Denpasar (Antara Bali) - Jalan irigasi subak beraspal itu tidak begitu mulus, lebarnya cukup sempit, hanya pas untuk satu arah kendaraan roda empat dengan alur mengikuti selokan, namun tertata apik di tengah persawahan yang terlihat menghijau dan lestari.
Air irigasi pertanian tradisional (subak) itu tampak mengalir jernih di tengah persawahan Subak Ume Tebe, Subak Mole dan Subak Sengawang yang masuk wilayah Desa Pekraman (adat) Ole, Desa Marga Dauh Puri, Kabupaten Tabanan, 27 km barat laut Kota Denpasar.
Ketiga subak itu memiliki hamparan lahan sekitar 75 hektare yang dihubungkan dengan jalan beraspal sekitar dua kilometer untuk memudahkan mengangkut produksi.
"Petani setempat mempunyai kebiasaan sepertiga atau separuh lahan garapannya ditanami palawija atau sayur mayur yang dapat menggunakan air secara hemat, namun hasilnya tidak kalah dibandingkan menanam padi," tutur petani setempat Pan Santhi (60).
Petani yang energik itu menggarap lahan sawah seluas 50 are separuhnya ditanami padi dan separuhnya lagi sayur mayur serta palawija sehingga tidak kesulitan air untuk irigasi, meskipun musim kemarau kini telah dirasakan.
Meskipun debit air irigasi menurun, namun usaha sektor pertanian, khususnya tanaman padi yang selama ini tergantung dari air belum terasa pengaruhnya, ujar Pan Santhi yang aktivitas kesehariannya juga sebagai buruh bangunan dan memelihara dua ternak sapi.
Petani belajar dari pengalaman yang setiap tahun mengalami kekeringan, telah melakukan antisipasi dengan mengembangkan tanaman palawija, sayur mayur maupun menanam bunga gemitir dan pacah untuk keperluan ritual umat Hindu yang dibutuhkan tiap hari.
"Usaha pertanian inovasi dan kreatif itu hasilnya justru lebih besar dari pada menanam padi. Tanaman sayur dan bunga itu dapat dipanen setiap minggu," ujar Pan Santhi yang sehat bugar dalam usia senjanya itu.
Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Holtikultura Provinsi Bali melalui petugas penyuluhan pertanian lapangan (PPL) sejak dini juga telah menyarankan petani untuk mengembangkan tanaman palawija sementara waktu untuk mengantisipasi musim kemarau.
Penyesuaian pola tanam di lahan sawah yang berisiko mengalami kekeringan maupun di subak itu sedang dilakukan perbaikan saluran irigasi dengan harapan petani tetap memperoleh penghasilan, tutur Kepala Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Holtikultura Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana
Petani di sejumlah subak di Bali memang telah mengikuti anjuran tersebut. Hingga kini dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali belum ada laporan tentang lahan pertanian yang mengalami kekeringan.
Pemerintah pusat menargetkan tanaman padi di Bali pada 2017 seluas 170.000 hektare untuk mendukung program upaya khusus (Upsus) swasembada padi yang diharapkan dapat terealisasi dengan baik.
Hal itu optimis dapat diwujudkan, mengingat Pulau Dewata tahun 2016 berhasil mencapai luas tanam padi hingga 156.000 hektare dan tahun ini diharapkan dapat ditingkatkan menjadi 170.000 hektare sesuai target yang ditetapkan tersebut.
Untuk itu Dinas Pertanian setempat menggugah sekaligus memotivasi petani agar tidak khawatir menanam padi. Untuk itu bekerja sama dengan PT Jasindo dalam memberikan asuransi bagi petani, yakni memberikan layanan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP).
Nihil Lahan Kering
Sementara itu Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung, Putu Oka Swandiana menjelaskan, lahan pertanian di daerahnya seluas 9.975 hektare hingga kini semuanya mendapat pengairan sebagaimana mestinya, dan nihil lahan yang mengalami kekeringan.
Meskipun debit air dirasakan mulai menurun dalam musim kemarau ini, namun petani tetap dapat mengolah lahan sawahnya dengan baik, disamping sebagian menanam palawija sehingga mampu menghemat penggunaan air.
Dalam menghadapi musim kemarau yang berkepanjangan itu, pihaknya telah melakukan antisipasi, jangan sampai tanaman pertanian mengalami kekeringan dengan menyiapkan pompa air untuk menyalurkan air sungai ke saluran irigasi sawah.
Pengadaan pompa air belasan unit sebagai antisipasi musim kemarau itu mendapat dukungan dana dari pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian yang kini sudah siap dioperasikan oleh petani.
Pemerintah Kabupaten Badung melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) setempat telah membenahi saluran irigasi pertanian dengan metode benton berbentuk U (Frekes) yang mampu bertahan lama sehingga air saluran irigasi tidak ada yang hilang sekaligus mencegah masukkan hama kepiting ke lahan pertanian.
Demikian pula Pemkab Badung melalui Dinas Pertanian setempat telah mengasuransikan tanaman padi petani mengantisipasi gagal panen. Lahan sawah milik petani yang diasuransikan ditingkatkan dari 1.300 hektare tahun 2017 menjadi 1.800 hektare dalam tahun 2018.
Hal itu menunjukkan keseriusan pemerintah Kabupaten Badung dalam memberikan perlindungan dan rasa aman kepada para petani yang mengalami gagal panen.
Setiap hektare dikenakan premi asuransi Rp36.000 sehingga total pembayaran presmi tahun 2018 mencapai Rp64,8 juta. Perhatian pemerintah terhadap petani merupakan program inovatif Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta dan Wakilnya I Ketut Suiasa dalam mengangkat kesejahteraan petani.
Rawan Kekeringan
Sementara itu Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta sejak dini telah mengingatkan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat untuk mengantisipasi menurunnya debit air yang bisa mempengaruhi pelayanan kepada masyarakat tentang air bersih.
Pengalaman selama ini pada musim kemarau pelayanan hanya menjangkau konsumen hanya 80 harus diantisipasi dengan memberikan air lewat mobil tangki secara berkala dan cuma-cuma.
Beberapa daerah yang rawan kekeringan dan sulit mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari antara lain wilayah Bukit Tengah, Desa Pesinggahan, wilayah Buayang, Desa Gunaksa, wilayah Glogor, Desa Pikat, Kecamatan Dawan.
Selain itu beberapa desa di Pulau Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan yang lokasinya terpisah dengan daratan Bali, namun masuk wilayah Kabupaten Klungkung.
Semua itu perlu diantisipasi sejak dini jangan sampai menurunnya debit air bersih, masyarakat menjadi kesulitan memperoleh air bersih untuk keperluan sehari-hari, ujar Bupati Nyoman Suwirta.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra mengharapkan masyarakat untuk segera melaporkan kepada BPBD kabupaten/kota setempat jika mengalami krisis air atau kesulitan air bersih akibat kekeringan.
Jika ada permintaan masyarakat dalam waktu 1x24 jam siap memberikan pelayanan air bersih secara gratis. Kini memang mengalami kering, namun belum sampai mengalami krisis air yang signifikan, dan belum ada permintaan bantuan air bersih.
Berdasarkan prediksi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), puncak musim kemarau diperkirakan pada bulan September.
Daerah-daerah yang potensial mengalami kekeringan di Bali yakni empat kabupaten, yakni Karangasem yang rawan kekeringan meliputi Kecamatan Kubu, Kecamatan Abang, dan Kecamatan Karangasem.
Kabupaten Klungkung ada di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Bangli rawan kekeringan di Kecamatan Kintamani dan Kabupaten Buleleng langganan kekeringan dari tahun ke tahun di Kecamatan Tejakula, Kubutambahan, dan Sukasada. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Air irigasi pertanian tradisional (subak) itu tampak mengalir jernih di tengah persawahan Subak Ume Tebe, Subak Mole dan Subak Sengawang yang masuk wilayah Desa Pekraman (adat) Ole, Desa Marga Dauh Puri, Kabupaten Tabanan, 27 km barat laut Kota Denpasar.
Ketiga subak itu memiliki hamparan lahan sekitar 75 hektare yang dihubungkan dengan jalan beraspal sekitar dua kilometer untuk memudahkan mengangkut produksi.
"Petani setempat mempunyai kebiasaan sepertiga atau separuh lahan garapannya ditanami palawija atau sayur mayur yang dapat menggunakan air secara hemat, namun hasilnya tidak kalah dibandingkan menanam padi," tutur petani setempat Pan Santhi (60).
Petani yang energik itu menggarap lahan sawah seluas 50 are separuhnya ditanami padi dan separuhnya lagi sayur mayur serta palawija sehingga tidak kesulitan air untuk irigasi, meskipun musim kemarau kini telah dirasakan.
Meskipun debit air irigasi menurun, namun usaha sektor pertanian, khususnya tanaman padi yang selama ini tergantung dari air belum terasa pengaruhnya, ujar Pan Santhi yang aktivitas kesehariannya juga sebagai buruh bangunan dan memelihara dua ternak sapi.
Petani belajar dari pengalaman yang setiap tahun mengalami kekeringan, telah melakukan antisipasi dengan mengembangkan tanaman palawija, sayur mayur maupun menanam bunga gemitir dan pacah untuk keperluan ritual umat Hindu yang dibutuhkan tiap hari.
"Usaha pertanian inovasi dan kreatif itu hasilnya justru lebih besar dari pada menanam padi. Tanaman sayur dan bunga itu dapat dipanen setiap minggu," ujar Pan Santhi yang sehat bugar dalam usia senjanya itu.
Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Holtikultura Provinsi Bali melalui petugas penyuluhan pertanian lapangan (PPL) sejak dini juga telah menyarankan petani untuk mengembangkan tanaman palawija sementara waktu untuk mengantisipasi musim kemarau.
Penyesuaian pola tanam di lahan sawah yang berisiko mengalami kekeringan maupun di subak itu sedang dilakukan perbaikan saluran irigasi dengan harapan petani tetap memperoleh penghasilan, tutur Kepala Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Holtikultura Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana
Petani di sejumlah subak di Bali memang telah mengikuti anjuran tersebut. Hingga kini dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali belum ada laporan tentang lahan pertanian yang mengalami kekeringan.
Pemerintah pusat menargetkan tanaman padi di Bali pada 2017 seluas 170.000 hektare untuk mendukung program upaya khusus (Upsus) swasembada padi yang diharapkan dapat terealisasi dengan baik.
Hal itu optimis dapat diwujudkan, mengingat Pulau Dewata tahun 2016 berhasil mencapai luas tanam padi hingga 156.000 hektare dan tahun ini diharapkan dapat ditingkatkan menjadi 170.000 hektare sesuai target yang ditetapkan tersebut.
Untuk itu Dinas Pertanian setempat menggugah sekaligus memotivasi petani agar tidak khawatir menanam padi. Untuk itu bekerja sama dengan PT Jasindo dalam memberikan asuransi bagi petani, yakni memberikan layanan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP).
Nihil Lahan Kering
Sementara itu Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung, Putu Oka Swandiana menjelaskan, lahan pertanian di daerahnya seluas 9.975 hektare hingga kini semuanya mendapat pengairan sebagaimana mestinya, dan nihil lahan yang mengalami kekeringan.
Meskipun debit air dirasakan mulai menurun dalam musim kemarau ini, namun petani tetap dapat mengolah lahan sawahnya dengan baik, disamping sebagian menanam palawija sehingga mampu menghemat penggunaan air.
Dalam menghadapi musim kemarau yang berkepanjangan itu, pihaknya telah melakukan antisipasi, jangan sampai tanaman pertanian mengalami kekeringan dengan menyiapkan pompa air untuk menyalurkan air sungai ke saluran irigasi sawah.
Pengadaan pompa air belasan unit sebagai antisipasi musim kemarau itu mendapat dukungan dana dari pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian yang kini sudah siap dioperasikan oleh petani.
Pemerintah Kabupaten Badung melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) setempat telah membenahi saluran irigasi pertanian dengan metode benton berbentuk U (Frekes) yang mampu bertahan lama sehingga air saluran irigasi tidak ada yang hilang sekaligus mencegah masukkan hama kepiting ke lahan pertanian.
Demikian pula Pemkab Badung melalui Dinas Pertanian setempat telah mengasuransikan tanaman padi petani mengantisipasi gagal panen. Lahan sawah milik petani yang diasuransikan ditingkatkan dari 1.300 hektare tahun 2017 menjadi 1.800 hektare dalam tahun 2018.
Hal itu menunjukkan keseriusan pemerintah Kabupaten Badung dalam memberikan perlindungan dan rasa aman kepada para petani yang mengalami gagal panen.
Setiap hektare dikenakan premi asuransi Rp36.000 sehingga total pembayaran presmi tahun 2018 mencapai Rp64,8 juta. Perhatian pemerintah terhadap petani merupakan program inovatif Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta dan Wakilnya I Ketut Suiasa dalam mengangkat kesejahteraan petani.
Rawan Kekeringan
Sementara itu Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta sejak dini telah mengingatkan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat untuk mengantisipasi menurunnya debit air yang bisa mempengaruhi pelayanan kepada masyarakat tentang air bersih.
Pengalaman selama ini pada musim kemarau pelayanan hanya menjangkau konsumen hanya 80 harus diantisipasi dengan memberikan air lewat mobil tangki secara berkala dan cuma-cuma.
Beberapa daerah yang rawan kekeringan dan sulit mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari antara lain wilayah Bukit Tengah, Desa Pesinggahan, wilayah Buayang, Desa Gunaksa, wilayah Glogor, Desa Pikat, Kecamatan Dawan.
Selain itu beberapa desa di Pulau Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan yang lokasinya terpisah dengan daratan Bali, namun masuk wilayah Kabupaten Klungkung.
Semua itu perlu diantisipasi sejak dini jangan sampai menurunnya debit air bersih, masyarakat menjadi kesulitan memperoleh air bersih untuk keperluan sehari-hari, ujar Bupati Nyoman Suwirta.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra mengharapkan masyarakat untuk segera melaporkan kepada BPBD kabupaten/kota setempat jika mengalami krisis air atau kesulitan air bersih akibat kekeringan.
Jika ada permintaan masyarakat dalam waktu 1x24 jam siap memberikan pelayanan air bersih secara gratis. Kini memang mengalami kering, namun belum sampai mengalami krisis air yang signifikan, dan belum ada permintaan bantuan air bersih.
Berdasarkan prediksi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), puncak musim kemarau diperkirakan pada bulan September.
Daerah-daerah yang potensial mengalami kekeringan di Bali yakni empat kabupaten, yakni Karangasem yang rawan kekeringan meliputi Kecamatan Kubu, Kecamatan Abang, dan Kecamatan Karangasem.
Kabupaten Klungkung ada di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Bangli rawan kekeringan di Kecamatan Kintamani dan Kabupaten Buleleng langganan kekeringan dari tahun ke tahun di Kecamatan Tejakula, Kubutambahan, dan Sukasada. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017