Denpasar (Antara Bali) - Setelah mengeluarkan abu vulkanik di atas puncak kawah pada Selasa (21/11), Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, kembali menyemburkan abu vulkanik setinggi 1.500 meter di atas puncak kawah pada Sabtu (25/11).

Gunung setinggi 3.142 meter di atas permukaan laut itu untuk pertama kali menyemburkan abu vulkanik pada letusan freatik, Selasa (21/11) sekitar pukul 17.05 Wita hingga ketinggian 700 meter dari puncak kawah. 

Letusan dengan tipe freatik itu terjadi karena adanya uap air bertekanan tinggi yang terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah atau air hujan yang meresap ke tanah di dalam kawah kemudian kontak langsung dengan magma. 

Letusan freatik biasanya disertai dengan asap, abu, dan material yang ada di dalam kawah, namun tidak terlalu membahayakan masyarakat sekitar gunung itu.

Untuk semburan abu vulkanik yang kedua, PVMBG merekam erupsi terjadi pada Sabtu (25/11) sekitar pukul 17.30 Wita dengan mengeluarkan material vulkanik, di antaranya abu berwarna kelabu dan hitam dengan intensitas yang tebal.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan semburan abu vulkanik Gunung Agung yang kedua itu mengandung material abu tetapi komposisi abunya masih harus dianalisis.

Kepala PVMBG Kasbani saat dikonfirmasi dari Denpasar, Sabtu (25/11), menyatakan pihaknya dapat mengamati secara visual semburan abu tersebut dari tiga stasiun seismik, yakni di Desa Dukuh dan Desa Culik dan Batulompeh ke arah barat-barat daya dengan tekanan sedang.

PVMBG mencatat arah semburan abu vulkanik tersebut sesuai dengan arah angin yang bertiup lemah ke arah barat.

Namun, Kasbani meminta masyarakat di sekitar Gunung Agung untuk tetap tenang dan tidak panik dengan erupsi kedua setelah sebelumnya terjadi letusan freatik (21/11). 

PVMBG meminta masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya, yakni dalam radius enam kilometer dan ditambah perluasan sektoral ke arah utara-timur laut dan tenggara-selatan-barat daya sejauh 7,5 kilometer.

Realitasnya, letusan kedua (25/11) itu memang lebih tinggi dan bahkan dua kali lipatnya, yakni menyemburkan abu vulkanik setinggi 1.500 meter di atas puncak kawah, padahal sebelumnya hanya 700 meter di atas puncak kawah.

Agaknya, hal itu yang menjadi alasan dari empat maskapai penerbangan internasional untuk membatalkan jadwal penerbangannya dari dan menuju Bali, meski pengelola Bandara I Gusti Ngurah Rai menyebutkan operasional bandara setempat masih normal.

"Perihal pembatalan penerbangan itu memang kebijakan maskapai sendiri yang pasti diawali dengan evaluasi pendahuluan dan risiko penerbangan dari dan ke Bali," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Bandara I Gusti Ngurah Rai Arie Ahsanurrohim di Denpasar (25/11).

Domestik Normal

Sebanyak empat maskapai internasional yang membatalkan penerbangan adalah tiga berbendera Australia, yaitu Virgin Airlines, Jetstar Airways, Qantas Airways, serta satu maskapai dari Belanda yakni KLM dengan total mencapai 16 jadwal penerbangan tiba dan berangkat. 

Tercatat ada 12 jadwal penerbangan yang keberangkatannya dibatalkan dari Bali, yakni Jetstar tujuan Sydney, Adelaide, Melbourne dan maskapai Virgin Airlines dari Bali tujuan Brisbane dan dua jadwal tujuan Sydney serta ada juga maskapai KLM yang membatalkan penerbangan ke Amsterdam. 

Selain itu, penerbangan menuju Bali juga dibatalkan maskapai penerbangan Virgin Airlines dari Port Hedland, KLM dari Singapura, Jetstar dari Perth dan Townsville Queensland dan Singapura.

Maskapai penerbangan Qantas juga mengalihkan jadwalnya menuju Bali dari Sydney ke Darwin dan dua penerbangan Jetstar dialihkan ke Melbourne dan Adelaide. 

Satu penerbangan Jetstar juga ada yang kembali ke Melbourne dan tidak jadi menuju Bali. 

"Untuk Jetstar, informasi (pembatalan) yang kami terima memang alasan utama adalah peningkatan aktivitas Gunung Agung," kata Kabid Humas Bandara I Gusti Ngurah Rai Arie Ahsanurrohim.

Hingga Minggu (26/11), sebanyak 22 maskapai penerbangan asing untuk rute internasional batal terbang dari dan menuju Bali, termasuk satu rute domestik.

Namun, Arie menambahkan mayoritas maskapai penerbangan nasional untuk rute domestik masih berlangsung normal, karena pilot juga tidak menemui adanya abu vulkanik setelah melalui pengamatan secara visual.

"Bandara Ngurah Rai masih normal berikut ruang udaranya. Kami akan selalu berkoordinasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan instansi terkait lainnya untuk berbagi informasi terkini terkait aktivitas vulkanik Gunung Agung," katanya.

PVMBG mengeluarkan peringatan level "orange" untuk jalur penerbangan terkait erupsi Gunung Agung melalui laman Vulcano Observatory Notice to Aviation (VONA).

VONA juga menyebutkan bahwa abu vulkanik tersebut diperkirakan menuju arah barat-barat daya sesuai arah angin, sedangkan Bandara Ngurah Rai berada di selatan Bali, sehingga dinilai masih aman dari sebaran abu vulkanik.

Meski level "orange" namun kewenangan untuk melarang melintas di jalur udara atau di atas gunung setinggi 3.142 meter di atas permukaan laut selebihnya berada di tangan otoritas terkait.

Selain tidak membahayakan rute penerbangan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali menilai letusan berkali-kali dalam skala yang terkendali itu membuat masyarakat di kawasan rawan bencana Gunung Agung menjadi waspada terhadap bencana yang bisa terjadi kapan saja.

Agaknya, abu vulkanik Gunung Agung masih aman bagi penerbangan, bahkan letusan yang berangsur-angsur justru meningkatkan kesiapan masyarakat seputaran gunung itu untuk siap secara mandiri  (WDY)

Pewarta: Edy M Yakub dan Dewa Wiguna

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017