Denpasar (Antara Bali) - Ketua Panitia Khusus Ranperda Pengolahan Sapi Bali DPRD Bali Nyoman Parta menyatakan diperlukan peraturan daerah untuk melindungi genetik sapi bali, termasuk mencegah penyelundupan sapi khas Pulau Dewata.
"Keberadaan sapi bali harus mendapatkan perlindungan disamping mencegah semakin banyaknya penyelundupan sapi tersebut keluar daerah," kata Parta dalam penyampaian laporan pembahasan Ranperda Pengolahan Sapi Bali pada rapat paripurna DPRD Bali, di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan saat ini di luar kuota perdagangan antarpulau secara resmi semakin marak terjadi penyelundupan atau pengiriman sapi bali tanpa izin resmi. Hal tersebut dikhawatirkan akan mengancam perkembangan populasi sapi bali.
Parta menjelaskan beberapa penyebab terjadinya penyeludupan sapi bali, karena di kota-kota besar di Jawa (Jakarta, Surabaya, dan Bandung) sapi tersebut harganya lebih tinggi per kilogram berat hidupnya, dibanding sapi lokal lainnya.
"Sapi bali persentase karkasnya tinggi mencapai 56 persen, pada sapi PO hanya 46 sampai 47 persen, dan sapi madura 49 hingga 50 persen," ujarnya.
Selain itu, kata Parta, kadar lemak rendah, fertilitas (untuk bibit) paling tinggi berkisar 82-83 persen. Adaptasinya tehadap cekaman suhu dan pakan bergizi rendah sangat tinggi. Karena itu, Bali sebagai gudangnya sapi bali harus dipertahankan.
Ia mengatakan di Bali ada sekitar 17 rumah potong hewan (RPH), namun hingga kini belum dapat melakukan kegiatan pemotongan secara optimal, karena banyak sapi yang diperdagangkan keluar pulau. Hal ini disebabkan karena pedagang antarpulau mau membeli sapi dengan harga yang lebih tinggi dibanding RPH.
"Hal ini perlu kami kaji bersama agar RPH di Bali mampu membeli dengan harga dan sistem yang sama dengan pedagang antarpulau. Maka dari itu, jika semakin banyak sapi yang di potong di Bali, maka akan semakin menguntungkan, karena dapat pengoptimalkan kapasitas RPH berarti juga memperbesar lapangan kerja," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Keberadaan sapi bali harus mendapatkan perlindungan disamping mencegah semakin banyaknya penyelundupan sapi tersebut keluar daerah," kata Parta dalam penyampaian laporan pembahasan Ranperda Pengolahan Sapi Bali pada rapat paripurna DPRD Bali, di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan saat ini di luar kuota perdagangan antarpulau secara resmi semakin marak terjadi penyelundupan atau pengiriman sapi bali tanpa izin resmi. Hal tersebut dikhawatirkan akan mengancam perkembangan populasi sapi bali.
Parta menjelaskan beberapa penyebab terjadinya penyeludupan sapi bali, karena di kota-kota besar di Jawa (Jakarta, Surabaya, dan Bandung) sapi tersebut harganya lebih tinggi per kilogram berat hidupnya, dibanding sapi lokal lainnya.
"Sapi bali persentase karkasnya tinggi mencapai 56 persen, pada sapi PO hanya 46 sampai 47 persen, dan sapi madura 49 hingga 50 persen," ujarnya.
Selain itu, kata Parta, kadar lemak rendah, fertilitas (untuk bibit) paling tinggi berkisar 82-83 persen. Adaptasinya tehadap cekaman suhu dan pakan bergizi rendah sangat tinggi. Karena itu, Bali sebagai gudangnya sapi bali harus dipertahankan.
Ia mengatakan di Bali ada sekitar 17 rumah potong hewan (RPH), namun hingga kini belum dapat melakukan kegiatan pemotongan secara optimal, karena banyak sapi yang diperdagangkan keluar pulau. Hal ini disebabkan karena pedagang antarpulau mau membeli sapi dengan harga yang lebih tinggi dibanding RPH.
"Hal ini perlu kami kaji bersama agar RPH di Bali mampu membeli dengan harga dan sistem yang sama dengan pedagang antarpulau. Maka dari itu, jika semakin banyak sapi yang di potong di Bali, maka akan semakin menguntungkan, karena dapat pengoptimalkan kapasitas RPH berarti juga memperbesar lapangan kerja," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017