Klungkung (Antara Bali) - Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Klungkung, Bali, mencatat menalangi biaya pengobatan dan rawat inap untuk 1.077 orang pengungsi Gunung Agung di rumah sakit setempat hingga Rp800 juta.
"Kami mencatat total biaya perawatan pengungsi yang menjalani perawatan dan rawat inap di rumah sakit ini mencapai Rp800 juta," kata Dirut RSUD Klungkung, dr I Nyoman Kesuma di Semarapura, Klungkung, Selasa.
Rencananya, kata Kesuma, pembiayaan semua pengobatan pengungsi yang berobat dan rawat inap ini, akan tanggung BPJS Kesehatan sesuai tarif INACBG untuk pasien yang menggunakan JKN-KIS, yang nantinya data ini akan disetor ke Dinas Kesehatan Provinsi Bali selanjutnya dilanjutkan kepada Kementerian Kesehatan.
"Ini yang belum kami ketahui, apakah semua pasien yang tidak memiliki JKN-KIS apakah biaya perawatannya juga akan ditanggung pemerintah," katanya.
Karena BNPB Pusat yang sempat sebelumnya sempat melihat kondisi pengungsi yang sakit di RSUD Klungkung belum memberikan kepastikan bagaimana biaya pengganti untuk perawatan pengungsi selama menjalani perawat di rumah sakit setempat.
Apabila rumah sakit terus menalangi biaya operasional pengobatan pengungsi ini, maka sangat mempengaruhi "cashflow" operasional rumah sakit, karena untuk melakukan pengadaan logistik obat dan lainnya, rumah sakit perlu memiliki dana operasional.
"Karena logistik ini setelah datang harus dibayar, kalau tidak akan menjadi `one prestasi` atau temuan tidak membayar sesuai perjanjian, maka akan diambil tindakan atau sanksi oleh pihak penyedia. Bisa saja obat yang telah kita pesan tidak dikirim lagi untuk berikutnya sampai pembayaran sebelumnya lunas," ujarnya.
Namun, hingga saat ini belum sampai ke arah seperti itu, karena belanja operasional logistik RSUD Klungkung per bulannya mencapai miliaran rupiah dan ini masih dapat diantisipasi rumah sakit.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah ada kejelasan. Namun, petunjuk dari Bupati Klungkung kepada kami agar bekerja optimal dan iklas. Kami percaya bupati memiliki solusi terbaik," ujarnya.
Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Direktur RSUD Karangasem, Bali, yang mengakui siap memfasilitasi pembiayaan pasiennya yang dirujuk ke RSUD Klungkung akibat status Gunung Agung yang masuk level awas.
Ia mencatat, dari total 1.077 pengungsi yang berobat ke rumah sakit setempat, hanya 200 pasien menjalani rawat inap. Sedangkan, pengungsi yang meninggal dunia di rumah sakit setempat mencapai 19 orang sejak 22 September hingga 16 Oktober 2017.
"Warga pengungsi yang meninggal dunia di RSUD Klungkung ini, rata-rata pasien lansia karena mengidap penyakit gangguan pernafasan kronis, sehingga saat berada dipengungsian penyakitnya kambuh kembali. Mungkin saja pemicunya karena stres selama dipengungsian," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Kami mencatat total biaya perawatan pengungsi yang menjalani perawatan dan rawat inap di rumah sakit ini mencapai Rp800 juta," kata Dirut RSUD Klungkung, dr I Nyoman Kesuma di Semarapura, Klungkung, Selasa.
Rencananya, kata Kesuma, pembiayaan semua pengobatan pengungsi yang berobat dan rawat inap ini, akan tanggung BPJS Kesehatan sesuai tarif INACBG untuk pasien yang menggunakan JKN-KIS, yang nantinya data ini akan disetor ke Dinas Kesehatan Provinsi Bali selanjutnya dilanjutkan kepada Kementerian Kesehatan.
"Ini yang belum kami ketahui, apakah semua pasien yang tidak memiliki JKN-KIS apakah biaya perawatannya juga akan ditanggung pemerintah," katanya.
Karena BNPB Pusat yang sempat sebelumnya sempat melihat kondisi pengungsi yang sakit di RSUD Klungkung belum memberikan kepastikan bagaimana biaya pengganti untuk perawatan pengungsi selama menjalani perawat di rumah sakit setempat.
Apabila rumah sakit terus menalangi biaya operasional pengobatan pengungsi ini, maka sangat mempengaruhi "cashflow" operasional rumah sakit, karena untuk melakukan pengadaan logistik obat dan lainnya, rumah sakit perlu memiliki dana operasional.
"Karena logistik ini setelah datang harus dibayar, kalau tidak akan menjadi `one prestasi` atau temuan tidak membayar sesuai perjanjian, maka akan diambil tindakan atau sanksi oleh pihak penyedia. Bisa saja obat yang telah kita pesan tidak dikirim lagi untuk berikutnya sampai pembayaran sebelumnya lunas," ujarnya.
Namun, hingga saat ini belum sampai ke arah seperti itu, karena belanja operasional logistik RSUD Klungkung per bulannya mencapai miliaran rupiah dan ini masih dapat diantisipasi rumah sakit.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah ada kejelasan. Namun, petunjuk dari Bupati Klungkung kepada kami agar bekerja optimal dan iklas. Kami percaya bupati memiliki solusi terbaik," ujarnya.
Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Direktur RSUD Karangasem, Bali, yang mengakui siap memfasilitasi pembiayaan pasiennya yang dirujuk ke RSUD Klungkung akibat status Gunung Agung yang masuk level awas.
Ia mencatat, dari total 1.077 pengungsi yang berobat ke rumah sakit setempat, hanya 200 pasien menjalani rawat inap. Sedangkan, pengungsi yang meninggal dunia di rumah sakit setempat mencapai 19 orang sejak 22 September hingga 16 Oktober 2017.
"Warga pengungsi yang meninggal dunia di RSUD Klungkung ini, rata-rata pasien lansia karena mengidap penyakit gangguan pernafasan kronis, sehingga saat berada dipengungsian penyakitnya kambuh kembali. Mungkin saja pemicunya karena stres selama dipengungsian," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017