Oleh Yanes Setat
Denpasar (Antara Bali) - Fenomena alam yang cukup ganjil yakni berubah-ubahnya warna air, kembali muncul di permukaan Danau Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, sekitar 75 kilometer utara Kota Denpasar.
Warna air yang berubah kali ini, merupakan yang ketiga kalinya terjadi di Danau Batur setelah sebelumnya muncul pada akhir November 2007 dan awal Juli 2008.
Sama seperti kejadian sebelumnya, fenomena yang kembali muncul pada Minggu (19/6) siang itupun belum dapat dijelaskan mengenai faktor penyebabnya.
Sejumlah warga dan tokoh masyarakat yang bermukim di pinggir Danau Batur menduga perubahan air dari yang semula tampak membiru menjadi putih bagaikan air bekas cucian beras, terjadi karena adanya lutusan gunung di dasar danau.
Masalahnya, sesuai dengan catatan sejarah geologi, Danua Batur merupakan kaldera dari Gunung Batur purba yang meletus dahsyat sekitar 25 ribu tahun silam.
Seiring letusan tersebut, muncul kaldera seluas 138 kilometer persegi yang sebagian berupa danau, sisanya menjadi tempat pemukiman penduduk terdiri atas sejumlah desa yang terhimpun ke dalam Desa Bintang Danu.
Tidak hanya itu, di tengah kaldera atau di bagian tepi Danau Batur kini juga tampak berdiri Gunung Batur setinggi 1.717 meter di atas permukaan laut.
Baik gunung, danau maupun sejumlah desa yang terhimpun ke dalam Desa Bintang Danu, dari pandangan atas tampak bagaikan berada di dalam sebuah baskom raksasa.
Berdasarkan data, gunung yang kini berdiri di tengah kaldera, tercatat telah 26 kali meletus sejak tahun 1804. Letusan paling dahsyat terjadi pada September 1926, dan terakhir pada tahun 2000 dengan menewaskan seorang pendaki berkebangsaan Jerman.
Sehubungan gunung yang tergolong aktif, telah membuat warga setempat selalu menduga adanya aktivitas vulkanik pada setiap timbulnya perubahan warna air pada permukaan Danau Batur.
Coklat dan hijau
Pada kejadian 2007, permukaan air danau berubah menjadi coklat atau hijau kekuning-kuningan dari yang biasanya tampak membiru atau putih bening di bagian tepinya.
Sementara perubahan yang terjadi pada Juli 2008, antara lain ditandai dengan munculnya warna keputih-putihan disertai buih yang nyaris menyerupai busa detergen di permukaan air danau.
Untuk perubahan yang kali ini, tampak sebagian permukaan air danau memutih bagaikan air bekas cucian beras, sehingga kembali mengundang kecurigaan dan keresahan werga, terlebih bagi mereka yang membangun tambak ikan atau jaring terapung di danau tersebut.
"Kami takut kalau air danau yang merupakan sumber air bersih warga selama ini, tiba-tiba mengandung racun atau unsur yang membahayakan lainnya," kata Nyoman Gunada, penduduk yang bermukim di tepi barat Danua Batur.
Senada dengan Nyoman Gunada, I Gede Tindih, tokoh masyarakat Bintang Danu yang juga mantan anggota DPRD Bangli, mengatakan, terkait munculnya kecurigaan warga terhadap kemungkinan air danau membahayakan, perlu dilakukan penelitian oleh pihak berwenang.
"Kami harapkan yang berwenang dapat melakukan penelitian secepatnya," kata Tindih sembari menambahkan, jangan lantas setelah membawa musibah, baru terpikir untuk melakukan tindakan.
Menurut dia, air danau yang tiba-tiba memutih belakangan ini, perlu secara cepat disikapi oleh yang berwenang untuk itu.
"Siapa tahu memang tercemar gas atau cairan beracun, atau juga sebagai pertanda adanya letugas gunung di dasar danau, mengingat Danau Batur terletak di bagian kaki Gunung Batur yang dikenal aktif," katanya.
Tindih mengatakan, bisa saja air danau berubah warna karena adanya lubang solfatara gunung api aktif di dasar danau, atau tumbuhnya plankton dalam jumlah yang besar di air danau.
"Semua itu saya pikir bisa mengubah warna air danau. Namun demikian, ini kan baru sebatas dugaan. Karenanya, perlu dilakukan penelitian," ucapnya menandaskan.
Ikan mabuk
Seiring dengan berubahnya air danau, puluhan ribu ikan jenis mujair dan nila, tampak mulai menggelepar-gelepar, bahkan beberapa di antaranya telah terapung mati.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bangli AA Ngurah Shamba yang dihubungi terpisah mengakui adanya beberapa jenis ikan yang tiba-tiba mabuk kemudian mati setelah air danau berubah warna.
Namun demikian, Kadis Ngurah belum dapat memastikan penyebab timbulnya perubahan warna pada air danau tersebut.
"Kami sudah mengambil sampel air dan ikan yang mati untuk dilakukan penelitian guna mengetahui penyebab berubahnya warna air tersebut," katanya menjelaskan.
Ditanya tentang dugaan perubahan warna air akibat adanya letusan gunung di dasar danau, baik Ngurah maupun Kepala UPT Pengendalian Bencana Kesbanglimaspol Pemprov Bali Putu Anom Agustina, senada mengatakan belum dapat memastikan itu.
"Kami belum dapat memastikannya, namun nampaknya kecil bila di bawah permukaan air danau timbul letugas gunung api," katanya.
Anom menyebutkan, pihaknya sejauh ini belum menerima laporan dari Pos Pemantau Gunung Batur yang menyebutkan bahwa aktivitas gunung tersebut telah meningkat.
"Tidak ada peningkatan aktivitas, sehingga Gunung Batur masih dinyatakan berada pada level satu, yakni aktif normal," ujarnya.
Sehubungan dengan itu, ia mengharapkan masyarakat di sekitar Danau Batur tidak menjadi resah sehubungan air danau kini berubah warna tersebut. Kendati demikian, Anom mengingatkan masyarakat untuk tidak mengurangi kewaspadaannya.
Anom menyebutkan bahwa pihaknya kini tengah melakukan penelitian guna mengetahui penyebab munculnya fenomena alam di permukaan air danau yang berubah warna dan banyak dikunjungi wisatawan mancanegara itu.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
Denpasar (Antara Bali) - Fenomena alam yang cukup ganjil yakni berubah-ubahnya warna air, kembali muncul di permukaan Danau Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, sekitar 75 kilometer utara Kota Denpasar.
Warna air yang berubah kali ini, merupakan yang ketiga kalinya terjadi di Danau Batur setelah sebelumnya muncul pada akhir November 2007 dan awal Juli 2008.
Sama seperti kejadian sebelumnya, fenomena yang kembali muncul pada Minggu (19/6) siang itupun belum dapat dijelaskan mengenai faktor penyebabnya.
Sejumlah warga dan tokoh masyarakat yang bermukim di pinggir Danau Batur menduga perubahan air dari yang semula tampak membiru menjadi putih bagaikan air bekas cucian beras, terjadi karena adanya lutusan gunung di dasar danau.
Masalahnya, sesuai dengan catatan sejarah geologi, Danua Batur merupakan kaldera dari Gunung Batur purba yang meletus dahsyat sekitar 25 ribu tahun silam.
Seiring letusan tersebut, muncul kaldera seluas 138 kilometer persegi yang sebagian berupa danau, sisanya menjadi tempat pemukiman penduduk terdiri atas sejumlah desa yang terhimpun ke dalam Desa Bintang Danu.
Tidak hanya itu, di tengah kaldera atau di bagian tepi Danau Batur kini juga tampak berdiri Gunung Batur setinggi 1.717 meter di atas permukaan laut.
Baik gunung, danau maupun sejumlah desa yang terhimpun ke dalam Desa Bintang Danu, dari pandangan atas tampak bagaikan berada di dalam sebuah baskom raksasa.
Berdasarkan data, gunung yang kini berdiri di tengah kaldera, tercatat telah 26 kali meletus sejak tahun 1804. Letusan paling dahsyat terjadi pada September 1926, dan terakhir pada tahun 2000 dengan menewaskan seorang pendaki berkebangsaan Jerman.
Sehubungan gunung yang tergolong aktif, telah membuat warga setempat selalu menduga adanya aktivitas vulkanik pada setiap timbulnya perubahan warna air pada permukaan Danau Batur.
Coklat dan hijau
Pada kejadian 2007, permukaan air danau berubah menjadi coklat atau hijau kekuning-kuningan dari yang biasanya tampak membiru atau putih bening di bagian tepinya.
Sementara perubahan yang terjadi pada Juli 2008, antara lain ditandai dengan munculnya warna keputih-putihan disertai buih yang nyaris menyerupai busa detergen di permukaan air danau.
Untuk perubahan yang kali ini, tampak sebagian permukaan air danau memutih bagaikan air bekas cucian beras, sehingga kembali mengundang kecurigaan dan keresahan werga, terlebih bagi mereka yang membangun tambak ikan atau jaring terapung di danau tersebut.
"Kami takut kalau air danau yang merupakan sumber air bersih warga selama ini, tiba-tiba mengandung racun atau unsur yang membahayakan lainnya," kata Nyoman Gunada, penduduk yang bermukim di tepi barat Danua Batur.
Senada dengan Nyoman Gunada, I Gede Tindih, tokoh masyarakat Bintang Danu yang juga mantan anggota DPRD Bangli, mengatakan, terkait munculnya kecurigaan warga terhadap kemungkinan air danau membahayakan, perlu dilakukan penelitian oleh pihak berwenang.
"Kami harapkan yang berwenang dapat melakukan penelitian secepatnya," kata Tindih sembari menambahkan, jangan lantas setelah membawa musibah, baru terpikir untuk melakukan tindakan.
Menurut dia, air danau yang tiba-tiba memutih belakangan ini, perlu secara cepat disikapi oleh yang berwenang untuk itu.
"Siapa tahu memang tercemar gas atau cairan beracun, atau juga sebagai pertanda adanya letugas gunung di dasar danau, mengingat Danau Batur terletak di bagian kaki Gunung Batur yang dikenal aktif," katanya.
Tindih mengatakan, bisa saja air danau berubah warna karena adanya lubang solfatara gunung api aktif di dasar danau, atau tumbuhnya plankton dalam jumlah yang besar di air danau.
"Semua itu saya pikir bisa mengubah warna air danau. Namun demikian, ini kan baru sebatas dugaan. Karenanya, perlu dilakukan penelitian," ucapnya menandaskan.
Ikan mabuk
Seiring dengan berubahnya air danau, puluhan ribu ikan jenis mujair dan nila, tampak mulai menggelepar-gelepar, bahkan beberapa di antaranya telah terapung mati.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bangli AA Ngurah Shamba yang dihubungi terpisah mengakui adanya beberapa jenis ikan yang tiba-tiba mabuk kemudian mati setelah air danau berubah warna.
Namun demikian, Kadis Ngurah belum dapat memastikan penyebab timbulnya perubahan warna pada air danau tersebut.
"Kami sudah mengambil sampel air dan ikan yang mati untuk dilakukan penelitian guna mengetahui penyebab berubahnya warna air tersebut," katanya menjelaskan.
Ditanya tentang dugaan perubahan warna air akibat adanya letusan gunung di dasar danau, baik Ngurah maupun Kepala UPT Pengendalian Bencana Kesbanglimaspol Pemprov Bali Putu Anom Agustina, senada mengatakan belum dapat memastikan itu.
"Kami belum dapat memastikannya, namun nampaknya kecil bila di bawah permukaan air danau timbul letugas gunung api," katanya.
Anom menyebutkan, pihaknya sejauh ini belum menerima laporan dari Pos Pemantau Gunung Batur yang menyebutkan bahwa aktivitas gunung tersebut telah meningkat.
"Tidak ada peningkatan aktivitas, sehingga Gunung Batur masih dinyatakan berada pada level satu, yakni aktif normal," ujarnya.
Sehubungan dengan itu, ia mengharapkan masyarakat di sekitar Danau Batur tidak menjadi resah sehubungan air danau kini berubah warna tersebut. Kendati demikian, Anom mengingatkan masyarakat untuk tidak mengurangi kewaspadaannya.
Anom menyebutkan bahwa pihaknya kini tengah melakukan penelitian guna mengetahui penyebab munculnya fenomena alam di permukaan air danau yang berubah warna dan banyak dikunjungi wisatawan mancanegara itu.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011