Negara (Antara Bali) - Nelayan di Kabupaten Jembrana belum tersentuh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial karena berbagai kendala.

"Sebenarnya nelayan bisa dimasukkan dalam JKN Ketenagakerjaan oleh pemilik perahu atau koperasi tempatnya bernaung, tapi sampai saat ini belum ada yang melakukan," kata Kepala Dinas Kelautan Dan Perikanan Jembrana Made Dwi Maharimbawa, di Negara, Jumat.

Ia mengatakan, beberapa pemilik perahu besar di Desa Pengambengan sebenarnya sudah layak masuk kategori perusahaan karena memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sehingga wajib memberikan jaminan kesehatan kepada karyawannya, termasuk nelayan yang menjadi anak buah perahu.

Namun dari pantauan yang ia lakukan, hubungan antara pemilik perahu dengan nelayan di Jembrana, tidak seperti pabrik dimana ada karyawan tetap dan tidak tetap, sehingga perusahaan lebih mudah dan terukur dalam mendaftarkan karyawannya ke BPJS sebagai peserta JKN Ketenagakerjaan.

"Kalau di perahu, tidak ada ikatan kerja yang pasti antara pemilik dengan anak buahnya. Setiap musim melaut, bisa saja anak buahnya berganti-ganti, sehingga sulit mendaftarkannya sebagai peserta JKN," katanya.

Terkait hal itu, ia mengaku, pihaknya berusaha mendorong pemilik perahu untuk memiliki ikatan kerja yang jelas dengan anak buah perahu, dengan membaginya menjadi karyawan tetap dan tidak tetap seperti pabrik.

Sementara untuk nelayan yang bisa didaftarkan ke BPJS lewat koperasi, ia mengatakan, kondisi koperasi nelayan di Kabupaten Jembrana belum stabil, sehingga cukup sulit mengharapkan pengurus koperasi mendaftarkan anggotanya sebagai peserta JKN.

"Kalau koperasinya berjalan baik, premi untuk membayar JKN bisa diambilkan dari Sisa Hasil Usaha. Tapi sampai saat ini, hal itu masih sulit dilakukan, karena kondisi koperasinya sendiri belum stabil dari sisi keuangan," katanya.

Sementara beberapa nelayan di Desa Pengambengan yang ditanya masalah JKN Ketenagakerjaan rata-rata mengatakan, mereka tidak terlalu paham program tersebut dan tidak ingin mempermasalahkannya.

"Harapan terbesar kami saat ini agar banyak mendapatkan ikan, karena sudah delapan bulan lebih paceklik. Lagi pula, hubungan pemilik perahu dengan nelayan dari dulu ya seperti ini," kata Madek, salah seorang nelayan anak buah perahu.

Ia mengakui, sudah menjadi kebiasaan nelayan, untuk berpindah-pindah perahu tergantung besar kecilnya bagian penjualan hasil tangkap, dan keberuntungan perahu tersebut dalam mencari ikan.

Samsuri, nelayan lainnya mengatakan, dirinya tidak berharap tapi juga tidak menolak jika pemilik perahu mendaftarkan ia dan keluarganya sebagai peserta jaminan kesehatan.

"Diberi jaminan kesehatan syukur, gak diberi juga saya tetap akan bekerja. Yang penting dapat ikan yang banyak, dan cukup untuk menafkahi keluarga," katanya.

Nelayan di Kabupaten Jembrana yang menjadi anak buah perahu selerek, jumlahnya mencapai ribuan orang, yang tidak seluruhnya terdaftar dalam keluarga miskin dan berhak mendapatkan JKN untuk keluarga tidak mampu dengan premi dibayarkan pemerintah.

Saat ini, pendataan dan pendaftaran mereka agar mendapatkan kartu nelayan yang otomatis mendapatkan asuransi kecelakaan kerja juga sedang dilakukan Dinas Kelautan Dan Perikanan Jembrana.

"Kalau punya kartu nelayan otomatis mendapatkan asuransi kecelakaan kerja. Tapi asuransi ini berbeda dengan JKN ya. Klaim hanya diperoleh nelayan saat mengalami kecelakaan kerja," kata Maharimbawa.(GBI)

Pewarta: Pewarta: Gembong Ismadi

Editor : Gembong Ismadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017