah.

Menurut dia, sebenarnya perspektif tari joged itu memakai pakem seperti tari Legong yakni ada pepeson (penampilan awal), pengawak (bagian pelan), dan pengecet ( ibing-ibingan). Sedangkan perspektif perbendaharaan geraknya terdiri atas agem (cara pokok berdiri), tandang (cara berjalan), tangkis (seperti angsel menggetarkan dada), tangkep (ekspresi muka) yang kesemuanya harus dijaga dengan baik.

"Penari joged itu tetap harus `ngegol`, bisa cepat dan pelan, asal jangan gerakannya maju mundur. Joged juga identik dengan seledet galir yakni gerakan mata kedip-kedip dan lincah dan permainan kipas juga harus ada. Yang tidak kalah penting, tetap harus ada improvisasi gerakan yang dibuat untuk melawan pengibing, namun tidak meninggalkan pakem dan etika," ucapnya.

Intinya, kesenian yang dibuat itu tetap harus menjadi tontonan yang memberikan tuntunan moral bagi para penikmatnya.

Sedangkan Marlowe Bandem dari STIMIK Stikom Denpasar dalam kesempatan pembinaan tersebut memaparkan cara untuk melakukan penandaan (flagging) dan pelaporan (reporting) terhadap tayangan joged jaruh di YouTube.

Menurut dia, upaya flagging dan reporting yang sempat dilakukan pada 7 Desember 2017 dengan melibatkan kalangan perguruan tinggi di Bali cukup signifikan menurunkan tayangan "joged jaruh" di YouTube.

"Akan lebih efektif jika aksi tersebut dilakukan secara serentak dibandingkan sendiri-sendiri. Jadi, mari kita tunjukkan bahwa Bali menjadi contoh untuk menjaga kebudayaannya secara bersama-sama dengan memanfaatkan teknologi," kata Marlowe.

Dia sangat mengkhawatirkan dampak negatif tayangan "joged jaruh", di tengah posisi Joged Bumbung yang sudah diakui UNESCO. "Bayangkan kalau masyarakat dunia yang ingin mengetahui Joged Bumbung, dan ternyata malah melihat tayangan yang tak pantas di YouTube tentang joged ini dan bisa-bisa kita dikatakan tidak mampu menjaga budaya sendiri," katanya. (WDY)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018