Klungkung (Antara Bali) - Beralaskan terpal dan beratapkan tenda berwarna biru, sejumlah anak dari kaki Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali, bersemangat mengikuti permainan, meskipun mereka terpaksa harus meninggalkan kampung halamannya.

Tenda darurat berukuran 3x4 meter itu berdiri di sekitar lapangan Gelanggang Olahraga (GOR) Swecapura di Kabupaten Klungkung, berjarak sekitar 30 kilometer bagian selatan dari kaki Gunung Agung yang saat ini menjadi rumah sementara mereka.

Raut wajah polos anak-anak itu semakin ceria, saat relawan memberikan aba-aba, tandanya permainan akan dimulai.

Cuaca yang terik dan panas tidak menyurutkan semangat anak-anak itu untuk bermain, menikmati alunan lagu-lagu khas anak-anak yang diputar para relawan.

Gunawan, relawan Kementerian Sosial, mengikuti gaya khas anak-anak agar hiburan yang ia berikan menyatu dengan dunia anak.

Terkadang pria 43 tahun dari Kabupaten Bandung Barat itu menampilkan mimik lucu atau bahkan meloncat-loncat, yang turut diikuti anak-anak tersebut.

Permainan dikemas seringan dan semenarik mungkin, mengikuti dunia anak-anak seperti memutarkan musik yang disertai dengan pelatihan gerak tangan.

Tujuannya untuk menumbuhkan gerak motorik anak, termasuk menumbuhkan daya tangkap anak.

Permainan sendiri dimulai ketika anak-anak pulang dari sejumlah sekolah terdekat yang menampung sementara anak-anak tersebut agar mereka tidak ketinggalan pelajaran formal.

Di tenda itu, sekitar 30 orang anak mengikuti kegiatan layanan dukungan psikososial dari Kementerian Sosial berupa permainan yang mengasah kemampuan otak, permainan menyenangkan seperti menyanyi, hingga kreativitas.

Di tengah-tengah sesi layanan, anak-anak juga diberi waktu untuk beristirahat agar mereka tidak bosan.

Sementara itu saat sesi malam hari, layanan diisi dengan kegiatan bercerita, komedi tunggal khas anak-anak, nonton bersama hingga edukasi mitigasi bencana yang dikemas menarik.

Agar tidak monoton, setiap harinya relawan memperbaharui agenda permainan seperti menyisipkan edukasi mengolah sampah menjadi barang kreasi seperti menjadi media lukisan atau merubah sampah kardus menjadi mobil-mobilan.

"Meski di pengungsian harus sekolah, harus belajar, bahwa anak-anak itu gembira dan bermain. Intinya mereka tetap seolah-olah ada di rumah meski di pengungsian," ucap relawan yang baru kembali dari pengungsian Rohingya itu.

Permainan semakin meriah, ketika para relawan membagikan biskuit, baju kaos, tas hingga hadiah lainnya bagi anak-anak yang tampil semangat menjawab pertanyaan.

Layanan dukungan psikososial itu tidak hanya menyasar anak-anak tetapi juga ibu hamil, lansia dan penyandang disabilitas.

Berbagi Tugas

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karangasem, Bali, menyebutkan hingga Jumat (29/9) pukul 12.00 Wita, gelombang pengungsi masih terus bertambah menjadi 144.389 orang yang tersebar di 475 titik di seluruh Bali.

Pengungsian di GOR Swecapura merupakan salah satu pos pengungsian yang tersebar di sembilan kabupaten/kota di Pulau Dewata.

Mengingat jumlah anak-anak di arena olahraga itu sekitar 300 orang, maka para relawan juga berbagi tugas memberikan hiburan kepada anak-anak.

Relawan Ni Luh Putu Sri Widayanti dari Himpunan Pendidik Anak Usia Dini (Himpaudi) Kabupaten Klungkung juga turut menghibur anak-anak di pengungsian.

Bedanya lokasinya bukan di dalam tenda, melainkan di dalam arena GOR Swecapura.

Setiap sore, Sri bersama 15 orang rekannya mengumpulkan anak-anak tersebut untuk mengikuti permainan dan bernyanyi.

Selain itu, mereka juga mengajarkan anak-anak berhitung dan menggambar mengisi waktu di pos pengungsian agar mereka tidak stres.

"Kami ingin menghibur mereka ini agar tidak trauma," ujar guru yang sehari-harinya bertugas di PAUD Desa Pikat, Kecamatan Dawan Klungkung itu.

Anak-anak merupakan salah satu yang paling rentan ketika warga terpaksa mengungsi karena bencana alam.

Ketidakpastian dan suasana berubah drastis, memerlukan penanganan dengan pendekatan tertentu agar tidak menimbulkan trauma psikologis berat berkepanjangan.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa yang menijau kondisi pengungsi berpesan kepada anak-anak untuk tetap semangat belajar dan bersabar dalam menghadapi situasi bencana alam.

Khofifah mengatakan hiburan tersebut sangat penting untuk menghindarkan pada situasi yang membuat mereka stres.

"Situasi canggung pasti dirasakan anak-anak karena atmosfer di pengungsian sangat jauh berbeda sekalipun mereka berkumpul bersama keluarga," katanya.

Ajakan menyanyi dan bermain bersama-sama menurut dia mampu membuat anak-anak melupakan sejenak bencana yang telah memaksa mereka jauh dari kampung halaman.

Seorang anak Yoga (9) mengaku sangat senang dan terhibur dengan permainan yang dibawakan para relawan yang membuat dirinya lupa berada di pengungsian.

"Senang karena banyak teman," ucap bocah dari Desa Muncan, Karangasem, itu.

Kepedulian para relawan tersebut patut diacungi jempol, setidaknya ikut membantu meringankan beban psikis masyarakat dengan menabur semangat bahwa masih ada keceriaan dan harapan di tengah situasi bencana.

Dukungan moral tersebut memang sangat dibutuhkan ketika dalam kondisi yang serba terbatas dan penuh ketidakpastian.

Setidaknya, kesedihan yang dialami pengungsi Gunung Agung tersebut juga ditanggung bersama sesuai dengan konsep kearifan lokal persaudaraan masyarakat Bali yakni "Meyama Braya", artinya turut membantu sesama baik dalam suka maupun duka. (WDY)
 
Video oleh Dewa Wiguna
 
 

Pewarta: Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : I Nyoman Aditya T I


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017