Jakarta (Antara Bali) - Pakar komunikasi Dr. Lintang Ratri R, SSos, MSi. mengatakan kini media nasional cenderung sentralistis, maksudnya terpusat pada kejadian-kejadian di Jakarta yang merupakan Ibu kota Negara Indonesia, saat ditanyai mengenai perkembangan Pers di Indonesia yang mengingat pada 9 Februari adalah Hari Pers Nasional (HPN).
"Media ini cenderung sentralistis ya, seolah-olah Jakarta adalah kunci. Jakarta di atas Indonesia, kan nggak bener, nggak adil," ungkapnya kepada Antara, Jakarta, Kamis pagi.
Tak hanya itu, Lintang juga mengatakan berita-berita yang dibuat media sudah kurang bisa dipercaya.
"Saat ini bahkan saya merasa perlu mempertanyakan segala sesuatu yang diberitakan, bahkan untuk media-media yang bereputasi. Mengingat subjektivitas dan kepentingan media, hari ini saya butuh banyak konfirmasi sebelum mempercayai isi berita," kata Lintang, wanita yang berprofesi sebagai dosen Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Diponegoro.
Lintang juga menambahkan media saat ini terpolarisasi, padahal fungsi media lainnya adalah penjernih dan peredam konflik, tapi atas nama kepentingan ekonomi politik (terutama pemilik) jadi dihiraukan.
"Media saat ini terpolarisasi pada kutub agama tertentu, ini kan salah. Jadi entah di mana idealisme media sekarang ini diletakkan," ucapnya.
Sementara, kata Lintang ini terkait keanekaragaman konten dan keanekaragaman kepemilikan yang diatur juga dalam UU penyiaran. Monopoli kepemilikan akan menghasilkan kesamaan konten.
"Bahaya jika sebuah media sudah dikaitkan dengan kepentingan ekonomi dan politik," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Media ini cenderung sentralistis ya, seolah-olah Jakarta adalah kunci. Jakarta di atas Indonesia, kan nggak bener, nggak adil," ungkapnya kepada Antara, Jakarta, Kamis pagi.
Tak hanya itu, Lintang juga mengatakan berita-berita yang dibuat media sudah kurang bisa dipercaya.
"Saat ini bahkan saya merasa perlu mempertanyakan segala sesuatu yang diberitakan, bahkan untuk media-media yang bereputasi. Mengingat subjektivitas dan kepentingan media, hari ini saya butuh banyak konfirmasi sebelum mempercayai isi berita," kata Lintang, wanita yang berprofesi sebagai dosen Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Diponegoro.
Lintang juga menambahkan media saat ini terpolarisasi, padahal fungsi media lainnya adalah penjernih dan peredam konflik, tapi atas nama kepentingan ekonomi politik (terutama pemilik) jadi dihiraukan.
"Media saat ini terpolarisasi pada kutub agama tertentu, ini kan salah. Jadi entah di mana idealisme media sekarang ini diletakkan," ucapnya.
Sementara, kata Lintang ini terkait keanekaragaman konten dan keanekaragaman kepemilikan yang diatur juga dalam UU penyiaran. Monopoli kepemilikan akan menghasilkan kesamaan konten.
"Bahaya jika sebuah media sudah dikaitkan dengan kepentingan ekonomi dan politik," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017