Singaraja (Antara Bali) - Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Buleleng, Bali menggencarkan peran posko putus sekolah untuk mendata dan memfasilitasi siswa yang tidak dapat melanjutkan pendidikan.
Kepala Disdikpora Buleleng, Gede Suyasa, Sabtu, mengatakan, posko "drop out" berdiri sejak setahun silam melakukan berbagai upaya identifikasi serta membantu mencarikan solusi terhadap permasalahan yang dialami siswa.
Ia mengatakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya angka putus sekolah adalah biaya sekolah, transportasi, masalah akses hingga rendahnya minat untuk melanjutkan pendidikan.
Dari data yang ada yakni sebanyak 94 siswa terdiri dari 49 siswa memang tidak memiliki minat untuk belajar dan melanjutkan sekolah. Sedangkan sebanyak 40 siswa enggan melanjutkan sekolah ke jenjang SMP lantaran tak punya biaya dan terkendala transportasi.
"Sisanya sebanyak lima siswa mengurungkan niatnya bersekolah karena terkendala akses akibat tinggal di medan yang terjal dan jauh dari akses sekolah," tuturnya.
Disdikpora Buleleng kemudian merancang program uang saku sebesar Rp300 ribu tiap bulan per siswa. Sedangkan 15 orang siswa miskin lainnya tempat tinggalnya dekat dengan sekolah sehingga hanya dijatah 100 ribu per bulan tiap siswa untuk uang saku saja.
"Kita tak bisa bekerja sendiri untuk mengatasi masalah rendahnya minat belajar para siswa. Butuh tokoh masyarakat apakah itu perbekel, tokoh adat, orang tua atau orang-orang terdekat untuk ikut merayu siswa agar melanjutkan pendidikan," katanya.
Pihaknya juga berencana menggandeng pengusaha lokal untuk memberikan CSR terhadap siswa yang kurang mampu. "Kalau dana yang disediakan Disdikpora kurang, kami berencana menggandeng pihak swasta atau pengusaha lokal untuk berkenan memberikan CSR dan membantu siswa miskin" katanya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Kepala Disdikpora Buleleng, Gede Suyasa, Sabtu, mengatakan, posko "drop out" berdiri sejak setahun silam melakukan berbagai upaya identifikasi serta membantu mencarikan solusi terhadap permasalahan yang dialami siswa.
Ia mengatakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya angka putus sekolah adalah biaya sekolah, transportasi, masalah akses hingga rendahnya minat untuk melanjutkan pendidikan.
Dari data yang ada yakni sebanyak 94 siswa terdiri dari 49 siswa memang tidak memiliki minat untuk belajar dan melanjutkan sekolah. Sedangkan sebanyak 40 siswa enggan melanjutkan sekolah ke jenjang SMP lantaran tak punya biaya dan terkendala transportasi.
"Sisanya sebanyak lima siswa mengurungkan niatnya bersekolah karena terkendala akses akibat tinggal di medan yang terjal dan jauh dari akses sekolah," tuturnya.
Disdikpora Buleleng kemudian merancang program uang saku sebesar Rp300 ribu tiap bulan per siswa. Sedangkan 15 orang siswa miskin lainnya tempat tinggalnya dekat dengan sekolah sehingga hanya dijatah 100 ribu per bulan tiap siswa untuk uang saku saja.
"Kita tak bisa bekerja sendiri untuk mengatasi masalah rendahnya minat belajar para siswa. Butuh tokoh masyarakat apakah itu perbekel, tokoh adat, orang tua atau orang-orang terdekat untuk ikut merayu siswa agar melanjutkan pendidikan," katanya.
Pihaknya juga berencana menggandeng pengusaha lokal untuk memberikan CSR terhadap siswa yang kurang mampu. "Kalau dana yang disediakan Disdikpora kurang, kami berencana menggandeng pihak swasta atau pengusaha lokal untuk berkenan memberikan CSR dan membantu siswa miskin" katanya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017