Mangupura (Antara Bali) - Bupati Badung Anak Agung Gde Agung menyatakan sangat mendukung rencana pembangunan Bali International Park (BIP) di kawasan Jimbaran sebagai pembangunan prestise bangsa dan negara dalam sektor pariwisata dunia.
"Pembangunan BIP ini sebagai prestise bangsa Indonesia, terlebih sarana tersebut nantinya dijadikan tempat kegiatan KTT APEC 2013," katanya di Mangupura, Ibu Kota Kabupaten Badung, Selasa.
Seusai rapat koordinasi dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badung Tri Nugroho serta sejumlah notaris untuk menyikapi perizinan dan status lahan BIP itu, ia menekankan pembangunannya harus memenuhi persyaratan dan hal-hal normatif sesuai ketentuan perundang undangan, khususnya dalam proses perizinan harus dipenuhi.
"Kalau memang semua persyaratan perizinan sudah dipenuhi oleh investor tentunya kami akan menerbitkan izin. Begitu pula sebaliknya, bila persyaratan belum dipenuhi, tentunya izin tidak akan diproses, karena resikonya akan cukup berat," kata Bupati Gde Agung didampingi Sekkab Badung Kompyang R Swandika.
Ia menegaskan pihaknya tidak akan terpengaruh oleh tekanan-tekanan dari pihak mana pun, baik yang mendesak izinnya diproses (investor), ataupun yang meminta izinnya ditunda.
"Kami tetap berpegang pada aturan normatif. Kalau persyaratannya sudah terpenuhi, maka kami tidak ada alasan untuk tidak memproses," ujar Pengelingsir Puri Mengwi ini.
Ditanya apa saja yang belum dipenuhi oleh investor dalam hal ini PT Jimbaran Hijau, Bupati Gde Agung mengatakan, persyaratan perizinan yang disampaikan PT Jimbaran Hijau hanya ada satu hal yang belum dipenuhi, yaitu pengalihan hak secara yuridis formal lahan dari PT Citra Tama Selaras (CTS) ke PT Jimbaran Hijau.
Dikatakan, pengalihan hak ini berupa sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang dikeluarkan oleh BPN Badung.
Selama ini yang disampaikan oleh PT Jimbaran Hijau hanya akta notaris pengikatan jual beli dari PT CTS ke PT Jimbaran Hijau, di mana akta notaris ini tidak bisa dijadikan dasar hukum yang kuat.
Proses pengalihan hak atas tanah ini, kata Gde Agung yang diamini Kepala BPN Badung Tri Nugroho tidaklah sulit. PT Jimbaran Hijau semestinya membuat akta jual beli melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta jual beli ini disampaikan ke BPN guna diproses untuk kemudian dikeluarkan sertifikat HGB.
"Jika syaratnya sudah masuk, tidak membutuhkan waktu lama kok sampai kita mengeluarkan sertifikat HGB," kata Tri Nugroho.
Pada kesempatan itu pula, Bupati Gde Agung mengintruksikan Sekkab Kompyang Swandika untuk segera memanggil PT Jimbaran Hijau, untuk diberikan penjelasan serta memenuhi persyaratan yang dimaksud.
"Mohon kepada Sekkab untuk segera memanggil PT Jimbaran Hijau untuk memenuhi persyaratannya," kata Bupati Gde Agung.
Sementara mengenai status tanah yang terindikasi sebagai tanah telantar, menurut Gde Agung adalah sepenuhnya kewenangan BPN.
Tri Nugroho menjelaskan, tanah milik PT CTS tersebut memang teridentifikasi sebagai tanah terlantar. Akan tetapi berdasarkan PP 11 tahun 2010, penetapan sebagai tanah telantar membutuhkan proses yang sangat panjang.
Seperti adanya teguran I hingga teguran III, kemudian dilanjutkan dengan persidangan-persidangan, penetapan, baru kemudian pencabutan hak.
"Untuk tanah PT CTS baru teridentifikasi sebagai tanah telantar, bukan ditetapkan sebagai tanah telantar," kata Tri Nugroho menegaskan.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Pembangunan BIP ini sebagai prestise bangsa Indonesia, terlebih sarana tersebut nantinya dijadikan tempat kegiatan KTT APEC 2013," katanya di Mangupura, Ibu Kota Kabupaten Badung, Selasa.
Seusai rapat koordinasi dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badung Tri Nugroho serta sejumlah notaris untuk menyikapi perizinan dan status lahan BIP itu, ia menekankan pembangunannya harus memenuhi persyaratan dan hal-hal normatif sesuai ketentuan perundang undangan, khususnya dalam proses perizinan harus dipenuhi.
"Kalau memang semua persyaratan perizinan sudah dipenuhi oleh investor tentunya kami akan menerbitkan izin. Begitu pula sebaliknya, bila persyaratan belum dipenuhi, tentunya izin tidak akan diproses, karena resikonya akan cukup berat," kata Bupati Gde Agung didampingi Sekkab Badung Kompyang R Swandika.
Ia menegaskan pihaknya tidak akan terpengaruh oleh tekanan-tekanan dari pihak mana pun, baik yang mendesak izinnya diproses (investor), ataupun yang meminta izinnya ditunda.
"Kami tetap berpegang pada aturan normatif. Kalau persyaratannya sudah terpenuhi, maka kami tidak ada alasan untuk tidak memproses," ujar Pengelingsir Puri Mengwi ini.
Ditanya apa saja yang belum dipenuhi oleh investor dalam hal ini PT Jimbaran Hijau, Bupati Gde Agung mengatakan, persyaratan perizinan yang disampaikan PT Jimbaran Hijau hanya ada satu hal yang belum dipenuhi, yaitu pengalihan hak secara yuridis formal lahan dari PT Citra Tama Selaras (CTS) ke PT Jimbaran Hijau.
Dikatakan, pengalihan hak ini berupa sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang dikeluarkan oleh BPN Badung.
Selama ini yang disampaikan oleh PT Jimbaran Hijau hanya akta notaris pengikatan jual beli dari PT CTS ke PT Jimbaran Hijau, di mana akta notaris ini tidak bisa dijadikan dasar hukum yang kuat.
Proses pengalihan hak atas tanah ini, kata Gde Agung yang diamini Kepala BPN Badung Tri Nugroho tidaklah sulit. PT Jimbaran Hijau semestinya membuat akta jual beli melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta jual beli ini disampaikan ke BPN guna diproses untuk kemudian dikeluarkan sertifikat HGB.
"Jika syaratnya sudah masuk, tidak membutuhkan waktu lama kok sampai kita mengeluarkan sertifikat HGB," kata Tri Nugroho.
Pada kesempatan itu pula, Bupati Gde Agung mengintruksikan Sekkab Kompyang Swandika untuk segera memanggil PT Jimbaran Hijau, untuk diberikan penjelasan serta memenuhi persyaratan yang dimaksud.
"Mohon kepada Sekkab untuk segera memanggil PT Jimbaran Hijau untuk memenuhi persyaratannya," kata Bupati Gde Agung.
Sementara mengenai status tanah yang terindikasi sebagai tanah telantar, menurut Gde Agung adalah sepenuhnya kewenangan BPN.
Tri Nugroho menjelaskan, tanah milik PT CTS tersebut memang teridentifikasi sebagai tanah terlantar. Akan tetapi berdasarkan PP 11 tahun 2010, penetapan sebagai tanah telantar membutuhkan proses yang sangat panjang.
Seperti adanya teguran I hingga teguran III, kemudian dilanjutkan dengan persidangan-persidangan, penetapan, baru kemudian pencabutan hak.
"Untuk tanah PT CTS baru teridentifikasi sebagai tanah telantar, bukan ditetapkan sebagai tanah telantar," kata Tri Nugroho menegaskan.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011