Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengusulkan adanya insentif bagi para guru SMA/SMK yang bertugas di daerah-daerah terpencil sebagai salah satu upaya untuk menyeimbangkan mutu pendidikan.

"Beberapa waktu lalu saya sudah minta untuk dilakukan identifikasi terhadap data SMA/SMK yang mutunya paling rendah," kata Pastika dalam acara Rapat Evaluasi Pembangunan Semester II/2016, di Denpasar, Rabu.

Dia menambahkan, dengan beralih kewenangan pengelolaan SMA/SMK ke pemerintah provinsi sesungguhnya sebagai upaya untuk menyeimbangkan kualitas dan mutu pendidikan antarkabupaten, sehingga tidak semua mengejar bersekolah di Kota Denpasar.

Menurut dia, salah satu caranya adalah memutasi para guru dari sekolah-sekolah yang berkualitas untuk ditempatkan pada sekolah dengan mutu yang rendah di daerah terpencil.

"Tetapi kasihan dia karena penghasilannya dari banyak menjadi kecil. Oleh karena itu, bagaimana supaya penghasilan dia tetap tinggi, sama dengan dokter yang bertugas di daerah terpencil, `kan harus ada insentif," ujar Pastika lagi.

Selain dengan memutasi guru, lanjut dia, bisa juga untuk sementara dilakukan penambahan tunjangan bagi guru-guru di daerah terpencil dari dana APBD, sehingga mereka lebih termotivasi dalam menjalankan tugas sebagai pendidik.

Mantan Kapolda Bali itu mengemukakan, selama ini ada guru-guru kontrak di daerah hanya mendapatkan honor sebesar Rp300 ribu per bulan karena memang hanya dibiayai dari iuran komite.

"Bagaimana bisa berharap sekolah di daerah miskin itu mutunya baik, kalau guru honornya hanya dapat Rp300 ribu. Kan mustahil. Jadi mereka mengajar suka-sukanya saja," kata Pastika.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali Tjokorda Istri Agung Kusuma Wardhani mengatakan beberapa waktu terakhir banyak guru SMA/SMK negeri yang mengajukan mutasi untuk dapat dipindahkan bertugas ke Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.

Menurutnya, belum dapat dilakukan mutasi karena pihaknya belum mempunyai data pemetaan kebutuhan guru dan tenaga administrasi yang ideal untuk setiap sekolah.

"Dalam masa transisi ini, kami masih menyelesaikan apa yang menjadi hak-hak guru, seperti apa kondisi riil di sekolah, umpamanya antara rasio ruang belajar dengan jumlah tenaga administrasi. Apakah di satu sekolah dari sisi kelengkapan tenaga administrasi, sudah memenuhi, kurang atau berlebih dan sebagainya," ujarnya pula.

Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga masih menunggu peraturan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang sedang menyusun berapa kebutuhan tenaga administrasi masing-masing satuan pendidikan, dikaitkan dengan jumlah ruang belajar, jumlah siswa, jumlah guru, dan tenaga pendidik.

"Kalau kita pemetaan belum punya `kan belum berani memindahkan satu guru, misalnya guru PPKn dari Karangasem ke Denpasar. Kalau di Denpasar sudah penuh, kan tunjangan profesinya hilang, karena mengajar tidak 24 jam," katanya pula.

Sekolah dengan kualitas rendah, ujar dia, bisa disebabkan banyak faktor, mungkin karena sarana prasarananya terbatas dan jumlah guru terbatas serta kualitas guru yang kurang. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017