Amlapura (Antara Bali) - Bupati Karangasem, Bali I Gusti Ayu Mas Sumatri menghadiri ritual "Mepepade", rangkaian Karya Pamelaspas (peresmian) serta "Nubung Pedagingan" dan Ngenteg Linggih di Pura Dalem Puri Besakih, Selasa.

Kegiatan ritual berskala besar itu dilaksanakan berdasarkan hasil keputusan rapat warga penyungsung Pura Dalem Puri Besakih yang didukung oleh Pemerintah Kabupaten Badung dan Pemerintah Kabupaten Karangasem.

Kegiatan tersebut juga dirangkai dengan Tawur yang merupakan ritual berskala besar yang sangat dimuliakan, karena mengandung makna untuk menyucikan bangunan suci (pelinggih) dengan segala kelengkapannya serta alam semesta menuju tatanan kehidupan yang harmonis.

Bupati I Gusti Ayu Mas Sumatri didampingi Kepala Dinas Kebudayaan setemppat I Putu Arnawa, Kadis DP3A Santika Wati, Kabag Kesra I Made Basma serta Kabag Humas dan Protokol Waskita Suta Dewa mengajak seluruh masyarakat mendukung kegiatan ritual tersebut agar dapat terlaksana dengan lancar dan sukses.

Dukungan dan peran serta masyarakat sangat penting artinya untuk kelancaran di Pura Dalem Puri Besakih, dengan prilaku dan sikap yang mencerminkan kesucian, ketulusan serta kesungguhan yang dilandasi dengan rasa bakti yang tulus ikhlas.

Persiapan kegiatan ritual yang melibatkan seluruh masyarakat Desa Adat Besakih dilaksanakan sejak 9 Juni 2017 lalu hingga puncak acara Rabu, 19 Juli 2017.

Kegiatan ritual berskala besar itu selama sebelas hari hingga 30 Juli mendatang. "Semoga melalui yadnya yang kita persembahkan ini akan tercipta ketentraman, kesejahteraan dan kebahagiaan bagi kita semua," ujar Bupati IGA Mas Sumantri.

Ketua Panitia Pelaksana IV sekaligus Prajuru Dalem Puri I Gusti Mangku Sri Pujawan melaporkan, kegiatan ritual "mepepade" dipimpin Ida Pedande Gede Purwa Gautama dari Griya Buda Wanasari Sidemen.

Kegiatan itu untuk menyucikan secara ritual binatang-binatang yang akan dijadikan kurban secara lahir bathin. Karena itu, binatang diupacarai dengan "Sesaji Biyakala", lambang lahiriah dan "Upacara Prayascita" lambang penyucian rohaniah.

Sesudah itu dilakukan upacara "Mejaya-jaya", lambang permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan tujuan agar roh hewan yang akan dijadikan kurban mendapat tempat yang layak sesuai dengan fungsinya sebagai binatang kurban untuk tujuan yang suci.

Terakhir dilakukan upacara "Purwa Daksina" yakni keliling tiga kali dari timur ke selatan yang melambangkan bahwa upacara ini benar-benar menuju kesucian. Berputar tiga kali ke kanan sebagai jalannya jarum jam adalah lambang menuju jalannya Tuhan.

Mangku Sri Pujawan menambahkan, hewan-hewan yang digunakan dalam ritual "Mepepade" kali ini antara lain, ayam panca (lima) warna 25 ekor, kambing hitam tiga ekor, kerbau putih tiga ekor, Angsa poleng satu ekor, bebek belang kalung satu ekor, bebek bulu sikep satu ekor dan bebek jambul satu ekor.

"Kebetulan untuk kerbau putih semua merupakan sumbangan (punia) dari beberapa pihak , sedangkan hewan lainnya kami dari panitia yang menyiapkan," ujarnya. (*/adt)

Pewarta: Pande Yudha

Editor : I Nyoman Aditya T I


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017