Jakarta (Antara Bali) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(PVMBG), Badan Geologi, Kementerian ESDM hari Jumat mencatat gempa
vulkanik di Gunung Agung, Bali masih menunjukkan jumlah yang tinggi.
Gempa-gempa ini mengindikasikan adanya peretakan batuan di dalam tubuh gunungapi yang disebabkan oleh pergerakan magma.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian ESDM, Kasbani melalui keterangan tertulisnya yang diterima Antara di Jakarta, Jumat, mengungkapkan, perhitungan magnitudo gempa menunjukkan besaran yang terus meningkat.
Magnitudo gempa terbesar selama masa krisis ini adalah gempa dengan magnitudo M4.3 pada tanggal 27 September 2017 pukul 13:12 WITA.
"Akhir-akhir ini gempa semakin sering dirasakan oleh masyarakat di sekitar Gunung Agung dan Batur. Beberapa gempa terbesar bahkan dapat dirasakan di daerah Denpasar dan Kuta. Gempa vulkanik diperkirakan berada di bawah kawah hingga kedalaman 20 km dari puncak gunung berapi," kata Kasbani.
Sementara itu, berdasarkan Penginderaan jauh satelit, terdeteksi adanya emisi asap putih (uap) dan area panas yang baru di kawah puncak Gunung Agung. Luas area panas ini teramati telah membesar selama sepekan terakhir, termasuk satu rekahan baru di tengah kawah dimana emisi asap putih (uap) juga terus berlangsung.
Emisi asap putih (uap) dari kawah umumnya teramati dengan ketinggian rata-rata 50-200m di atas puncak. Saat ini emisi asap (uap) teramati relatif lebih menerus.
Setelah gempa dengan magnitudo M4.2 pada tanggal 26 September 2017 pukul 16:27 WITA, asap putih (uap) keluar dengan intensitas lebih besar dan teramati sampai ketinggian sekitar 500 m di atas puncak.
"Analisis data tiltmeter mengindikasikan adanya inflasi (penggembungan) pada tubuh Gunung Agung," jelas Kasbani
Melihat kondisi data pemantauan pada saat ini, Kasbani menjelaskan bahwa probabilitas untuk terjadi letusan masih lebih tinggi daripada probabilitas untuk tidak terjadi letusan. Namun demikian, probabilitas letusan dapat berubah sewaktu-waktu tergantung pada data pemantauan terkini.
"Tanggal dan waktu pasti letusan tidak dapat diprediksi. PVMBG akan mengeluarkan peringatan saat kondisi berubah dan jika teramati kecenderungan yang lebih tinggi untuk terjadi letusan," katanya.
Berdasarkan hal itu, hingga saat ini Bali masih aman untuk berwisata di Bali. Namun, pengunjung tidak boleh memasuki area terlarang di dekat Gunung Agung (saat ini di dalam pada radius sembilan km dan perluasan sejauh 12 km dari puncak ke arah tenggara, selatan dan barat daya dan ke arah utara hingga Timurlaut). PVMBG terus berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memperkuat sistem peringatan dini letusan.
Selain itu, pengunjung ke Bali dan masyarakat setempat harus tetap mematuhi rekomendasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia.
"Informasi terkini aktivitas Gunung Agung dapat diperoleh melalui aplikasi web maupun telepon pintar yang dikeluarkan PVMBG, yaitu "Magma Indonesia" (magma.vsi.esdm.go.id) dan melalui Google Playstore," tuturnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Gempa-gempa ini mengindikasikan adanya peretakan batuan di dalam tubuh gunungapi yang disebabkan oleh pergerakan magma.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian ESDM, Kasbani melalui keterangan tertulisnya yang diterima Antara di Jakarta, Jumat, mengungkapkan, perhitungan magnitudo gempa menunjukkan besaran yang terus meningkat.
Magnitudo gempa terbesar selama masa krisis ini adalah gempa dengan magnitudo M4.3 pada tanggal 27 September 2017 pukul 13:12 WITA.
"Akhir-akhir ini gempa semakin sering dirasakan oleh masyarakat di sekitar Gunung Agung dan Batur. Beberapa gempa terbesar bahkan dapat dirasakan di daerah Denpasar dan Kuta. Gempa vulkanik diperkirakan berada di bawah kawah hingga kedalaman 20 km dari puncak gunung berapi," kata Kasbani.
Sementara itu, berdasarkan Penginderaan jauh satelit, terdeteksi adanya emisi asap putih (uap) dan area panas yang baru di kawah puncak Gunung Agung. Luas area panas ini teramati telah membesar selama sepekan terakhir, termasuk satu rekahan baru di tengah kawah dimana emisi asap putih (uap) juga terus berlangsung.
Emisi asap putih (uap) dari kawah umumnya teramati dengan ketinggian rata-rata 50-200m di atas puncak. Saat ini emisi asap (uap) teramati relatif lebih menerus.
Setelah gempa dengan magnitudo M4.2 pada tanggal 26 September 2017 pukul 16:27 WITA, asap putih (uap) keluar dengan intensitas lebih besar dan teramati sampai ketinggian sekitar 500 m di atas puncak.
"Analisis data tiltmeter mengindikasikan adanya inflasi (penggembungan) pada tubuh Gunung Agung," jelas Kasbani
Melihat kondisi data pemantauan pada saat ini, Kasbani menjelaskan bahwa probabilitas untuk terjadi letusan masih lebih tinggi daripada probabilitas untuk tidak terjadi letusan. Namun demikian, probabilitas letusan dapat berubah sewaktu-waktu tergantung pada data pemantauan terkini.
"Tanggal dan waktu pasti letusan tidak dapat diprediksi. PVMBG akan mengeluarkan peringatan saat kondisi berubah dan jika teramati kecenderungan yang lebih tinggi untuk terjadi letusan," katanya.
Berdasarkan hal itu, hingga saat ini Bali masih aman untuk berwisata di Bali. Namun, pengunjung tidak boleh memasuki area terlarang di dekat Gunung Agung (saat ini di dalam pada radius sembilan km dan perluasan sejauh 12 km dari puncak ke arah tenggara, selatan dan barat daya dan ke arah utara hingga Timurlaut). PVMBG terus berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memperkuat sistem peringatan dini letusan.
Selain itu, pengunjung ke Bali dan masyarakat setempat harus tetap mematuhi rekomendasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia.
"Informasi terkini aktivitas Gunung Agung dapat diperoleh melalui aplikasi web maupun telepon pintar yang dikeluarkan PVMBG, yaitu "Magma Indonesia" (magma.vsi.esdm.go.id) dan melalui Google Playstore," tuturnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017