Karangasem (Antara Bali) - Deformasi atau penggelembungan Gunung Agung mengalami pergerakan berupa mengembang dan mengempis, karena lava sudah di permukaan kawah, kata Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Devy Kamil Syahbana.
"Karena lava sudah ada di permukaan dan kami amati saat ini adalah fluktuasi inflasi dan deflasi Gunung Agung, jadi sebelum erupsi terlihat inflasi (mengembang) dan saat erupsi terjadi dia kembali deflasi (mengerut)," ujarnya saat ditemui di Pos Pantau Gunung Agung di Karangasem, Jumat.
Ia menjelaskan tentang saat terjadinya pengumpulan tenaga untuk "pressure build up" karena adanya lava di permukaan kawan.
Gunung Agung kemudian mengalami inflasi ditandai keluarnya rilis gas dan asap. Setelah keluarnya rilis gas itu, perut Gunung Agung menjadi deflasi.
Pihaknya mengingatkan kembali bahwa Gunung Agung sebelumnya sempat mengalami inflasi sebesar enam centimeter saat periode September hingga Oktober 2017.
Hal itu, artinya setelah proses penggelembungan tersebut belum kembali ke posisi awalnya dan apabila magma tetap ada di atas, maka belum terjadi penurunan deformasi.
Ia mengatakan tentang belum terekamnya tremor menerus. Saat ini, aktivitas vulkanik masih terekam yang mengindikasikan adanya pergerakan magma di dasar kawah.
Secara visual, teramati asap putih kelabu dengan ketinggian 1.500 hingga 2.000 meter di atas puncak.
"Kami tidak berani mengambil kesimpulan aktivitas Gunung Agung sudah menurun hanya dilihat dari satu data satu sampai dua hari, namun perlu diamati bagaimana 'sipen' gunung ini sejak awal seperti pada September dan Oktober banyak terjadi gempa hingga 1.000 kali," katanya.
Ia menjelaskan hal itu merupakan manifestasi pergerakan magma menuju permukaan.
Kondisi saat ini, ujarnya, terdeteksi pergerakan magma sudah sampai permukaan yang tidak perlu mendobrak lantai kawah.
Dari data satelit, kata Devy, masih terpantau adanya efusi lava yang artinya lava keluar ke permukaan dasar kawah.
Oleh karena itu, dapat dikatakan aktivitas erupsi masih belum berhenti karena saat malam harinya juga teramati adanya sinar api (glow) di atas puncak yang mengindikasikan lava masih panas sehingga cahayanya terefleksikan ke asap.
"Kalau lava ini masih panas, berarti magma di perut gunung masih panas dan belum mencapai equilibrium atau kesetimbangannya dan belum menunjukkan penurunan aktivitas gunung ini secara gradual. Jadi kita melihat tren ini dahulu sebelum betul-betul menyimpulkan penurunan," ujarnya.
Ia mengatakan sampai saat ini masih terlihat fase erupsi karena masih terekam gempa-gempa vulkanik dan embusan.
"Ini artinya Gunung Agung masih fase erupsi," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017