Jakarta (Antara Bali) - Panitia Khusus DPR RI untuk Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (selanjutnya disebut Pansus Pemilu) sedang membahas beragam permasalahan pemilu yang akan menjadi peraturan perundang-undangan bagi penyelenggaraan Pemilu 2019.
Salah satu agenda krusial adalah soal penetapan jumlah kursi DPR serta proporsi kursi dan perolehan suara anggota DPR.
Dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu itu disebutkan jumlah kursi DPR RI sebanyak 560 buah atau sama jumlahnya dengan penetapan jumlah kursi DPR sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2014.
Jumlah kursi sebanyak itu terbagi untuk Aceh 13 kursi (terbagi menjadi dua daerah pemilihan), Sumatera Utara 30 kursi (terbagi menjadi tiga daerah pemilihan), Sumatera Barat 14 kursi (dua daerah pemilihan), Riau 11 kursi (dua daerah pemilihan), Kepulauan Riau tiga kursi, Jambi tujuh kursi, Sumatera Selatan 17 kursi ((dua daerah pemilihan), Bangka Belitung tiga kursi, Bengkulu empat kursi, Lampung 18 kursi (dua daerah pemilihan).
Lalu untuk Banten 22 kursi (terbagi menjadi tiga daerah pemilihan), DKI Jakarta 21 kursi (tiga daerah pemilihan), Jawa Barat 91 kursi (11 daerah pemilihan), Jawa Tengah 77 kursi (10 daerah pemilihan), Yogyakarta delapan kursi, Jawa Timur 87 kursi (11 daerah pemilihan), Bali sembilan kursi, NTB 10 kursi, NTT 13 kursi (dua daerah pemilihan).
Kemudian untuk Kalimantan Barat 10 kursi, Kalimantan Tengah enam kursi, Kalimantan Selatan 11 kursi (dua daerah pemilihan), Kalimantan Timur lima kursi, Kalimantan Utara tiga kursi, Sulawesi Utara enam kursi, Gorontalo tiga kursi. Kemudian, Sulawesi Tengah enam kursi, Sulawesi Selatan 24 kursi (tiga daerah pemilihan), Sulawesi Tenggara lima kursi, Sulawesi Barat tiga kursi, Maluku empat kursi, Maluku Utara tiga kursi, Papua 10 kursi, dan Papua Barat tiga kursi.
Sebagian anggota pansus dari beragam fraksi memandang perlu ada penambahan jumlah kursi DPR dari 560 kursi yang ada sekarang menjadi maksimal 582 kursi dengan asumsi ada penambahan maksimal 22 kursi.
Penambahan kursi DPR telah berlangsung dari waktu ke waktu. Pada Pemilu 1955 ditetapkan 260 kursi DPR (pemilu saat itu berlangsung dua tahap, pertama memilih anggota DPR untuk memperebutkan 260 kursi DPR, kedua, memilih anggota konstituante untuk memperebutkan 520 kursi konstituante).
Pada Pemilu 1971 dan Pemilu 1977 ditetapkan menjadi 360 kursi DPR, pada Pemilu 1982 bertambah menjadi 364 kursi DPR, lalu bertambah lagi menjadi 400 kursi DPR pada Pemilu 1987 dan Pemilu 1992, kemudian bertambah menjadi 425 kursi DPR pada Pemilu 1997 dan Pemilu 1999.
Pada Pemilu 2004 ditetapkan 550 kursi DPR, lalu ditetapkan menjadi 560 kursi sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2014.
Penambahan jumlah kursi DPR pada pemilu-pemilu sebelumnya antara lain karena peningkatan jumlah penduduk.
Kini, Pansus Pemilu memandang perlu untuk melakukan penambahan kursi itu mengingat jumlah kursi DPR yang ada sekarang ini menggambarkan disproporsi atau ketidakseimbangan dengan pembagian daerah pemilihan.
Ketua Pansus Pemilu Lukman Edy mencontohkan pada pemilihan anggota DPR dalam Pemilu DPR, DPD, dan DPRD 2014, jumlah suara terendah yang diperlukan untuk memperoleh satu kursi di ada di daerah pemilihan Jawa Timur III (meliputi Kabupaten Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi) yakni sekitar 200 ribu suara sedangkan paling banyak, ada di daerah pemilihan Kepulauan Riau (seluruh kabupaten/kota di provinsi itu) yakni sekitar 600 ribu suara.
Jumlah kursi DPR dari daerah pemilihan Jatim III adalah tujuh kursi sedangkan di provinsi Kepri hanya tiga kursi padahal meliputi tujuh kabupaten/kota. Selain itu jumlah suara minimal dalam bilangan pembagi pemilih untuk meraih satu kursi sangat jauh berbeda, yakni 200 ribu di Jatim III dan 600 ribu di Kepri.
Kondisi itu menggambarkan disproporsi atau ketidakseimbangan sehingga menimbulkan ketidakadilan dan ketidakmerataan, kata Lukman Edy.
Lukman Edy yang pernah menjabat Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (2007-2009) menegaska bahwa meminimalisasi disproporsi itu menjadi sangat penting karena kesenjangan perolehan suara menjadi kursi parlemen pada Pemilu 2014 sangat tinggi.
Penambahan kursi
Untuk menciptakan proporsi kursi dan perolehan suara anggota DPR RI, muncul dua opsi.
Opsi pertama, melakukan realokasi jumlah kursi di daerah pemilihan dan realokasi daerah pemilihan, dengan asumsi jumlah kursi DPR tetap 560 kursi. Konsep ini dapat ditempuh dengan melakukan penghitungan ulang semua daerah pemilihan.
Kemudian, kesetaraan dan keadilannya dilakukan sehingga jumlah suara yang diperlukan untuk memperoleh kursi di parlemen di setiap daerah pemilihan sama. Dalam konsep ini, yang dihitung adalah jumlah penduduk tanpa menghitung faktor lain.
Opsi ini tampaknya tidak dapat disetujui seluruh fraksi karena menyebabkan jumlah kursi per daerah pemilihan akan berubah, lebih banyak daerah yang berkurang dibandingkan yang bertambah, sehingga partai-partai besar tentu saja tak mau kehilangan "lumbung suaranya" pada daerah pemilihan yang selama ini memiliki jumlah kursi yang cukup banyak.
Sementara opsi kedua adalah dengan penambahan jumlah kursi DPR RI sebagaimana yang telah pernah terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Dengan adanya disproporsi kursi atas dasar suara yang ada, paling tidak perlu ada penambahan maksimal sebanyak 22 kursi DPR lagi. Artinya jika konsep ini disetujui maka maksimal jumlah anggota DPR bertambah menjadi 582 anggota. Penambahan kursi itu menjadi signifikan memang apalagi kalau ditinjau dari kritik masyarakat atas kinerja DPR yang belum maksimal.
Jika melihat kebutuhan tersebut, penambahan anggota DPR dapat berkisar antara 10 kursi hingga 22 kursi, bergantung pada seberapa penting tingkat disproporsi yang akan diturunkan.
Penambahan tersebut dapat sebanyak 10 kursi jika mengikutsertakan faktor lain seperti luas wilayah, produk domestik regional bruto, ataupun tingkat kesulitan lainnya sebagai faktor menghitung tingkat disproporsi.
Aspirasi masyarakat dari wilayah luar Jawa menginginkan penghitungan jumlah kursi tidak hanya berdasarkan jumlah penduduk tetapi juga menghitung kesulitan dan luasnya wilayah provinsi.
Sementara daerah-daerah penghasil kekayaan alam yang selama ini disumbangkan kepada nasional, juga meminta keadilan dengan mempertimbangkan penambahan anggota DPR dari daerah tersebut.
Penambahan jumlah kursi DPR tampaknya wajar karena penambahan itu harus sejalan dengan representasi jumlah penduduk dan pemekaran wilayah.
Penambahan kursi itu diarahkan komposisi DPR agar lebih berimbang dan ada unsur keterwakilan luas wilayah dan jangkauan fungsi pengawasan DPR dapat lebih memadai. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Salah satu agenda krusial adalah soal penetapan jumlah kursi DPR serta proporsi kursi dan perolehan suara anggota DPR.
Dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu itu disebutkan jumlah kursi DPR RI sebanyak 560 buah atau sama jumlahnya dengan penetapan jumlah kursi DPR sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2014.
Jumlah kursi sebanyak itu terbagi untuk Aceh 13 kursi (terbagi menjadi dua daerah pemilihan), Sumatera Utara 30 kursi (terbagi menjadi tiga daerah pemilihan), Sumatera Barat 14 kursi (dua daerah pemilihan), Riau 11 kursi (dua daerah pemilihan), Kepulauan Riau tiga kursi, Jambi tujuh kursi, Sumatera Selatan 17 kursi ((dua daerah pemilihan), Bangka Belitung tiga kursi, Bengkulu empat kursi, Lampung 18 kursi (dua daerah pemilihan).
Lalu untuk Banten 22 kursi (terbagi menjadi tiga daerah pemilihan), DKI Jakarta 21 kursi (tiga daerah pemilihan), Jawa Barat 91 kursi (11 daerah pemilihan), Jawa Tengah 77 kursi (10 daerah pemilihan), Yogyakarta delapan kursi, Jawa Timur 87 kursi (11 daerah pemilihan), Bali sembilan kursi, NTB 10 kursi, NTT 13 kursi (dua daerah pemilihan).
Kemudian untuk Kalimantan Barat 10 kursi, Kalimantan Tengah enam kursi, Kalimantan Selatan 11 kursi (dua daerah pemilihan), Kalimantan Timur lima kursi, Kalimantan Utara tiga kursi, Sulawesi Utara enam kursi, Gorontalo tiga kursi. Kemudian, Sulawesi Tengah enam kursi, Sulawesi Selatan 24 kursi (tiga daerah pemilihan), Sulawesi Tenggara lima kursi, Sulawesi Barat tiga kursi, Maluku empat kursi, Maluku Utara tiga kursi, Papua 10 kursi, dan Papua Barat tiga kursi.
Sebagian anggota pansus dari beragam fraksi memandang perlu ada penambahan jumlah kursi DPR dari 560 kursi yang ada sekarang menjadi maksimal 582 kursi dengan asumsi ada penambahan maksimal 22 kursi.
Penambahan kursi DPR telah berlangsung dari waktu ke waktu. Pada Pemilu 1955 ditetapkan 260 kursi DPR (pemilu saat itu berlangsung dua tahap, pertama memilih anggota DPR untuk memperebutkan 260 kursi DPR, kedua, memilih anggota konstituante untuk memperebutkan 520 kursi konstituante).
Pada Pemilu 1971 dan Pemilu 1977 ditetapkan menjadi 360 kursi DPR, pada Pemilu 1982 bertambah menjadi 364 kursi DPR, lalu bertambah lagi menjadi 400 kursi DPR pada Pemilu 1987 dan Pemilu 1992, kemudian bertambah menjadi 425 kursi DPR pada Pemilu 1997 dan Pemilu 1999.
Pada Pemilu 2004 ditetapkan 550 kursi DPR, lalu ditetapkan menjadi 560 kursi sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2014.
Penambahan jumlah kursi DPR pada pemilu-pemilu sebelumnya antara lain karena peningkatan jumlah penduduk.
Kini, Pansus Pemilu memandang perlu untuk melakukan penambahan kursi itu mengingat jumlah kursi DPR yang ada sekarang ini menggambarkan disproporsi atau ketidakseimbangan dengan pembagian daerah pemilihan.
Ketua Pansus Pemilu Lukman Edy mencontohkan pada pemilihan anggota DPR dalam Pemilu DPR, DPD, dan DPRD 2014, jumlah suara terendah yang diperlukan untuk memperoleh satu kursi di ada di daerah pemilihan Jawa Timur III (meliputi Kabupaten Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi) yakni sekitar 200 ribu suara sedangkan paling banyak, ada di daerah pemilihan Kepulauan Riau (seluruh kabupaten/kota di provinsi itu) yakni sekitar 600 ribu suara.
Jumlah kursi DPR dari daerah pemilihan Jatim III adalah tujuh kursi sedangkan di provinsi Kepri hanya tiga kursi padahal meliputi tujuh kabupaten/kota. Selain itu jumlah suara minimal dalam bilangan pembagi pemilih untuk meraih satu kursi sangat jauh berbeda, yakni 200 ribu di Jatim III dan 600 ribu di Kepri.
Kondisi itu menggambarkan disproporsi atau ketidakseimbangan sehingga menimbulkan ketidakadilan dan ketidakmerataan, kata Lukman Edy.
Lukman Edy yang pernah menjabat Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (2007-2009) menegaska bahwa meminimalisasi disproporsi itu menjadi sangat penting karena kesenjangan perolehan suara menjadi kursi parlemen pada Pemilu 2014 sangat tinggi.
Penambahan kursi
Untuk menciptakan proporsi kursi dan perolehan suara anggota DPR RI, muncul dua opsi.
Opsi pertama, melakukan realokasi jumlah kursi di daerah pemilihan dan realokasi daerah pemilihan, dengan asumsi jumlah kursi DPR tetap 560 kursi. Konsep ini dapat ditempuh dengan melakukan penghitungan ulang semua daerah pemilihan.
Kemudian, kesetaraan dan keadilannya dilakukan sehingga jumlah suara yang diperlukan untuk memperoleh kursi di parlemen di setiap daerah pemilihan sama. Dalam konsep ini, yang dihitung adalah jumlah penduduk tanpa menghitung faktor lain.
Opsi ini tampaknya tidak dapat disetujui seluruh fraksi karena menyebabkan jumlah kursi per daerah pemilihan akan berubah, lebih banyak daerah yang berkurang dibandingkan yang bertambah, sehingga partai-partai besar tentu saja tak mau kehilangan "lumbung suaranya" pada daerah pemilihan yang selama ini memiliki jumlah kursi yang cukup banyak.
Sementara opsi kedua adalah dengan penambahan jumlah kursi DPR RI sebagaimana yang telah pernah terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Dengan adanya disproporsi kursi atas dasar suara yang ada, paling tidak perlu ada penambahan maksimal sebanyak 22 kursi DPR lagi. Artinya jika konsep ini disetujui maka maksimal jumlah anggota DPR bertambah menjadi 582 anggota. Penambahan kursi itu menjadi signifikan memang apalagi kalau ditinjau dari kritik masyarakat atas kinerja DPR yang belum maksimal.
Jika melihat kebutuhan tersebut, penambahan anggota DPR dapat berkisar antara 10 kursi hingga 22 kursi, bergantung pada seberapa penting tingkat disproporsi yang akan diturunkan.
Penambahan tersebut dapat sebanyak 10 kursi jika mengikutsertakan faktor lain seperti luas wilayah, produk domestik regional bruto, ataupun tingkat kesulitan lainnya sebagai faktor menghitung tingkat disproporsi.
Aspirasi masyarakat dari wilayah luar Jawa menginginkan penghitungan jumlah kursi tidak hanya berdasarkan jumlah penduduk tetapi juga menghitung kesulitan dan luasnya wilayah provinsi.
Sementara daerah-daerah penghasil kekayaan alam yang selama ini disumbangkan kepada nasional, juga meminta keadilan dengan mempertimbangkan penambahan anggota DPR dari daerah tersebut.
Penambahan jumlah kursi DPR tampaknya wajar karena penambahan itu harus sejalan dengan representasi jumlah penduduk dan pemekaran wilayah.
Penambahan kursi itu diarahkan komposisi DPR agar lebih berimbang dan ada unsur keterwakilan luas wilayah dan jangkauan fungsi pengawasan DPR dapat lebih memadai. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017