Kuta (Antara Bali) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menyatakan, pemanfaatan panas bumi merupakan prioritas pertama pengembangan energi baru di Indonesia untuk saat ini, karena potensinya besar.
"Potensi panas bumi di Tanah Air kami perkirakan mencapai 26.000 mega watt," kata Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi, Energi Unggul Priyanto di sela acara International Congress On Ocean Energy And Deep Ocean Water Application (DOWA) di Kuta, Bali, Kamis.
Dia mengatakan, dari jumlah itu masih sedikit sekali yang sudah dimanfaatkan selama ini, yakni hanya sekitar 1.200 mega watt.
Melihat kandungan energi panas bumi yang masih banyak belum dimanfaatkan maka pemerintah memprioritaskan untuk mengelola energi baru itu.
"Kandungan panas bumi di Indonesia merupakan yang terbanyak di seluruh dunia, bahkan menempati peringat pertama. Sehingga banyak negara Eropa yang ingin memanfaatkannya," ujarnya.
Selain alasan potensi yang besar, dari segi ekonomi dan teknologi pemanfaatan panas bumi lebih murah dibandingkan energi baru lainnya, terutama yang berasal dari kelautan.
"Investasi dan biaya produksi untuk membangun pembangkit listrik panas bumi, jika dibandingkan dengan pembangkit listri memanfaatkan potensi kelautan yang membutuhkan biaya yang tinggi," katanya.
Unggul menjelaskan, untuk membangun pembangkit panas bumi dengan kapasitas satu kilo watt hanya dibutuhkan biaya 2.000 dolar AS.
Sedangkan biaya pembangunan pembangkit yang memanfaatkan sumber kelautan jauh perbedaannya, seperti untuk membangun pembangkit listrik memanfaatkan perbedaan suhu (OTEC) diperlukan dana 30 juta dolar AS.
"Sehingga kami menilai pemanfaatan sumber energi kelautan adalah priotas selanjutnya, karena tidak terlalu efisien," katanya menjelaskan.
Saat ini, tambahnya, pemanfaatan energi itu hanya sebatas wacana dan masih dalam kajian oleh pihak pemerintah.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Potensi panas bumi di Tanah Air kami perkirakan mencapai 26.000 mega watt," kata Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi, Energi Unggul Priyanto di sela acara International Congress On Ocean Energy And Deep Ocean Water Application (DOWA) di Kuta, Bali, Kamis.
Dia mengatakan, dari jumlah itu masih sedikit sekali yang sudah dimanfaatkan selama ini, yakni hanya sekitar 1.200 mega watt.
Melihat kandungan energi panas bumi yang masih banyak belum dimanfaatkan maka pemerintah memprioritaskan untuk mengelola energi baru itu.
"Kandungan panas bumi di Indonesia merupakan yang terbanyak di seluruh dunia, bahkan menempati peringat pertama. Sehingga banyak negara Eropa yang ingin memanfaatkannya," ujarnya.
Selain alasan potensi yang besar, dari segi ekonomi dan teknologi pemanfaatan panas bumi lebih murah dibandingkan energi baru lainnya, terutama yang berasal dari kelautan.
"Investasi dan biaya produksi untuk membangun pembangkit listrik panas bumi, jika dibandingkan dengan pembangkit listri memanfaatkan potensi kelautan yang membutuhkan biaya yang tinggi," katanya.
Unggul menjelaskan, untuk membangun pembangkit panas bumi dengan kapasitas satu kilo watt hanya dibutuhkan biaya 2.000 dolar AS.
Sedangkan biaya pembangunan pembangkit yang memanfaatkan sumber kelautan jauh perbedaannya, seperti untuk membangun pembangkit listrik memanfaatkan perbedaan suhu (OTEC) diperlukan dana 30 juta dolar AS.
"Sehingga kami menilai pemanfaatan sumber energi kelautan adalah priotas selanjutnya, karena tidak terlalu efisien," katanya menjelaskan.
Saat ini, tambahnya, pemanfaatan energi itu hanya sebatas wacana dan masih dalam kajian oleh pihak pemerintah.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011