Denpasar (Antara Bali) - Pertunjukan kesenian Bali "Ngelawang" di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) Ke-39 Tahun 2017 mendapat perhatian pengunjung, baik masyarakat lokal maupun wisatawan mancanegara yang memadati Taman Budaya Denpasar.

Koordinator Sekaa Kesenian Bali "Ngelawang" Gita Winangun Kota Denpasar, Komang Juni Antara dikonfirmasi, di Denpasar, Kamis, menjelaskan, pagelaran tersebut serangkaian kegiatan PKB yang diselenggarakan selama sebulan sejak 10 Juni hingga 9 Juli 2012.

"Kegiatan ini merupakan acara parade, namun konsep kesenian `Ngelawang` sebagai konsep seni budaya yang sudah menjadi tradisi Hindu tetap dipertahankan," katanya.

Ia mengatakan dalam rangkaian pementasannya selalu disertai dengan "mapeed" atau pawai yang merupakan ciri khas "Ngelawang" yang tidak dapat dilupakan.

Juni Arta mengatakan dalam parade "Ngelawang" tersebut mengangkat judul "Ranu Bawa" yang menceritakan sejarah adanya Tanah Badeng, yang kini dikenal dengan sebutan "Badung" ini.

"Dengan garapan seni tersebut memberikan edukasi kepada warga masyarakat, bahwa keberadaan air sangatlah penting, sejalan dengan tema PKB kali ini `Ulun Danu` (pelestarian sumber air dalam kehidupan)," ucapnya.

Dalam cerita tersebut, menyebutkan seorang Arya Notor Wandhira yang berkeinginan untuk membangun kerajaan besar, namun dalam prosesnya harus memotong aliran sungai. Mendengar keinginan tersebut, Dewi Danu yang menguasai Danau Batur akhirnya mengalirkan air yang sangat besar. Akibatnya terjadilah banjir besar di tanah Badung.

Melihat kondisi yang demikian, Arya Notor Wandhira langsung memohon petunjuk Sang Hyang Prama Kawi. Dari petunjuk tersebut akhirnya Notor Wandhira berjanji untuk merawat air, dan Dewi Danu pun menganugrahkan bulakan (sumber air) di sepanjang sungai. Dan di bulakan tersebutlah kini berdiri sebuah Pura bernama Pura Griya Beji, di Desa Pemecutan Kaja.

Selain mengangkat kearifan lokal, dalam persembahan kesenian tersebut juga menggunakan Barong Landung yang merupakan salah satu jenis Barong di Bali. Konon barong ini merupakan penjelmaan Raja Jaya Pangus dan Kang Cing Wie yang dikutuk oleh Dewi Danu karena menikah lagi.

Jadi, dalam pementasan ini sangat berkaitan dengan cerita Dewi Danu dan sejarah Pura Griya Beji yang selama ini menjadi tempat pemujaan uma Hindu.

"Besar harapan kami dengan pementasan kesenian ini mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga air sebagai sumber kehidupan," katanya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Komang Suparta

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017