Denpasar (Antara Bali) - Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali mengindikasikan ada sekitar empat debitur di kantor cabang Karangasem yang tergiur perusahaan pelunasan hutang dengan nilai kredit mencapai hingga miliaran rupiah.

"Ada beberapa debitur di wilayah Karangasem yang sudah didatangi dan memang sudah tidak mau bayar," kata Direktur Operasional PT BPD Bali I Gusti Ngurah Agustana Mendala di Denpasar, Kamis.

Mendala mengatakan pihaknya tidak serta merta bisa melaporkan perusahaan yang diduga melakukan praktik ilegal kepada pihak kepolisian karena bank tidak menjadi korban penipuan.

Apabila debitur lebih percaya dengan iming-iming tersebut dan menunggak kewajiban melunasi hutang di bank, Mendala menambahkan maka pihak bank dapat melelang aset yang dijadikan jaminan melalui ketentuan hukum yang berlaku.

Ia mengingatkan kepada nasabahnya untuk berhati-hati atas tawaran perusahaan yang berjanji akan melunasi hutangnya di bank.

Mendala mengharapkan debitur untuk tetap berpedoman berdasarkan perjanjian dengan bank saat mereka meminjam sejumlah dana.

Menurut dia laporan tersebut baru diketahui dari cabang Karangasem saja, sedangkan cabang lainnya belum ada laporan.

Sementara itu Kepala BPD Bali Cabang Karangasem Ida Bagus Ari Suryantara saat dikonfirmasi langsung oleh Mendala mengatakan bahwa perusahaan yang diduga mengiming-imingi debiturnya tersebut adalah UN Swissindo dan Koperasi Indonesia yang ditengarai praktik tersebut berlangsung sekitar tiga bulan lalu.

Saat ditanyakan kepada debitur tersebut, Ari mengaku bahwa mereka sudah tidak mau terbuka dengan pihak bank, termasuk biaya yang mereka bayar kepada perusahaan pelunasan kredit itu.

"Saya tidak tahu (biaya) tetapi saat kami tanya ke nasabah, mereka sudah tertutup, tidak mau," ucapnya via telepon.

Ketua Tim Kerja Satuan Tugas Waspada Investasi Bali Zulmi sebelumnya mengatakan bahwa UN Swissindo dan Koperasi Indonesia melakukan penerbitan jaminan pelunasan hutang debitur baik di bank maupun perusahaan pembiayaan dinyatakan tidak dibenarkan oleh Satgas Waspada Investasi.

Zulmi yang juga Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara itu menambahkan bahwa praktik itu tidak sesuai dengan mekanisme pelunasan kredit ataupun pembiayaan yang berlaku di bank dan lembaga pembiayaan.

Ia menyebutkan bahwa modus yang digunakan perusahaan itu yakni akan melunasi hutang debitur di bank atau lembaga pembiayaan karena dibayar oleh negara dengan jaminan memiliki uang ratusan triliun rupiah dalam bentuk sertifikat di Bank Indonesia atau SBI dan cadangan uang ratusan miliar.

BI, lanjut Zulmi telah membantah informasi tersebut pada Agustus 2016.

Debitur, kata dia diwajibkan membayar sebesar Rp500 ribu hingga Rp5 juta per bulan tergantung besaran kredit yang dipinjam.

Hingga saat ini sudah ada 11 bank yang mendatangi sekretariat Satgas Waspada Investasi selama awal tahun 2017 pada kantor OJK di Denpasar untuk melakukan konfirmasi terkait keberadaan dua perusahaan tersebut.

"Masyarakat harus berhati-hati dan jangan mudah tergiur dengan tawaran perusahaan dengan modus menjanjikan pelunasan kredit karena ini sangat merugikan," katanya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : Dewa Sudiarta Wiguna


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017