Hujan baru saja reda. Suara air terdengar berkecipak tatkala motor cikar (moci) sarat muatan sampah melewati kawasan Jalan Bedahulu, Denpasar. Laju moci kian melambat ketika berbelok ke gang, dan akhirnya masuk ke sebuah halaman rumah bertuliskan 'Bank Sampah Abukasa'.

Bank sampah ini didirikan sejak 14 Desember 2011 di Banjar Tagtag Tengah, Kelurahan Peguyangan, Denpasar, yang berangkat dari keprihatinan.

Terdorong rasa jengah melihat wilayah Banjar Tagtag Tengah yang di sana-sini banyak dijumpai sampah berserakan, menjadi latar belakang utama di balik alasan pendirian Bank Sampah Abukasa.

"Apalagi kalau melihat kondisi Sungai Tagtag, aduh sampai susah menggambarkan keadaannya. Sungai itu menjadi tempat membuat sampah, sehingga benar-benar terlihat kotor. Sampah mengambang di permukaannya sungai. Ini yang menggerakkan saya mendirikan Bank Sampah Abukasa," ujar pendiri Bank Sampah Abukasa, I Nyoman Astawa.

Perjualan Nyoman Astawa yang juga Kepala Lingkungan Banjar Tagtag dalam menegakkan bendera Bank Sampah Abukasa itu pun dimulai.

Bermula dengan mengumpulkan warga di balai banjar untuk mengedukasi mereka agar mau memilah sampah organik dan anorganik, sehingga dapat ditabung di bank sampah.

Selanjutnya, Nyoman Astawa juga mengajak warga untuk mengelola sampah secara mandiri dengan berlangganan membuang sampah melalui armada moci yang disiapkan Bank Sampah Abukasa. Langkah ini tidak berjalan mulus. Banyak warga menolak karena enggan membayar iuran sampah.

"Saya sampai melakukan aksi 'door to door' untuk mendekati warga. Saya bilang, yang penting ikut dulu program buang sampah mandiri agar lingkungan menjadi bersih. Kalau soal bayar, biarlah gaji saya sebagai kepala lingkungan dipotong, begitu sampai saya bilang," ujarnya.

Kegigihan Nyoman Astawa untuk meyakinkan warga perlahan-lahan menemukan keberhasilan. Semua warga Banjar Tagtag yang berjumlah 150 KK, akhirnya bersedia terlibat pengelolaan sampah mandiri melalui Bank Sampah Abukasa.

Setiap bulan, masing-masing warga ini kemudian dikenakan biaya mulai dari Rp5 ribu - Rp30 ribu. Sedikit atau banyaknya pembayaran, disesuaikan dengan jumlah sampah.

Setiap dua hari sekali, moci Bank Sampah Abukasa berkeliling untuk mengambil sampah-sampah di rumah warga. Moci ini dikendarai enam orang mahasiswa dari berbagai universitas di Denpasar secara bergantian, yang memang secara khusus bertugas sebagai petugas pemgambil sampah.  

Selain itu, moci tersebut juga dipergunakan mengambil sampah dari rumah nasabah yang hendak menabung. Tidak mengherankan jika aktivitas moci ini menjadi padat, dan harus bolak balik berkeliling Banjar Tagtag jika sudah tiba waktunya saat pengambilan sampah.

"Pengambilan sampah itu bisa pagi, siang atau sore. Tergantung jadwal kesibukan anak-anak mahasiswa itu, karena mereka juga prioritaskan kuliah baru mengambil sampah dengan menggunakan moci," kata pria kelahiran 1963 ini.


Juara Pertama

Pada tahun 2016, akhirnya Bank Sampah Abukasa menerima bantuan moci dari PT Pertamina (Persero). Bantuan ini dirasakan sangat berarti, karena jika hanya memiliki satu moci maka sering kali terbengkalai.

"Dulu ketika hanya memiliki satu moci, maka anak-anak mahasiswa itu sampai 3-4 kali keliling banjar mengambil sampah. Jika moci itu rusak atau mogok, maka sudah dipastikan proses mengambil sampah jadi terganggu. Syukur tahun lalu, PT Pertamina memberi satu moci lagi, sehingga urusan mengambil sampah menjadi lancar," ucapnya.

Keberadaan dua moci ini, turut menggerakkan warga untuk kian rajin bergotong royong membersihkan lingkungan. Wilayah Sungai Tagtag yang dulu kumuh dan jorok, berhasil dibersihkan dari sampah dan kini terlihat menghijau dengan rimbunan pepohonan.

Keindahan dan keasrian lingkungan Banjar Tagtag ini, akhirnya membuahkan prestasi. Untuk pertama kalinya, Banjar Tagtag pun meraih juara pertama dalam lomba yang diadakan Kelurahan Peguyangan pada tahun 2017 dan akan diikutsertakan dalam perlombaan kebersihan pada jenjang selanjutnya.

Kegiatan berikutnya yang direalisasikan Bank Sampah Abukasa adalah memberdayakan warga untuk mengolah sampah agar bernilai ekonomis. Berbagai eksperimen membuat kerajinan berbahan baku sampah pun dilakukan, sehingga akhirnya tercipta berbagai produk yang diterima masyarakat lokal maupun wisatawan mancanegara yang sedang berlibur di Bali.

"Berawal coba-coba, saya akhirnya berhasil menciptakan produk seperti wadah buah, bokor, tempat pensil dan aneka kerajinan dari bahan kertas. Banyak orang asing mempertanyakan, disangka produk itu dari rotan. Setelah melihat langsung cara pembuatannya, akhirnya orang-orang itu percaya dan menyarakan agar saya mematenkan penemuan itu. Tapi saya tidak patenkan, biarlah penemuan itu menjadi milik bersama," katanya.

Nyoman Astawa menambahkan, dirinya telah mengajarkan keterampilan membuat kerajinan dari kertas ini di sekolah-sekolah dan kampus di Bali, bahkan pihaknya turut berbangga hati karena belakangan banyak relawan yang melatih pengungsi Gunung Agung untuk membuat kerajinan dari bahan kertas.

Harapannya, kelak setelah keadaan gunung itu kondusif, maka keterampilan itu bisa dipraktekkan untuk menambah penghasilan masyarakat sekitar gunung itu.

Menurut Nyoman Astawa, Bank Sampah Abukasa juga bersinergi dengan Pemkot Denpasar untuk mengadakan program 'Kotaku' artinya Kota Tanpa Kumuh. Selain itu, ada program sosial pemberdayaan masyarakat untuk membantu menggerakkan perekonomian.

Gerakan cukup berhasil, hal ini terlihat dengan seringnya Bank Sampah menerima pesanan souvenir pernikahan atau ulang tahun dari bahan daur ulang dari kalangan perhotelan atau instansi tertentu. Souvenir ini kemudian dikerjakan bersama-sama dengan warga Banjar Tagtag.

Keberhasilan gerakan itu diakui oleh Ketut Sukada, salah seorang warga Banjar Tagtag yang juga menjadi peserta kelola sampah mandiri di Bank Sampah Abukasa.

Sukada menyatakan, kalau terjadi perubahan yang amat mencolok di lingkungannya. Hal ini jika dibandingkan antara saat bank sampah itu sudah didirikan dan ketika belum ada.

"Wah, kalau dulu lingkungan Banjar Tagtag itu kumuh. Sampah ditemukan di mana-mana. Kalau sekarang, banjar ini sudah nyaman dan menjadi lingkungan sehat bagi warganya," ujar Sukada yang juga dikenal sebagai pembuat bahan obat herbal ini.

Kini, dirinya gampang untuk mencari bahan obat herbal dengan meramunya dari berbagai jenis tanaman yang tumbuh di Banjar Tagtag. Termasuk mencarinya di sepanjang pinggiran Sungai Tagtag, karena lingkungan itu menjadi bersih dan subur setelah tidak lagi menjadi tempat membuang sampah.  

Sementara itu, Rifky Rakhman Yusuf, Area Manager Communication & Relations - Marketing Operation PT Pertamina Region 5 Jatimbalinus juga mengaku turut bangga dengan dengan keberhasilan Bank Sampah Abukasa yang berperan dalam menggerakkan masyarakat sehingga tergugah untuk menjaga kebersihan lingkungan.

Menurut dia, dukungan PT Pertamina tahun 2016 berupa hibah moci kepada Bank Sampah Abukasa merupakan dukungan perusahaan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Keberhasilan bank sampah itu dalam memberdayakan masyarakat hingga terampil membuat kerajinan dari bahan kertas itu turut menjadi perhatian tersendiri karena selama ini PT Pertamina pun selalu berperan aktif dalam mendukung dan menumbuhkembangkan Usaha Kecil Menengah (UKM).

"Kami bersyukur ternyata dukungan yang kami berikan dapat memberikan dampak yang positif bagi masyarakat. Namun ke depannya, kami akan lanjutkan untuk program-progam berikutnya," ujar Rifky.

Harapannya, program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina yang fokus pada pemberdayaan masyarakat dan lingkungan itu dapat meningkatkan kepedulian lingkungan. (*)

------
*) Penulis adalah penulis buku dan artikel lepas yang tinggal di Bali.

Pewarta: Tri Vivi Suryani *)

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017