Denpasar (Antara Bali) - Ketua ProFauna Indonesia Rosek Nursahid menyebutkan, lebih dari 200 primata dikirim dari Jawa ke Bali untuk kepentingan konsumsi.
"Tiap bulannya lebih dari 200 ekor jenis lutung Jawa dari Jember, Lumajang dan Banyuwangi didatangkan ke Bali untuk jadi santapan. Ini ancaman yang memprihatinkan bagi satwa tersebut," kata Rosek Nursahid di Denpasar, Minggu.
Pada unjuk rasa di depan Monumen Bajra Sandhi Renon, Denpasar itu, ia mengatakan, primata merupakan hewan yang keberadaannya nyaris punah. Ironinya, primata yang diperdagangkan ke Bali itu bukan hasil penangkaran, melainkan dari alam liar. Lutung Jawa sendiri merupakan primata yang dilindungi.
Ia mengatakan, di dunia terdapat sekitar 200 jenis primata. Dari jumlah itu, 40 jenis atau sekitar 25 persen di antaranya hidup di berbagai daerah di Indonesia.
Meskipun kaya akan jenis primata, kata dia, namun kondisinya hampir 70 persen primata di Indonesia itu terancam punah akibat rusaknya habitat dan penangkapan ilegal untuk diperdagangkan.
"Sejak tahun 2000 Badan Konservasi Internasional (IUCN) menerbitkan daftar 25 jenis primata yang terancam punah di dunia. Dari 25 jenis primata itu, empat di antaranya adalah primata asal Indonesia yaitu, Orangutan Sumatera, Tarsius Siau, Kukang Jawa dan Simakubo," katanya.
Primata tersebut terancam punah jika tidak ada upaya nyata menyelamatkannya, kata dia, karena setiap tahun ribuan primata dari berbagai jenis yang ditangkap dari alam liar untuk diperdagangkan.
"Mereka yang diburu untuk diambil dagingnya adalah Lutung Jawa, Monyet ekor panjang, Lutung Sumatra dan Beruk. Daging primata dipercaya sebagai obat seperti asma, meskipun sama sekali tak terbukti secara ilmiah," ucapnya.
Rosek mengajak seluruh masyarakat, khususnya masyarakat Bali untuk mendukung pelestarian primata. Caranya, tentu saja dengan tidak membeli primata.
"Kalau mereka punah, keseimbangan alam rusak. Kami mengajak masyarakat untuk peduli, karena masyarakat yang langsung berhubungan dengan itu," ujarnya.
Dalam aksi yang digelar sekitar satu jam itu, ProFauna melakukan aksi teatrikal. Digambarkan manusia masuk di dalam sangkar kecil, sementara di luar sangkar primata asyik memperhatikan manusia tersebut.
"Langkah itu dimaksudkan supaya tidak lagi menangkapi primata, agar keberadaan mereka tak punah," ucap Rosek menegaskan.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Tiap bulannya lebih dari 200 ekor jenis lutung Jawa dari Jember, Lumajang dan Banyuwangi didatangkan ke Bali untuk jadi santapan. Ini ancaman yang memprihatinkan bagi satwa tersebut," kata Rosek Nursahid di Denpasar, Minggu.
Pada unjuk rasa di depan Monumen Bajra Sandhi Renon, Denpasar itu, ia mengatakan, primata merupakan hewan yang keberadaannya nyaris punah. Ironinya, primata yang diperdagangkan ke Bali itu bukan hasil penangkaran, melainkan dari alam liar. Lutung Jawa sendiri merupakan primata yang dilindungi.
Ia mengatakan, di dunia terdapat sekitar 200 jenis primata. Dari jumlah itu, 40 jenis atau sekitar 25 persen di antaranya hidup di berbagai daerah di Indonesia.
Meskipun kaya akan jenis primata, kata dia, namun kondisinya hampir 70 persen primata di Indonesia itu terancam punah akibat rusaknya habitat dan penangkapan ilegal untuk diperdagangkan.
"Sejak tahun 2000 Badan Konservasi Internasional (IUCN) menerbitkan daftar 25 jenis primata yang terancam punah di dunia. Dari 25 jenis primata itu, empat di antaranya adalah primata asal Indonesia yaitu, Orangutan Sumatera, Tarsius Siau, Kukang Jawa dan Simakubo," katanya.
Primata tersebut terancam punah jika tidak ada upaya nyata menyelamatkannya, kata dia, karena setiap tahun ribuan primata dari berbagai jenis yang ditangkap dari alam liar untuk diperdagangkan.
"Mereka yang diburu untuk diambil dagingnya adalah Lutung Jawa, Monyet ekor panjang, Lutung Sumatra dan Beruk. Daging primata dipercaya sebagai obat seperti asma, meskipun sama sekali tak terbukti secara ilmiah," ucapnya.
Rosek mengajak seluruh masyarakat, khususnya masyarakat Bali untuk mendukung pelestarian primata. Caranya, tentu saja dengan tidak membeli primata.
"Kalau mereka punah, keseimbangan alam rusak. Kami mengajak masyarakat untuk peduli, karena masyarakat yang langsung berhubungan dengan itu," ujarnya.
Dalam aksi yang digelar sekitar satu jam itu, ProFauna melakukan aksi teatrikal. Digambarkan manusia masuk di dalam sangkar kecil, sementara di luar sangkar primata asyik memperhatikan manusia tersebut.
"Langkah itu dimaksudkan supaya tidak lagi menangkapi primata, agar keberadaan mereka tak punah," ucap Rosek menegaskan.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011